\u201cHanya orang bodoh dan orang gila yang tidak ingin kaya\u201d. <\/em> <\/strong><\/p><\/blockquote>\n\n\n\n
Pecihitam.org<\/strong> – Zuhud didefinisikan sebagai sikap meninggalkan ketergantungan hati kepada harta benda (materi). Meski demikian Zuhud bukan berarti anti terhadap materi, bahkan sebenarnya seorang Zahid bisa saja mempunyai harta kekayaan yang sangat berlimpah, hanya saja kekayaan itu tidak digantung dalam hati. <\/p>\n\n\n\n
Bagi para sufi memandang dunia ini sebagai “Al-Dunya mazra\u2019atu al-Akherat”<\/em> sebuah jembatan yang harus dilalui untuk menuju akherat. Dengan demikian mereka tetap melakukan etos kerja untuk berikhtiyar mencari penghasilan bagi kehidupan sehari-harinya, sambil berserah diri, tawakkal kepada Allah, tetap rajin melaksanakan shalat wajib dan sunnah dan memperbanyak dzikir.<\/p>\n\n\n\n
Namun memang bagi kaum sufi lebih memandang dunia laksana api, dimana mereka memanfaatkan sebatas sesuai kebutuhan, dengan tetap waspada akan percikan yang bisa saja suatu saat akan membakar hangus semuanya. Para sufi berkata:<\/p>\n\n\n\n
\u201cApabila harta benda dikumpulkan, maka haruslah untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi, dan bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan\u201d.<\/em><\/p>\n\n\n\n
Syekh Abdul Qadir Jaelani pernah menyampaikan:<\/p>\n\n\n\n
\u201cSemua harta benda (dunia) adalah batu ujian yang banyak membuat manusia gagal dan celaka, sehingga membuat mereka lupa terhadap Allah kecuali jika pengumpulannya dengan niat baik untuk akherat. Maka bila pentasyarufaannya telah memiliki tujuan yang baik, harta dunia itupun akan menjadi harta akherat\u201d.<\/em><\/p>\n\n\n\n
Sulthanul Aulia Ahli Silsilah ke-36 yang mendapat gelar \u201cMaster Dunia Akhirat\u201d ini juga mengatakan: \u201cHanya orang bodoh dan orang gila yang tidak ingin kaya\u201d. <\/em><\/p>\n\n\n\n
Bahkan beliau selalu menganjurkan para muridnya untuk selalu berusaha, jangan malu dalam mencari nafkah selama itu halal dan tidak bertentangan dengan Al-Quran maupun Hadist serta aturan-aturan negara. Kemudian agar bisa berhasil harus mencoba sampai 7 jenis usaha, beliau mengistilahkannya sebagai 7 sumber mata air.<\/p>\n\n\n\n
Beliau berusaha mengubah persepsi keliru tentang tasawuf. Bertasawuf tidak harus identik dengan kemiskinan, yang benar adalah bertasawuf itu mengubah orang bodoh menjadi pandai, orang miskin menjadi kaya namun hatinya tetap bisa terus berdzikir mengingat Allah Swt.<\/p>\n\n\n\n
Buktinya, mari kita lihat. Syaikh Nasiruddin Ubaidullah Al Ahrary As Samarqandi bin Mahmud bin Sihabuddin QS merupakan salah satu Wali Qutub yang kaya raya. Bahkan diriwayatkan, kekayaannya pernah menutup hutang-hutang kerajaan Samarqan, membantu krisis keuangan kerajaan Mugol India dan selalu berzakat 60.000 ton gandum setiap tahunnya.<\/p>\n\n\n\n
Sufi lain mengatakan; “Kehidupan tasawuf adalah membiarkan tanganmu sibuk mengurusi dunia dan membiarkan hatimu sibuk mengingat Allah Swt”.<\/em><\/p>\n\n\n\n