Perjalanan Keilmuan Mbah Moen<\/strong><\/h2>\n\n\n\nKematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari kecil Mbah Moen sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu, Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara\u2019 yang lain. <\/p>\n\n\n\n
Dan siapapun zaman itu tidaklah meragukan, bahwa ayah Mbah Moen, Kyai Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa\u2019id Al-Yamani dan Syaikh Hasan Al-Yamani Al- Makky. Dua ulama yang sangat kesohor kala itu.<\/p>\n\n\n\n
Kecemerlangan demi kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa. Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala kiab-kitab nadhom, seperti Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl. <\/p>\n\n\n\n
Seiring pula dengan kepiawaian beliau dalam mengkaji dan memahami kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi\u2019i, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu\u2019in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n
Setelah mengenyam pendidikan dari ayahnya beliau memulai pengembaraannya lanjut mengaji di Pesantren Lirboyo Kediri selama 5 tahun, dibawah bimbingan KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. <\/p>\n\n\n\n
Selain itu, beliau juga menimba ilmu agama dari KH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi Dahlan. Seusai ngaji di Lirboyo Kediri, pada usia 21 tahun Mbah Maimoen pergi ke Tanah Suci dan mengaji selama 2 tahun disana.<\/p>\n\n\n\n
Selama di Mekkah beliau didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad Bin Syuaib. Di Tanah Suci beliau berguru kepada Sayyid Alawi Al-Maliki, Syaikh Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Kutbi, Syaikh Yasin Al-Fadani, Syaikh Abdul Qodir al-Mandily, dan Syaikh Imron Rosyadi di Darul Ulum Mekah.<\/p>\n\n\n\n
Selama dua tahun lebih beliau menetap dan belajar di Mekkah untuk menimba ilmu. Sekembalinya dari Tanah suci, tak serta merta berhenti, ternyata beliau masih melanjutkan belajarnya lagi di Indonesia kepada ulama-ulama besar tanah Jawa saat itu.<\/p>\n\n\n\n
Diantara guru-guru Mbah Moen adalah:<\/p>\n\n\n\n
- KH. Baidlowi (mertua beliau sendiri)<\/li>
- KH. Ma\u2019shum Lasem<\/li>
- KH. Ali Ma\u2019shum dari Krapyak Jogjakarta<\/li>
- KH. Bisri Musthofa Rembang<\/li>
- KH. Abdul Wahhab Hasbullah<\/li>
- KH. Mushlih Mranggen<\/li>
- KH. Abbas Buntet Cirebon<\/li>
- Sayikh Ihsan Jampes Kediri<\/li>
- KH. Abul Fadhol dari Senori<\/li>
- Kiai Hamid Pasuruan<\/li>
- Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang<\/li>
- Habib Ali Alatthas Pekalongan, dll.<\/li><\/ul>\n\n\n\n
Tahun 1964 M pada usia 36 tahun, Mbah Moen mendirikan musholla kecil untuk mengajar masyarakat di desa Sarang. Pada tahun 1966, membangun kamar di sebelah Musholla tersebut untuk santri yang menghendaki mondok. Dan pada tahun tahun 1970 berdirilah Pesantren sampai sekarang ini di kenal dengan nama Pesantren Al-Anwar.<\/p>\n\n\n\n
Mbah Moen setiap hari mengaji ilmu tingkat lanjut seoperti Fathul Wahhab, Syarah Mahalli, Jam\u2019ul Jawami\u2019, Ihya Ulumiddin, dll. Saat Ramadhan, beliau mengaji Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Muwattha, dll. Tiap Ahad beliau ngaji Tafsir Jalalain bersama ribuan masyarakat umum dan santrinya.<\/p>\n\n\n\n
Keharuman nama dan kebesaran Mbah Moen sudah tidak diragukan lagi. Banyak santri-santri didikan beliau di al Anwar yang menjadi alim ulama besar. Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa beliau sendiri, namun juga membesarkan setiap santri yang belajar dengan beliau.<\/p>\n\n\n\n