Selamatan Mitoni<\/strong><\/h3>\n\n\n\nDidalam cerita tutur disebutkan bahwa Sunan Kudus itu pada suatu ketika pernah gagal mengumpulkan rakyat yang masih berpegang teguh pada adat istiadat lama.<\/p>\n\n\n\n
Seperti diketahui, rakyat jawa banyak melakukan adat istiadat yang aneh, yang kadang kala bertentangan dengan ajaran Islam, misalnnya berkirim sesaji dikuburan untuk menunjukkan bela sungkawa atau berduka cita atas meninggalnya salah seorang anggota keluarga, selamatan neloni, mitoni dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n
Sunan Kudus sangat memperhatikan upacara-upacara ritual tersebut dan berusaha sebaik-baiknya untuk merubah atau mengarahkannya dalam bentuk yang Islami. Cara ini juga dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Muria.<\/p>\n\n\n\n
Contohnya, dahulu bila seorang istri orang jawa hamil tiga bulan maka akan dilakukan acara selamatan yang disebut mitoni sembari minta kepada dewa bahwa bila anaknya lahir supaya tampan seperti Arjuna, jika anaknya perempuan supaya cantik seperti Dewi Ratih.<\/p>\n\n\n\n
Sunan Kudus tidak menentang adat tersebut secara keras melainkan diarahkan dalam bentuk Islami. Acara selataman boleh terus dilakukan tapi niatnya bukan sekedar kirim sesaji kepada para dewa. Melainkan diganti dengan bersedekah kepada penduduk setempat dan sesaji yang dihidangkan boleh dibawa pulang.<\/p>\n\n\n\n
Sedangkan permintaannya langsung kepada Allah dengan harapan anaknya lahir laki-laki akan berwajah rupawan seperti nabi Yusuf, dan bila perempuan seperti Siti Maryam ibunda Nabi Isa. Untuk itu orang tua harus sering membaca surat Yusuf dan surat Maryam dalam Al-Qur\u2019an.<\/p>\n\n\n\n
Kemudian, sebelum acara selamatan dilaksanakan diadakanlah pembacaan Layang Ambiya atau sejarah para Nabi. Biasanya yang dibaca adalah bab tetang Nabi Yusuf. Hingga kini acara pembacaan Layang Ambiya yang berbentuk tembang Asmarandana, Pucung dll itu masih hidup di kalangan masyarakat pedesaan.<\/p>\n\n\n\n
Namun ternyata, ketika pertama kali melaksanakan gagasannya, Sunan Kudus pernah gagal mengundang seluruh masyarakat baik yang Islam, Hindu dan Budha ke dalam masjid. Dikisahkan dalam undangan disebutkan hajat Sunan Kudus hendak Mitoni dan bersedekah atas kehamilan sang isteri yang telah tiga bulan.<\/p>\n\n\n\n
Sebelum masuk mesjid, massyarakatt harus membasuh kaki dan tangannya dikolam yang sudah disediakan. Dikarenakan harus membasuh tangan dan kaki inilah banyak rakyat yang tidak mau dan enggan datang, terutama dikalangan Hindu dan Budha. <\/p>\n\n\n\n
Inilah kesalahan Sunan Kudus. Beliau awalnya terlalu mementingkan pengenalan syariat berwudhu kepada masyarakat, sehinggga akibatnya mereka malah menjauh. Karena iman atau tauhid mereka belum terbina.<\/p>\n\n\n\n
Maka pada kesempatan lain, Sunan Kudus mengundang masyarakat lagi dan kali ini tidak usah membasuh tangan dan kakinya waktu masuk masjid. Hasilnya masyarakat berbondong-bondong memenuhi undangan tersebut.<\/p>\n\n\n\n
Disaat inilah Sunan Kudus menyisipkan bab keimanan dalam agama Islam secara halus dan menyenangkan masyarakat. Caranya menyampaikan materi cukup cerdik, ketika mereka tengah antusias mendengarkan keterangan sunan Kudus, karena waktu sudah terlalu lama dan dikuatirkan mereka jenuh, beliau<\/mark> mengakhiri ceramahnya.<\/p>\n\n\n\nCara tersebut kadang mengecewakan, namun disitulah letak segi positipnya, rakyat jadi ingin tahu kelanjutan ceramahnya. Dan pada kesempatan lain mereka datang lagi ke mesjid, baik dengan undangan maupun tidak.<\/p>\n\n\n\n
Karena keingintahuan mereka demikian besar akhirnya tak peduli lagi pada syarat yang diajukan Sunan Kudus yaitu membasuh kaki dan tangannya lebih dahulu, yang lama-lama menjadi kebiasaan untuk berwudhu. Dengan demikian beliau berhasil menebus kesalahannya dimasa lalu. Rakyat pun menaruh simpati dan menghormatinya. <\/p>\n\n\n\n
Cara-cara yang ditempuh Sunan Kudus dalam mengislamkan masyarakat cukup banyak. Baik secara langsung melalui ceramah agama, adu kesaktian dan melalui kesenian. Beliaulah yang pertama kali menciptakan tembang Mijil dan Maskumambang yang didalamnya disisipkan ajaran-ajaran agama Islam.<\/p>\n\n\n\n
Kisah Sunan Kudus di Mekkah<\/strong><\/h2>\n\n\n\nMenurut legenda, dikisahkan bahwa Raden Ja\u2019far Sodiq itu suka mengembara, baik ke tanah Hindustan maupun ke tanah Suci Mekkah. Sewaktu berada di Mekkah beliau menunaikan ibadah haji dan kebetulan disana ada wabah penyakit yang sulit diatasi. <\/p>\n\n\n\n
Penguasa negeri arab mengadakan sayembara, siapa yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itu akan diberi hadiah harta benda yang cukup besar jumlahnya. akan tetapi sudah banyak orang mencoba tetap tidak pernah berhasil. <\/p>\n\n\n\n
Pada suatu hari Sunan Kudus menghadap penguasa negeri itu namun kedatangannya disambutnya dengan sinis.<\/p>\n\n\n\n
“Dengan apa tuan akan melenyapkan wabah penyakit itu?” Tanya sang Amir.<\/p>\n\n\n\n
“Dengan doa”, jawab Ja\u2019far Shodiq singkat.<\/p>\n\n\n\n
“Jika hanya doa kami sudah puluhan kali melakukannya, di tanah arab ini banyak ulama dan syekh-syekh ternama. Tapi mereka tak pernah berhasil mengusir wabah penyakit ini.” Jawab Amir kembali<\/p>\n\n\n\n
“Saya tahu memang tanah arab ini gudangnya para ulama. Namun jangan lupa ada saja kekurangannya sehingga doa mereka tidak terkabulkan”, kata Ja\u2019far Shodiq.<\/p>\n\n\n\n
“Hah, sungguh bernai tuan mengatakan demikian”, kata amir itu dengan nada berang. “Apa kekurangan mereka?”<\/p>\n\n\n\n
“Anda sendiri yang menyebabkannya,” kata Ja\u2019far Shodiq dengan tenangnya. <\/p>\n\n\n\n
“Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka sehingga doa mereka tidak ikhlas. Mereka berdoa hanya karena mengharapkan hadiah.”<\/p>\n\n\n\n
Sang Amir pun terbungkam seribu bahasa atas jawaban tersebut.
Ja\u2019far Shodiq lalu dipersilahkan melaksanakan niatnya. Kesempatan itu tak disia-siakan. <\/p>\n\n\n\n
Secara khusus Ja\u2019far Shodiq berdoa dan membaca beberapa amalan. Dalam tempo singkat wabah penyakit mengganas dinegeri arab telah menyingkir. Bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras secara mendadak langsung sembuh.<\/p>\n\n\n\n
Bukan main senangnya hati sang Amir. Rasa kagum mulai menjalari hatinya. Hadiah yang dijanjikannya bermaksud diberikan kepada Ja\u2019far Sodiq. Namun Ja\u2019far Shodiq menolaknya, dia hanya ingin minta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis. <\/p>\n\n\n\n
Sang Amir kemudian mengijinkannya. Batu itu lalu dibawa ke tanah Jawa, dan dipasang di pengimaman masjid Kudus yang didirikannya sekembali dari Tanah suci.<\/p>\n\n\n\n