Pecihitam.org<\/strong> – Gus Dur merupakan nama panggilan dari para santri ataupun kalangan ilmuan Islam untuk seorang intelektual Islam yang bernama lengkap Abdurrahman Ad-Dakhil. Ia lahir di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7 September 1940, tepatnya lahir di Pesantren Tebuireng<\/a>.<\/p>\n\n\n\n Sejak kecil Gus Dur dibesarkan di lingkungan yag sangat kental dengan keislaman (Greg Barton, 2010:19). Selain itu, ia lahir dari keluarga yang memiliki garis keturunan seorang ulama yang memiliki kontribusi besar terhadap keilmuan islam di Indonesia yakni dari ayah ibunya yang merupakan tokoh besar dalam Islam antara lain Kiai Bisri Syansuri<\/a> (ayah dari Ibunya) dan Kiai Hasyim Asy\u2019ari<\/a> (ayah dari ayahnya).<\/p>\n\n\n\n Kakek dari garis ibunya merupakan tokoh Islam yang mendirikan Pesantren di Jombang, sedangkan kakek dari ayahnya merupakan tokoh Islam yang mendirikan NU (Mujamil Qomar, 2002:164).<\/p>\n\n\n\n Kiprah Gus Dur sangat banyak baik di bidang keilmuan, bidang organisasi, bidang politik, dan bidang jurnalistik. Selain itu, ia juga produktif dalam menulis, sehingga karyanya banyak dan digandrungi di Era sekarang, khususnya kalangan akademisi Islam.<\/p>\n\n\n\n Tulisan-tulsannya sangat sarat dengan keislaman dan memperlihatkan kegelisahannya akan dunia Islam, meskipun dari beberapa tulisannya bertujuan untuk memperkenalkan budaya Islam di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Hasil karyanya menjadi bukti eksistensinya di dunia Islam dengan memperkenalkan wajah Islam yang moderat sebelum ia wafat pada usia 69 tahun, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2009 setelah di rawat di rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dimakamkan di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.<\/p>\n\n\n\n Sepeninggalnya, banyak kajian atau tulisan terkait pemikiran Gus Dur. Banyaknya kajian terkait Gus Dur lahir dari pandangan dan bahwa Gus Dur merupakan intelektual islam yang memiliki pemikiran unik terhadap keislaman dan kenegaraan.<\/p>\n\n\n\n Hal ini terlihat dari pemikiran inklusivismenya terkait dengan keberagamaan Islam di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari relasinya terhadap landasan filosofisnya yakni terkait Pancasila. Tepatnya dalam sila pertama yakni yang berbunyi Ketuhanan Yang Mahas Esa.<\/p>\n\n\n\n Gus Dur memiliki pandangan tersendiri terhadap eksisternsi Pancasila dan sila pertamanya, khususnya terkait eksistensi Pancasila sebagai ideologi yang berkaitan dengan kehidupan beragama masyarakat Indonesia dan Ketuhanan Yang Maha Esa (kepercayaan terhadap Tuhan yeng Esa).<\/p>\n\n\n\n Bagi Gus Dur Pancasila merupakan ideologi yang lahir dari adanya kesepakatan luhur antara semua golongan yang menjadi pribumi Indonesia, artinya siapapun yang berkebangsaan Indonesia dan hidup di tanah air Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Oleh karenanya, perlu adanya perlakukan khusus terhadap eksistensi kesepakatan tersebut untuk meminimalisir terjadinya konflik yang tidak diinginkan dengan memposisikan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Adapun pemaknaan khusus terhadap Pancasila dengan eksistensinya sebagai ideologi negara Indonesia yakni bahwa setiap siapapun yang menjadi masyarakat Indonesia dengan keabsahannya, maka ia terikat oleh ketentuan-ketentuannya yang mendasar dan tertuang dalam kelima sila dalam Pancasila.<\/p>\n\n\n\n