Pecihitam.org<\/strong> – Dalam kajian ilmu tasawuf khususnya pengamal Tarekat apalagi yang sudah pernah suluk, rasanya tidak asing mendengar istilah Kasyaf atau pengucapan mudahnya menjadi \u201cKasaf\u201d.<\/p>\n\n\n\n Kasyaf secara bahasa artinya pembukaan, penyingkapan, penghilangan, atau pengangkatan. Kasyaf dalam istilah fiqih sering kali berkaitan dengan aurat dan pakaian. Sedangkan kasyaf dalam kajian ilmu tasawuf sering kali dikaitkan dengan terbukanya hijab atau tirai yang membatasi alam nyata dan alam gaib.<\/p>\n\n\n\n Proses kasyaf ini terjadi saat seseorang dalam kondisi terjaga, bukan dalam mimpi. Ketika keadaan kasyful mahjub (kondisi tersingkapnya tirai penghalang), pandangan seseorang dapat menembus ke hal-hal gaib, termasuk isyarat dari Allah.<\/p>\n\n\n\n Dalam buku \u201cTasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah Pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya\u201d Prof. Dr. Djama\u2019an Nur Guru Besar IAIN Raden Patah Palembang mengatakan, bahwa Kasyaf adalah ilmu yang diperoleh dengan terbukanya hijab (dinding atau tabir), sehingga hati nurani manusia mengetahui rahasia Ilahi, alam gaib sebagai rahmat dari Allah SWT, setelah dekatnya yang bersangkutan dengan Allah.<\/p>\n\n\n\n Dengan sifat rahmat-Nya, Allah memberikan kepada para sufi sebuah Pengungkapan diri Allah, menambah kerinduannya yang menggelora dalam lautan cintanya kepada Allah. Disinilah seorang sufi sampai pada sebutan Ahl al-kasyf wa al-wujud (Kaum Penyingkap dan Penemu). Dalam penyingkapan itulah mereka \u201cmenemukan\u201d dan \u201cbertemu\u201d Allah.<\/p>\n\n\n\n Adapun dalam dunia sufi, terdapat lima jenis kasyaf yang sering terjadi antara lain sebagai berikut:<\/p>\n\n\n\n 1. Kasyf \u2018aqli <\/strong><\/p>\n\n\n\n Penyingkapan melalui akal. Ini merupakan tingkatan pengetahuan intuitif yang paling rendah. Karena dimensinya yang rendah tentu saja tidak akan bisa menjaungkau Zat yang mempunyai dimensi Maha Tinggi. Siapapun yang mencari Allah lewat akal tidak akan bisa menemukan Hakikat Allah yang sebenarnya.<\/p>\n\n\n\n \u201cBumi dan langit-Ku tidak sanggup memuat-Ku, hanyalah hati hamba-Ku yang lembut lagi tenang yang sanggup memuat-Ku\u201d.<\/em><\/p>\n\n\n\n 2. Kasyf arwah<\/strong><\/p>\n\n\n\n Adalah bentuk penyingkapan ruh-ruh. Diawali tentang pengetahuan atas ruh diri sendiri, kemudian tentang ruh-ruh manusia dan makhluk lain, lalu meningkat ke ruh dalam seluruh dimensi \u201calam al-ghaib. Puncak pada pengetahuan langsung ruh al-idhafi, dan diarahkan kepada al-Ruh al-Haqq.<\/p>\n\n\n\n 3. Kasyf Bashari atau Kasyf Kauni<\/strong><\/p>\n\n\n\n Merupakan penyingkapan pada tataran makhluk. Penyingkapan visual yang terjadi melalui penciptaan yang dilakukan Allah. Dalam suatu peristiwa (tempat, tindakan, atau ucapan manusia) seorang yang suci bisa menjadi tempat bagi penyingkapan visual ini.<\/p>\n\n\n\n Allah adalah Yang Maha Mutlak. Dia adalah Keindahan (Jamal) dan Keagungan (Jalal). Melalui makhlukNya, Allah bisa mengungkapkan diri-Nya pada hamba-Nya lewat salah satu Nama Keindahan-Nya yang akan menimbulkan kemanisan dan kesenangan. Atau lewat salah satu Nama Keagungan-Nya yang akan melahirkan ketakziman dan ketakutan. <\/p>\n\n\n\n Disinilah peranan dari Asma\u2019 al-Husna atau Asma\u2019 al-nabi yang sangat tepat untuk mengantarkan dan membawa seorang sufi ke dalam samudera penghayatan rohaniah kepada sang Pencipta.<\/p>\n\n\n\n 4. Kasyf Imani<\/strong><\/p>\n\n\n\n Terbukanya tabir melalui keimanan. Penyingkapan ini terjadi melaui ketulusan iman seorang mukmin. Kadar intensitas penyingkapan ini bisa berfungsi sebagai pemicu agar sang Mukmin lebih banyak lagi mencari dalam pengetahuan spritual.<\/p>\n\n\n\n 5. Kasyaf Ilahi.<\/p>\n\n\n\n Penyingkapan Illahi. Penyingkapan ini merupakan buah manis dari proses ibadah terus menerus dan menghiasi hati dengan Dzikurullah. Prosesnya bisa melalui dzikir, wirid, atau mujahadah dan sejenisnya. Penyingkapan Illahi ini bisa terjadi secara langsung dalam hati, tanpa bantuan visual apapun, yakni ketika keindahan Allah masuk kedalam hati seorang sufi dan pecinta-Nya.<\/p>\n\n\n\n Ini juga bisa terjadi dengan bantuan visual berupa lokus tertentu bagi Cahaya Illahi, seperti dengan sarana wushuliyah seorang suci (Mursyid), benda atau tempat suci.<\/p>\n\n\n\n Menghadirkan secara terus menerus guru Mursyid dalam hati ibarat menyambungkan kabel ke pusat sumber listrik, sehingga listrik mengalir dengan sempurna dan bisa dipergunakan untuk apa saja.<\/p>\n\n\n\n