Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Bagi yang pernah berdialog, diskusi apalagi sampai debat kusir dengan orang berpaham Salafi Wahabi<\/strong><\/a>, pasti sudah tidak heran lagi tentang banyaknya kontradiksi dalam cara mereka mengambil dalil. Baik dalil untuk menguatkan pemahamannya sendiri, apalagi dalil untuk menguatkan tuduhan bidah terhadap amaliyah kelompok lain.<\/p>\n\n\n\n Kontradiksi tersebut menimbulkan kerancuan yang akhirnya membuat pembicaraan dan diskusi cenderung menjadi debat kusir yang tidak ilmiah bahkan caci maki. Selalu dan selalu begitu.<\/p>\n\n\n\n Bukankah dalam dialog ilmiah, jika memang itu untuk mencari kebenaran, seharusnya saling mengajukan dalil dan mana yang lebih kuat itulah yang dipakai. Bukan malah menuduh sesat, syiah, kafir dan tuduhan-tuduhan tak jelas lainnya.<\/p>\n\n\n\n Nah, berikut adalah 5 kerancuan cara berpikir ala salafi Wahabi yang sering membingungkan.<\/p>\n\n\n\n 1. Lebih Mengutamakan Pemahaman Tekstual<\/strong><\/p>\n\n\n\n Pemahaman tekstual ini sering ditonjolkan dalam memahami berbagai teks keagamaan, baik Alquran maupun hadis. Memahami dalil tidak boleh ditakwil, harus sesuai teks terjemahnya kata mereka. Hal ini akhirnya melahirkan banyak statemen yang mengundang kontroversi. Padahal terjemah belum maknanya sesuai.<\/p>\n\n\n\n Contoh paling mudah adalah soal tanda hitam karena bekas sujud. Ini berlandaskan pada ayat \u201c\u2026 tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud\u201d (Qs. al-Fath, 48:29)<\/p>\n\n\n\n Tetapi apakah selalu tekstual? Tidak juga. Jika sekiranya bertentangan dengan pendapatnya ternyata juga main takwil alias pengertian lain.<\/p>\n\n\n\n 2. Memustahilkan Pendapat Ulama yang Berbeda<\/strong><\/p>\n\n\n\n Jika sudah meyakini satu pendapat dan diklaim paling benar dan paling sesuai dengan Al Quran dan sunnah, para kaum salafi wahabi sangat sulit menerima perbedaan pendapat, meski dikasih bukti kesalahan dalam memahami dalil sekalipun.<\/p>\n\n\n\n Jika disuguhi penjelasan para ulama terdahulu tentang pemahaman atau pengertian suatu dalil, yang bertentangan dengan pemahaman mereka, maka mereka tidak sungkan mengklaim paling benar sedangkan pemahaman lainnya sangat mungkin salah. Karena diberi penjelasan riwayat shahih sekalipun, sangat sulit untuk meyakinkan orang salafi Wahabi<\/p>\n\n\n\n Kembali soal jidat hitam karena bekas sujud. Misalnya ketika disodori riwayat tentang Ibnu Umar<\/a><\/strong> yang mencela orang yang jidatnya hitam, dan mengatakan bahwa Nabi dan para sahabat tidak memiliki tanda hitam itu (Sunan al-Kubro, juz 2, h. 286), mereka justru ngotot bahwa gak mungkin para sahabat tmenyelisih Alquran. Maksudnya Alquran versi pemahaman mereka.<\/p>\n\n\n\n Lucunya, ada di antara mereka yang tidak mampu membaca dan menerjemahkan sendiri teks arab dari kitab yang dijadikan referensi dengan enteng memvonis sebagai riwayat palsu. Malah menuduh lawan diskusinya mengarang terjemahan.<\/p>\n\n\n\n