Pecihitam.org<\/a> \u2013<\/strong> Islam adalah agama yang penuh kedamaian. Ajaran agama Islam mengajarkan kebaikan. Allah Swt. maha pengasih dan maha penyayang. Ada kisah waria<\/a><\/strong> yang dirahmati Allah Swt. Kisah ini bukan saja memanusiakan manusia, tapi juga mengukuhkan bahwa Islam adalah agama yang ramah dan toleran dan betapa Allah Swt. sangat mengasihi Allah Swt.<\/p>\n\n\n\n Dikisahkan bahwa suatu ketika, Abdul Wahid bin Abdul Majid al-Tsaqafi melihat empat orang yang sedang membopong keranda jenazah dan tiga di antara mereka laki-laki dan satu orang lagi perempuan.<\/p>\n\n\n\n Melihat kejadian itu, Abdul Wahid pun segera menghampiri mereka dan menawarkan diri untuk menggantikan posisi perempuan tersebut. Perempuan itu pun segera setuju. Kemudian, Abdul Wahid pun turut mengusung jenazah tersebut dan segera mengantarnya ke pemakaman bersama tiga orang lain. Mereka kemudian menyolatkan dan menguburkan sang jenazah.<\/p>\n\n\n\n Dalam hati, Abdul Wahid bertanya-tanya amat penasaran. \u201cMengapa hanya ada empat orang yang mengantarkan jenazah itu?\u201d Batin Abdul Wahid. Tapi, Abdul Wahid menyimpan rasa penasarannya sampai proses pemakaman selesai. Setelah semuanya beres, Abdul Wahid pun tak membuang waktu dan segera bertanya pada perempuan yang ikut mengiringi jenazah tersebut.<\/p>\n\n\n\n \u201cSiapa jenazah itu?\u201d tanya Abdul Wahid. \u201cIa adalah anakku,\u201d jawab perempuan tersebut. Abdul Wahid pun kembali bertanya, \u201cmengapa hanya empat orang yang mengantar jenazahnya? Apa kamu tidak memiliki tetangga?\u201d tanya Abdul Wahid lagi.<\/p>\n\n\n\n \u201cYa, aku punya tetangga, tapi mereka tidak mau mengiringi jenazah putraku ini, mereka menganggap remeh dan jijik pada anakku.\u201d jawab sang ibu. \u201cMengapa?\u201d Jawaban sang ibu Abdul Wahid semakin heran. \u201cSebab putraku adalah waria,\u201d jawab sang ibu. Wajahnya tampak murung dan sedih mengingat nasib sang anak.<\/p>\n\n\n\n Kemudian, Abdul Wahid pun mengajak sang ibu untuk bertandang ke rumahnya. Ia juga memberikan dirham, gandum dan pakaian kepada perempuan itu. Abdul Wahid merasa kasihan dan mempunyai tanggung jawab untuk menenangkan kegelisahan sang ibu dengan kebutuhan sandang dan pangan agar sang ibu menjadi tenang dan bersedih lagi.<\/p>\n\n\n\n Pada malam harinya, Abdul Wahid tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, ia didatangi sosok berpakaian putih yang begitu bercahaya. Ia bagaikan bulan purnama di tengah malam gelap gulita. Sosok itu kemudian mengucapkan terima kasih kepada Abdul Wahid.<\/p>\n\n\n\n