Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Sedikit membuka lembaran sejarah, dahulu NU dan Muhammadiyah adalah dua ormas keagamaan terbesar yang yang punya konflik cukup panjang dan melahirkan dinding pemisah serta konflik di tataran pengikutnya.<\/p>\n\n\n\n Hal ini tidak lain karena perbedaan pandangan dan sebagian amaliyah, padahal keduanya lahir dari dua orang tokoh sealiran dan satu guru yang sama. Ya, wajar si .. anak kembar juga tak berarti sama.<\/p>\n\n\n\n Namun seiring berjalannya waktu, kini NU dan Muhammadiyah sudah semakin dewasa dan saling memahami masalah persoalan khilafiyah. Akhirnya NU dan Muhammadiyah menekuni bidang dakwah masing-masing dengan jamaah yang juga khas dengan segmen yang berbeda. Yang satu khas tradisional dan yang satu khas modern. Beda-beda dikit lah yang penting rukun.<\/p>\n\n\n\n Nah, di saat kedua ormas besar ini sudah rukun, semenjak terbukanya era reformasi, muncullah gerakan dakwah Wahabi<\/a><\/strong>. Aliran yang lebih berbahaya bahkan bersifat takfiri <\/a><\/strong>(mengkafirkan yang tidak sepaham).<\/p>\n\n\n\n Hal-hal yang dulu diperselisihkan antara NU-Muhammadiyah diungkit lagi oleh Wahabi. Hingga kalangan NU kembali harus menangkis dan melindungi warganya dari serangan \u201cdakwah\u201d dari pengikut Muhammadbin Abdul Wahab ini. <\/p>\n\n\n\n Karena sering dihajar habis-habisan oleh kalangan NU, tidak jarang Wahabi juga tak berkutik. Alih-alih terjadi perdebatan yang ilmiah, kalangan Wahabi biasanya malah seakan-akan ingin mengajari orang-orang NU. Padahal mereka sendiri tak pernah datang jika diajak berbedat, atau biar agak halus diganti diskusi ilmiah di forum terbuka.<\/p>\n\n\n\n Nah berikut biasanya hal-hal yang dilontarkan kaum Wahabi kepada kalangan NU yang seakan-akan mau mengajari. Padahal itu sudah makanan sehari-hari dari orang-orang Nahdliyyin.<\/p>\n\n\n\n 1. Jangan Suka Berdebat alias Jidal<\/strong><\/p>\n\n\n\n Ketika sekian banyak amaliyah kaum Nahdliyin diserang dengan vonis bidah, syirik, kurafat dan tak ada dalilnya, tentu saja para ulama dan pakar ormas ini tidak tinggal diam. Lalu muncullah jawaban, klarifikasi, bantahan hingga tantangan diskusi ilmiah agar jelas apakah tuduhan itu benar.<\/p>\n\n\n\n Sayangnya yang diajak berdebat seakan-akan ngasih nasehat, \u201cJangan suka berdebat, agama bukan untuk diperdebatkan.\u201d <\/p>\n\n\n\n Padahal bagi kalangan NU, khususnya para santri, berdebat adalah hal yang biasa dalam rangka mencari kebenaran. Istilahnya musyawarah atau mudzakarah. Dengan mengatakan jangan berdebat, itu sama saja mengklaim kebenaran hanya milik mereka sendiri, karena melarang pihak tervonis untuk membantah.<\/p>\n\n\n\n