<\/p>\n\n\n\n
Pecihitam.org<\/strong> – Kemerdekaan Indonesia bukanlah didapat dari sebuah hadiah, kemerdekaan Indonesia didapat dari perjuangan panjang para ulama, syuhada dan para pahlawan. Semua harus dibayar mahal dengan darah, dengan keringat, jerih payah dan air mata demi kemerdekaan Indonesia. Maka dari itu kita patut bersyukur mempunyai Negara yang merdeka. Rasa syukur itu bisa diwujudkan dengan segala cara termasuk merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak yang bertanya bagaimanakah hukum memperingati HUT Kemerdekaan? Pada hakikatnya Kemerdekaan adalah anugerah Allah SWT, melalui perjuangan para ulama, para syuhada dan para pahlawan. Sebagai sebuah anugerah Allah, maka wajib bagi kita untuk mensyukuri anugerah kemerdekaan ini. Dapat dilihat dalam pembukaan undang-undang dasar disebutkan \u201catas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa\u201d.Tidak main-main para pendahulu kita dalam merumuskan setiap hal. Bahwa memang benar kemerdekaan ini adalah rahmat dan anugerah dari yang Maha Kuasa.<\/p>\n\n\n\n KH Marzuki Mustamar, Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. Beliau pernah menyampaikan bahwa memperingati, mensyukuri, dan mengisi kemerdekaan atau dengan kata lain hukum memperingati HUT Kemerdekaan itu wajib. Mengapa? Yang pertama, kita harus menyadari bahwa kita hidup di Indonesia, bersujud di Indonesia, dilahirkan di Indonesia, mencari nafkah di Indonesia, semua yang kita lakukan berada di Indonesia. Dan hingga sekarang ini Negara Indonesia yang kondusif inilah tempat kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. <\/p>\n\n\n\n Kedua, Indonesia merdeka tidak lepas dari perjuangan pahlawan yang hampir sebagian besar adalah para ulama, seperti Pangeran Diponegoro Sultan Hamidin Putera Syarif Hidayatullah, Jenderal Sudirman, KH Hasyim Asyari, KH Wahab Chasbullah dan ulama-ulama lainnya. Mereka adalah ulama besar yang telah berjuang mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan Republik Indonesia. Tak lupa juga, Bung Karno. Bapak proklamator Indonesia beliau adalah seorang santri. <\/p>\n\n\n\n Bukti beliau seorang santri, karena dalam setiap mengambil keputusan yang penting, Bung Karno selalu meminta pendapat Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari<\/a><\/strong>. Seperti contoh, Bagaimana hukumnya membela Tanah Air? dari pertanyaan inilah kemudian menjadi cikal bakal adanya Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober 1945. Bagi para ulama, harga kemerdekaan NKRI setara dengan nyawa dan darah mereka. Maka dari itu, kita yang masih hidup wajib menjaga kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan, wajibnya menjaga NKRI, sama dengan wajibnya melaksanakan syariat Islam.<\/p>\n\n\n\n Ketiga, NKRI mempunyai asset Islam terbesar di dunia. Pasalnya, masjid yang berada di bumi Indonesia saja ada sekitar setengah juta lebih, pesantren yang dimiliki Nahdlatul Ulama ada sekitar 30.000an lebih. Belum lagi lembaga-lembaga pendidikan formal lainnya. Makam para ulama, walisongo dan para auliya Allah juga banyak berada di Indonesia. Maka dari itu, menjaga NKRI adalah harga mati<\/a><\/strong>. Bubarnya NKRI berarti juga terancamnya aset umat Islam.
<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n