Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Ulama di Indonesia dari dulu sampai sekarang selalu berperan aktif untuk menjadi penyeimbang masyarakat dan pemerintah. Ulama menjadi simbol otoritas keagamaan yang baku dan sangat luhur kedudukannya.<\/p>\n\n\n\n Namun beberapa tahun belakangan ulama banyak diragukan oleh umat sebab banyak ulama yang muncul dengan gaya dakwah yang propokatif. Seperti halnya membawa misi politik atau suatu kepentingan tertentu.<\/p>\n\n\n\n Contohnya pada masa pandemi COVID 19<\/a><\/strong> ini masyatakat dibuat bingung terhadap keputusan-keputusan ulama yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Bahkan ada beberapa pendapat yang bernada profokatif agar tidak mengikuti anjuran pemerintah.<\/p>\n\n\n\n Misi keagamaan yang merupakan kepentingan umat Islam yang bermuara pada ketaqwaan tidak lagi menjadi sesuatu yang disematkan dalam dakwah yang dilakukan. Sehingga kemurnian berdakwah ini menjadi hilang, terlebih lagi banyak orang yang tiba-tiba muncul dan mendeklarasikan dirinya sebagai ulama padahal hanya bermodalkan terjemah Al-Qur’an dan Al-Hadits saja.<\/p>\n\n\n\n Padahal orang-orang yang tiba-tiba muncul dan mendeklarasikan dirinya sebagai ulama ini sebetulnya tidak mempunyai kapasitas sebagai seorang ulama. Sebab menurut KH. Miftah Faqih pengasuh Pesantren Benda Kerep bahwa orang yang bisa dikatakan Ulama adalah orang yang sudah ‘alim tingkatannya dan sudah mampu berijtihad atau orang yang sudah menjadi mujtahid.<\/p>\n\n\n\n Sedangkan kita tahu bahwa kategori ‘alim sendiri adalah tingkatan dimana seseorang sudah mencapai level yang bijaksana dalam berfikir berucap dan bertindak. Kemudian untuk menjadi mujtahid sendiri para ulama sepakat bahwa syarat yang paling minimal adalah :<\/p>\n\n\n\n Untuk menjadi ‘alim saja banyak orang yang belum mampu apalagi menjadi seorang mujtahid yang lebih banyak lagi persyaratannya. Itu berarti hanya orang tertentu yang mampu memenuhi hal-hal tersebut diatas hingga sampai kepada tahap menjadi seorang ulama.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai ulama? Perlukah kita mengikutinya?<\/p>\n\n\n\n Orang-orang yang tidak memiliki standarisasi ulama itu bisa dikatakan sebagai orang-orang yang memanfaatkan otoritas label ulamanya untuk bisa mendapatkan sesuatu yang menjadi kepentingannya.<\/p>\n\n\n\n Orang-orang semacam ini juga memanfaatkan media dakwah sebagai alat untuk bisa mendapatkan apa yang diingininya meskipun dengam dakwah yang bersifat profokatif. <\/p>\n\n\n\n