PeciHitam.org – <\/strong>Ingus, menjadi perbincangan yang cukup serius dalam hal fiqih yang menimbulkan sebuah pertanyan, Apakah Ingus Najis? Mari kita bahas mengenai hal ini secara lebih mendalam.<\/p>\n

Manusia memiliki berbagai macam cairan yang keluar dari tubuhnya. Salah satu cairan yang dihukumi najis oleh syara\u2019 ialah segala hal yang keluar dari salah satu dua jalan keluar pencernaan yakni qubul (kelamin) dan dubur (anus).<\/p>\n

emua cairan yang berasal dari dua jalan ini maka dihukumi najis, baik perkara yang keluar adalah normal, ataupun tidak normal, seperti darah, nanah dan cairan lainnya.<\/p>\n

Namun dikecualikan satu cairan yang keluar dari jalan depan yang tetap dihukumi suci oleh mayoritas ulama yaitu cairan mani. Meski menurut Imam Malik, mani tetap dihukumi sama seperti cairan-cairan lain yang keluar dari jalan depan alias berstatus najis.<\/p>\n

Sedangkan cairan-cairan lain yang keluar dari tubuh manusia memiliki beberapa \u00a0hukum yang berbeda, seperti tentang status hukum air liur yang keluar dari mulut dan ingus yang keluar dari hidung.<\/p>\n

Para ulama merinci status dari kedua cairan ini. Air liur secara umum dihukumi suci, kecuali ketika air liur berasal dari dalam perut (contohnya ngiler saat tidur), maka air liur dihukumi najis.<\/p>\n

Salah satu ciri-ciri air liur berasal dari dalam perut yang menjadikannya najis adalah ketika air liur berwarna agak kekuningan dan berbau agak busuk (bacin), tidak seperti keadaan air liur biasanya yang cenderung bening tanpa disertai bau yang busuk. Lalu, Apakah Ingus Najis?<\/p>\n

Ingus memiliki status hukum yang sama dengan air liur, yakni ketika ingus berasal dari dalam perut maka dihukumi najis. Sedangkan ketika berasal dari kepala atau pangkal tenggorokan maka dihukumi suci.<\/p>\n

Perincian hukum ini sudah dijelaskan dalam beberapa kitab mazhab Syafi\u2019iyah, salah satunya seperti yang tercantum dalam kitab\u00a0Mughni al-Muhtaj:<\/p>\n

\u0648\u0627\u0644\u0628\u0644\u063a\u0645 \u0627\u0644\u0635\u0627\u0639\u062f \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0645\u0639\u062f\u0629 \u0646\u062c\u0633 \u0628\u062e\u0644\u0627\u0641 \u0627\u0644\u0646\u0627\u0632\u0644 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0631\u0623\u0633 \u0623\u0648 \u0645\u0646 \u0623\u0642\u0635\u0649 \u0627\u0644\u062d\u0644\u0642 \u0648\u0627\u0644\u0635\u062f\u0631 \u0641\u0625\u0646\u0647 \u0637\u0627\u0647\u0631 \u0648\u0627\u0644\u0645\u0627\u0621 \u0627\u0644\u0633\u0627\u0626\u0644 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0646\u0627\u0626\u0645 \u0625\u0646 \u0643\u0627\u0646 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0645\u0639\u062f\u0629 \u0643\u0623\u0646 \u062e\u0631\u062c \u0645\u0646\u062a\u0646\u0627 \u0628\u0635\u0641\u0631\u0629 \u0641\u0646\u062c\u0633 \u0644\u0627 \u0625\u0646 \u0643\u0627\u0646 \u0645\u0646 \u063a\u064a\u0631\u0647\u0627 \u0623\u0648 \u0634\u0643 \u0641\u064a \u0623\u0646\u0647\u0627 \u0645\u0646\u0647\u0627 \u0623\u0648 \u0644\u0627 \u0641\u0625\u0646\u0647 \u0637\u0627\u0647\u0631<\/strong><\/p>\n

\u201cIngus yang naik dari perut (baca: pencernaan) dihukumi najis. Berbeda ketika ingus yang berasal dari kepala atau dari ujung tenggorokan maka ingus tersebut dihukumi suci. Sedangkan air liur yang mengalir dari mulut orang yang sedang tidur, ada perincian hukum soal ini. Jika berasal dari perut, seperti keluar dengan bau yang bacin dengan warna kuning maka dihukumi najis. Dan dihukumi tidak najis jika berasal dari selain perut. Sedangkan ketika ragu-ragu apakah air liur yang keluar berasal dari perut atau bukan, maka air liur tersebut dihukumi suci.\u201d (Syekh Khatib as-Syirbini,\u00a0Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 79)<\/p>\n

Pembatasan cakupan hukum air liur dari mulut orang yang sedang tidur\/ ngiler dalam referensi di atas tidaklah bersifat penentuan secara khusus hanya dalam keadaan tidur, namun juga bisa dianalogikan (di-qiyas-kan) dalam keadaan-keadaan yang lain.<\/p>\n

Pengkhususan keadaan tidur dalam referensi tersebut disebabkan umumnya air liur yang najis dengan ciri-ciri yang dijelaskan di atas, biasa ditemukan pada orang yang sedang tidur.<\/p>\n

Namun ketika air liur bercampur dengan darah, misalnya terkena darah dari gusi maupun bagian dalam lainnya, maka status air liur menjadi najis, karena darah gusi adalah najis, dan ketika air liur tersebut bercampur dengan darah gusi atau darah yang lain maka hukumnya berubah menjadi najis.<\/p>\n

Sedangkan ketika seseorang mendapatkan cobaan berupa keluarnya darah dari gusinya terus-menerus, sehingga mengakibatkan air liur nyaris selalu bercampur dengan darah gusi, maka dalam keadaan demikian status darah yang keluar dari gusi dihukumi najis yang\u00a0ma\u2019fu\u00a0(ditoleransi), sehingga air liur meski bercampur dengan darah gusi tetap dihukumi suci. Ketentuan ini seperti yang dijelaskan dalam kitab\u00a0Nihayah al-Muhtaj:<\/p>\n

\u0648\u0644\u0648 \u0627\u0628\u062a\u0644\u064a \u0634\u062e\u0635 \u0628\u0627\u0644\u0642\u064a\u0621 \u0639\u0641\u064a \u0639\u0646\u0647 \u0645\u0646\u0647 \u0641\u064a \u0627\u0644\u062b\u0648\u0628 \u0648\u063a\u064a\u0631\u0647 \u0643\u062f\u0645 \u0627\u0644\u0628\u0631\u0627\u063a\u064a\u062b<\/strong><\/p>\n

\u0640 (\u0642\u0648\u0644\u0647: \u0628\u0627\u0644\u0642\u064a\u0621 \u0639\u0641\u064a \u0639\u0646\u0647) \u0648\u0645\u062b\u0644\u0647 \u0628\u0627\u0644\u0623\u0648\u0644\u0649 \u0644\u0648 \u0627\u0628\u062a\u0644\u064a \u0628\u062f\u0645 \u0627\u0644\u0644\u062b\u0629 \u0648\u0627\u0644\u0645\u0631\u0627\u062f \u0628\u0627\u0644\u0627\u0628\u062a\u0644\u0627\u0621 \u0628\u0647 \u0623\u0646 \u064a\u0643\u062b\u0631 \u0648\u062c\u0648\u062f\u0647 \u0628\u062d\u064a\u062b \u064a\u0642\u0644 \u062e\u0644\u0648\u0647 \u0645\u0646\u0647<\/strong><\/p>\n

\u201cJika seseorang diberi cobaan berupa muntah (secara terus menerus), maka muntahan dihukumi najis yang di ma\u2019fu ketika berada di pakaian atau benda lainnya seperti halnya ditoleransinya (ma’fu)\u00a0darah nyamuk.\u201d<\/p>\n

\u201cSeperti halnya muntah dalam hal di-ma\u2019fu-nya najis, hal yang sama (secara qiyas aulawi) juga berlaku ketika seseorang diberi cobaan berupa keluarnya darah gusi. Yang dimaksud dengan \u2018diberi cobaan dengan darah gusi\u2019 adalah keluarnya darah secara terus-menerus, sekiranya jarang sekali ditemukan (air liur) yang tidak bercampur dengan darah gusi\u201d (Syihabuddin Ar-Ramli,\u00a0Nihayah al-Muhtaj, juz 2, hal.\u00a0 284)<\/p>\n

Dengan begitudemikian dapat disimpulkan bahwa secara umum status air liur dan ingus adalah suci, kecuali dua cairan ini merupakan cairan yang keluar berasal dari dalam perut, seperti yang biasa terjadi pada saat tidur, maka status dua cairan tersebut berubah menjadi najis.<\/p>\n

Kesucian air liur juga akan berubah menjadi najis ketika bercampur dengan gusi yang berdarah, ketika memang darah gusi ini bukan merupakan hal yang sering terjadi pada seseorang, sedangkan ketika sering keluar darah gusinya maka air liur itu tetap dihukumi suci.\u00a0Wallahu a\u2019lam.<\/p>\n

Demikian artikel tentang Apakah Ingus Najis? Ini Dalil Lengkapnya!<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

PeciHitam.org – Ingus, menjadi perbincangan yang cukup serius dalam hal fiqih yang menimbulkan sebuah pertanyan, Apakah Ingus Najis? Mari kita bahas mengenai hal ini secara lebih mendalam. Manusia memiliki berbagai macam cairan yang keluar dari tubuhnya. Salah satu cairan yang dihukumi najis oleh syara\u2019 ialah segala hal yang keluar dari salah satu dua jalan keluar […]<\/p>\n","protected":false},"author":16,"featured_media":4805,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691],"tags":[2809,2810],"yoast_head":"\n