Saat ini kita melihat orang-orang yang mengaku alim ulama, ustadz, dai dll. namun sebenarnya bukan. Mereka telah membuat pandangan-pandangan buruk mengenai bermazhab. Bahkan mereka hendak menjadikan Islam sempit dengan menetapkan satu kemungkinan hukum saja pada banyak hal. <\/p>\n\n\n\n

Padahal perbedaan adalah rahmat yang sudah semestinya kita mensyukurinya. Bagi kita yang hidup di masa kini di mana banyak ujian berupa ulama, ustadz maupun dai dadakan, dalam kitab ini Kiai Muhammad Dimyathi berpesan:<\/p>\n\n\n\n

\u201cYakinlah bahwa para imam (mazhab), semoga Allah selalu meridai mereka, mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar dari Allah Swt. Janganlah kalian tertipu dengan ocehan para pengoceh di zaman ini, dan apa yang diucapkan orang-orang bodoh nan dungu. Yaitu perkataan mereka \u201cperbedaan mazhab itulah yang menyebabkan tiadanya persatuan\u201d. Ucapan ini muncul dari sedikitnya ilmu, pemahaman yang buruk, dan kebodohan terhadap apa yang dilakukan oleh para pengikut mazhab.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

Keseluruhan teks kitab Lawami\u2018ul Burhan wa Qawa\u1e6di\u2018ul Bayan ditulis dalam aksara Arab dan bahasa Arab. Khatnya sangat indah dengan jenis seni tulisan Arab naskhi.<\/p>\n\n\n\n

Kiai Muhammad Mukri bin Ahmad Kafrawi bin Mahmud, sang penyalin kitab, melengkapi teks ini dengan harakat pada akhir tiap kata sebagai penanda gramatika (i\u2018r\u0101b) dan pada kata-kata yang sulit. Selain itu, beliau juga memberikan makna gandul khas pesantren, terutama pada kata-kata yang perlu penjelasan.<\/p>\n\n\n\n

Pada halaman 45 terdapat keterangan yang menyebut tahun penyelesaian penulisan kitab ini.<\/p>\n\n\n\n

\u0648\u0643\u0627\u0646 \u0627\u0644\u0641\u0631\u0627\u063a \u0645\u0646 \u0643\u062a\u0627\u0628\u062a\u0647 \u0641\u064a \u0661\u0663 \u0645\u0646 \u062c\u0645\u0627\u062f\u0649 \u0627\u0644\u062b\u0627\u0646\u064a\u0629 \u0645\u0646 \u0633\u0646\u0629 \u0661\u0663\u0664\u0664 \u0645\u0646 \u0647\u062c\u0631\u0629 \u0633\u064a\u062f \u0627\u0644\u0645\u0631\u0633\u0644\u064a\u0646 \u0648\u0627\u0645\u0627\u0645 \u0627\u0644\u0645\u062a\u0642\u064a\u0646.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Wa k\u0101na al-far\u0101gu min kit\u0101batihi f\u012b 13 jum\u0101di\u1e61 al-\u1e61\u0101niyah min sanah 1344 min hijrati sayyidil mursal\u012bn wa im\u0101mil muttaq\u012bn<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Penyelesaian penulisan kitab ini terjadi pada 13 Jumadits Tsani 1344 dari hijrahnya tuannya para utusan dan pemimpin orang-orang yang bertakwa.”<\/em><\/p>\n\n\n\n

Jika disamakan dengan kalender Masehi, maka tanggal 13 Jumadits Tsani 1344 bertepapan pada 17 April 1916.<\/p>\n\n\n\n

Pada halaman yang sama kitab ini juga mengandung pengakuaan dan kepercayaan dari dua tokoh. Pertama KH. Muhammad Dimyathi bin Abdullah at-Tarmisi (w.1934) mengatakan:<\/p>\n\n\n\n

\u0642\u062f \u0637\u0627\u0644\u0639\u062a \u0647\u0630 \u0627\u0644\u0643\u062a\u0627\u0628 \u0641\u0648\u062c\u062f\u062a\u0647 \u0634\u0627\u0647\u062f\u0627 \u062d\u0642\u0627 \u0648\u0628\u0627\u0644\u062d\u0642 \u0646\u0627\u0637\u0642\u0627 \u0641\u0644\u064a\u0639\u0636 \u0628\u0627\u0644\u0646\u0648\u0627\u062c\u0630 \u0648\u0644\u064a\u0639\u0631\u0636 \u0639\u0646 \u0645\u062e\u0627\u0644\u0641 \u0641\u0627\u0646\u0647 \u0645\u0628\u062a\u062f\u0639 \u0645\u0646\u0627\u062c\u0630.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Setelah aku sungguh-sungguh menelaah kitab ini, maka aku menyimpulkan bahwa kitab ini menjadi saksi akan kebenaran dan mengungkapkan kebenaran tersebut. Hendaknya kitab ini digigit dengan gigi geraham dan dipalingkan dari setiap penentang karena mereka adalah pembuat bid\u2019ah yang buta.”<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kedua dari Sayyid Hasan bin Abdullah Ba\u2019bud at-Tarmisi yang mengatakan;<\/p>\n\n\n\n

\u0641\u0644\u0627 \u0639\u064a\u0628 \u0641\u064a\u0647\u0627 \u063a\u064a\u0631 \u0627\u0646\u0647\u0627 \u0644\u0627 \u064a\u0631\u063a\u0628 \u0641\u064a\u0647\u0627 \u0645\u0646 \u0627\u0633\u062a\u062d\u0648\u0630 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0627\u0644\u0634\u064a\u0637\u0627\u0646<\/strong><\/p>\n\n\n\n

“Kitab ini tidak memiliki satu kecacatan pun, kecuali adanya kebencian terhadapnya dari orang-orang yang telah dikuasai oleh setan.”<\/em><\/p>\n\n\n\n

Manuskrip kitab ini sekarang tersimpan di Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan, Klaten yang merupakan bagian dari koleksi kiai sepuh dan salah satu pengasuh pesantren tersebut, KH. Nasrun Minallah.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Kiai Muhammad Dimyati bin Abdul Karim Surakarta, adalah salah satu dari banyaknya nama ulama Nusantara yang menolak gerakan Wahabisme. Sebagaimana kita tahu Wahhabisme adalah sebuah gerakan zaman menggegerkan banyak negeri Islam ketika muncul di pentas dunia. Wahabi merupakan kelompok Islam dengan pandangan yang sempit; Islam yang memberangus ekspresi kebudayaan lokal. Islam yang tampak […]<\/p>\n","protected":false},"author":14,"featured_media":60965,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[4099],"tags":[12291,8772],"yoast_head":"\n