Perintah dan alternatif pelaksanaan shalat dalam Islam menunjukan kewajiban yang ditekankan dalam shalat. Pengecualian tidak menjalankan shalat hanya berlaku kepada mereka yang haid <\/em>dan nifas <\/em>sampai suci, anak kecil sampai baligh, <\/em>orang ayam atau hilang kesadaran karena gila atau mabuk sampai kembali sadar.<\/p>\n

Fenomena sosial dan variasinya memang banyak menimbulkan hukum baru untuk dipertanyakan, sebagaimana bagaimana hukum qadha shalat bagi jenazah yang diketahui sering meninggalkan shalat. Karena banyak fenomena terjadi orang meninggal dan karena sakit atau pikun banyak meninggalkan shalat.<\/p>\n

Bagi ahli warisnya yang mengetahui hukum dan taat dalam menjalankan Hukum Islam tentunya ingin menggantikan hutang shalat orang tuanya. Dengan melakukan gqadha shalat bagi jenazah diharapkan bisa menggantikan kewajiban bagi jenazah orang tua.<\/p>\n

Islam pada dasarnya tidak mengenal Hutang shalat untuk diqadha kecuali bagi mereka yang Haid ketika sudah masuk waktu sholat. Dijelaskan dalam kitab fathul mu\u2019in <\/em>sebagai berikut;<\/p>\n

\u0645\u0646 \u0645\u0627\u062a \u0648\u0639\u0644\u064a\u0647 \u0635\u0644\u0627\u0629 \u0641\u0631\u0636 \u0644\u0645 \u062a\u0642\u0636 \u0648\u0644\u0645 \u062a\u0641\u062f \u0639\u0646\u0647<\/strong><\/p>\n

Artinya; \u201cOrang yang sudah meninggal dan memiliki tanggungan shalat wajib tidak diwajibkan qadha dan tidak pula bayar fidyah\u201d<\/em><\/p>\n

Keterangan dari kitab Fathul Mu\u2019in <\/em>merupakan pendapat yang menyatakan tidak ada beban membayar hutang shalat yang ditinggalkan atau diganti dengan fidyah tarkus shalat.<\/em> Akan tetapi di kalangan Nusantara banyak yang menganut pendapat lainnya;<\/p>\n

\u0648\u0641\u064a \u0642\u0648\u0644: \u0625\u0646\u0647\u0627 \u062a\u0641\u0639\u0644 \u0639\u0646\u0647\u060c \u0623\u0648\u0635\u0649 \u0628\u0647\u0627 \u0623\u0645 \u0644\u0627\u060c \u062d\u0643\u0627\u0647 \u0627\u0644\u0639\u0628\u0627\u062f\u064a \u0639\u0646 \u0627\u0644\u0634\u0627\u0641\u0639\u064a \u0644\u062e\u0628\u0631 \u0641\u064a\u0647\u060c \u0648\u0641\u0639\u0644 \u0628\u0647 \u0627\u0644\u0633\u0628\u0643\u064a \u0639\u0646 \u0628\u0639\u0636 \u0623\u0642\u0627\u0631\u0628\u0647<\/strong><\/p>\n

Artinya; \u201cMenurut satu pendapat, dianjurkan qadha\u2019, baik diwasiatkan maupun tidak, sebagaimana yang dikisahkan Al-\u2018Abadi dari As-Syafi\u2019i karena ada hadis mengenai persoalan ini. Bahkan, As-Subki melakukan (qadha shalat) untuk sebagian sanak-familinya\u201d<\/em><\/p>\n

Pendapat lainnya menunjukan adanya anjuran untuk mengqadha shalat bagu jenazah yang mempunyai hutang shalat. Baik jenazah sebelum meninggalnya mewasiatkan untuk mengadha atau tidak ada perintah untuk mengqadhanya.<\/p>\n

Pendapat yang bertolak belakang ini memang umum terdapat dalam masalah fiqhiyah <\/em>di kalangan Ulama. Maka dikalangan Umat Muslim di Nusantara ada sebuah konsensus tradisi untuk memilih pendapat mana yang dirasakan lebih meyakinkan dan menenangkan.<\/p>\n

Baik mengqadha shalat bagi jenazah atau tidak melakukan qadha <\/em>sudah banyak dibahas Ulama dahulu dan tinggal memilih pendapat yang mana. Konsensus ini menunjukan kemantapan dalam berpikir dan bertindak sesuai dengan keyakinan.<\/p>\n

Maka golongan \u2018Baru\u2019 <\/em>yang mengklaim diri paling syar\u2019i <\/em>dan Islami <\/em>dengan menyalah-nyalahkan pendapat Ulama memperlihatkan kebodohannya.<\/p>\n