Gerakan dakwah yang mengklaim diri \u2018dakwah Sunnah\u2019 <\/em>yang digawangi oleh Ustadz-ustadz Wahabi, Salafi <\/em>memang membuat sedikit banyak \u2018berani\u2019 untuk istinbat <\/em>dan berijtihad <\/em>tanpa Ilmu memadai. Hasilnya bisa dilihat adanya fenomena tafsir asal-asalan <\/em>adala Evie Effendi atau model lainnya.<\/p>\n

Dengan sembrononya menafsirkan bahkan menarik hukum hanya berasal dari terjemahan al-Qur\u2019an dan Sunnah.\u00a0 <\/em>Perangkat keilmuan untuk memahami Al-Qur\u2019an dan Sunnah <\/em>sama sekali tidak memiliki namun sudah berani berfatwa hanya berbekal keilmuan cetek <\/em>kemudian menganulir pendapat Ulama mu\u2019tabar.<\/em><\/p>\n

Kiranya fenomena ini tidak terlepas kekhawatiran Gus Dur tentang kekhawatiran akan hadirnya sebuah masa \u2018Orang tidak Mondok berfatwa\u2019. <\/em>Secara sederhana, Gus Dur membahasakan orang yang tidak pernah mengenyam pengalaman dalam memahami Ulumul Qur\u2019an <\/em>dan Musthalahah Hadits <\/em>berfatwa sesuai Ra\u2019yi <\/em>sendiri bahkan mengklaim diri santri <\/em>Nabi Muhammad SAW dan Sahabat.<\/p>\n

Kebanyakan dasar dalil yang digunakan oleh Ustadz Wahabi-salafi untuk melarang umat Islam adalah qaul Imam Malik;<\/em><\/p>\n

\u0625\u0646\u0645\u0627 \u0623\u0646\u0627 \u0628\u0634\u0631 \u0623\u062e\u0637\u0626 \u0648\u0623\u0635\u064a\u0628 \u0641\u0627\u0646\u0638\u0631\u0648\u0627 \u0641\u064a \u0631\u0623\u064a\u064a \u0641\u0643\u0644 \u0645\u0627 \u0648\u0627\u0641\u0642 \u0627\u0644\u0643\u062a\u0627\u0628 \u0648\u0627\u0644\u0633\u0646\u0629 \u0641\u062e\u0630\u0648\u0647 \u0648\u0643\u0644 \u0645\u0627 \u0644\u0645 \u064a\u0648\u0627\u0641\u0642 \u0627\u0644\u0643\u062a\u0627\u0628 \u0648\u0627\u0644\u0633\u0646\u0629 \u0641\u0627\u062a\u0631\u0643\u0648\u0647<\/strong><\/p>\n

Artinya; \u201cAku hanyalah seorang manusia, terkadang benar dan salah. Maka, telitilah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah nabi, maka ambillah. Dan jika tidak sesuai dengan keduanya, maka tinggalkanlah<\/em>\u201d<\/em><\/p>\n

Bahwa para Imam Madzhab adalah manusia biasa yang sangat mungkin salah dalam berpendapat. Kontradiksi Ustadz Wahabi-Salafi terlihat bahwa mereka menghindari taqlid <\/em>dan mengharamkannya. Sedangkan dalil yang diajukan mereka berasal dari dalil taqlid <\/em>juga kepada Imam Malik RA.<\/p>\n

Kiranya pandangan Imam Asy-Syaukani yang dianut oleh Nahdlatul Ulama (NU) dalam Qanun Asasi <\/em>terkait permasalahan taqlid <\/em>sangat tepat. Bahwa bagi orang awam lebih maslahah <\/em>untuk bertaqlid kepada Ulama yang \u2018Alim <\/em>dan memiliki tingkat kecerdasan tinggi untuk mengambil istinbath <\/em>hukum kepada al-Qur\u2019an dan sunnah. <\/em><\/p>\n

NU dengan jelas menempatkan Imam Madzhab 4 (Imam Abu Hanifah, Imam Anas bin Malik, Imam Syafii, dan Imam Hanafi) sebagai rujukan untuk bertaqlid. Karena Imam Mazhab 4 tersebut memiliki sanad keilmuan jelas dan muttasil <\/em>(bersambung) kepada Nabi Muhammad SAW.<\/p>\n

Untuk mereka yang Ustadz Wahabi-Salafi yang sangat getol <\/em>mengkritik NU ternyata seringkali terjebak bertaqlid kepada pemikiran sendiri. Yang mana pemikiran mereka belum tentu memiliki dasar sanad <\/em>Ilmu sebagaimana Imam Madzhab 4.<\/p>\n

Ash-Shawabu Minallah<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

PeciHitam.org – Kemampuan orang Islam dalam memahami sumber pokok Islam berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing. Padahal dalam beragama harus berdasarkan dalil yang digali dari kedua sumber pokok Islam tersebut. Tidak dibenarkan beragama tanpa mendasarkan kepada sumber hukum Islam, karena akan masuk kategori Raddun, tertolak. Memahami realitas perbedaan tingkat pengetahuan dan kecerdasan Muslim […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":60175,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[1691],"tags":[12187],"yoast_head":"\n