Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Seringkali kaum Salafi Wahabi mengharamkan taklid kepada ulama, namun entah sadar atau tidak mereka ternyata begitu taklid buta terhadap Nashiruddin Albani<\/strong><\/a>. Bahkan berbagai gelar disematkan dari gelar Syekh, muhaddits sampai sebutan Imam.<\/p>\n\n\n\n Di mata Salafi Wahabi Albani dianggap sebagai seorang ulama hebat, canggih, dan harus dimuliakan, karena dianggap sebagai ahli Hadits yang mampu memberikan tingkatan kepada suatu Hadits. Namun benarkah demikian?<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya, Albani adalah seorang tukang jam. Ia memiliki kegemaran membaca buku, ia mendalami ilmu hadits secara otodidak (belajar sendiri), tanpa mempelajari hadits kepada para ulama, sebagaimana yang menjadi tradisi ulama salaf asli & ahli hadits. Oleh karena itu Albani tidak memiliki sanad hadits yang mu\u2019tabar (diakui).<\/p>\n\n\n\n Bahkan dia sendiri mengakui bahwa sebenarnya tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil (bersambung) sampai kepada Rasulullah meskipun begitu dia berani \u201cMentashih dan Mentadh\u2019ifkan\u201d hadits sesuai dengan kesimpulannya sendiri, meski banyak bertentangan dengan kaidah para ulama salaf ahli hadits.<\/p>\n\n\n\n Mari kita lihat salah satu perkataan Albani dalam kata pengantar kitabnya Shahih al Kalim ath Thayyib li ibn Taimiyyah yang tercantum di halaman 16, cetakan ke 1 tahun 1390 H:<\/p>\n\n\n\n \u0627\u0646\u0635\u062d \u0644\u0643\u0644 \u0645\u0646 \u0648\u0642\u0641 \u0639\u0644\u0649 \u0647\u0630\u0627 \u0627\u0644\u0643\u062a\u0627\u0628 \u0648 \u063a\u064a\u0631\u0647, \u0627\u0646 \u0644\u0627 \u064a\u0628\u0627\u062f\u0631 \u0627\u0644\u0649 \u0627\u0644\u0639\u0645\u0644 \u0628\u0645\u0627 \u0641\u064a\u0647 \u0645\u0646 \u0627\u0644\u0627\u062d\u0627\u062f\u064a\u062b \u0627\u0644\u0627 \u0628\u0639\u062f \u0627\u0644\u062a\u0623\u0643\u062f \u0645\u0646 \u062b\u0628\u0648\u062a\u0647\u0627, \u0648\u0642\u062f \u0633\u0647\u0644\u0646\u0627 \u0644\u0647 \u0627\u0644\u0633\u0628\u064a\u0644 \u0627\u0644\u0649 \u0630\u0644\u0643 \u0628\u0645\u0627 \u0639\u0644\u0642\u0646\u0627\u0647 \u0639\u0644\u064a\u0647\u0627, \u0641\u0645\u0627 \u0643\u0627\u0646 \u062b\u0627\u0628\u062a\u0627 \u0645\u0646\u0647\u0627 \u0639\u0645\u0644 \u0628\u0647 \u0648\u0639\u0636 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0627\u0644\u0646\u0648\u0627\u062c\u0630, \u0648\u0627\u0644\u0627 \u062a\u0631\u0643\u0647<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201cAku nasihatkan kepada setiap orang yang membaca buku ini atau buku yang lainnya, untuk tidak cepat-cepat mengamalkan hadits-hadits yang tercantum di dalam buku-buku tersebut, kecuali setelah benar-benar menelitinya. Aku telah memudahkan jalan tersebut dengan komentar-komentar yang aku berikan atas hadits tersebut, apabila hal tersebut (komentar dariku) ada, maka barulah ia mengamalkan hadits tersebut dan menggigit gerahamnya. Jika tidak ada (komentar dariku), maka tinggalkanlah hadits tersebut.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Perhatikan, dari perkataan albani diatas beberapa kalimat terakhir meskipun susunannya kacau masih dapat ditangkap. Pada kalimat terrsebut dapat dipahami bagaimana Albani memposisikan diri dan merasa sebagai ahli Hadits<\/strong> yang kemampuannya melebihi ulama hadits mu\u2019tabar yang terdahulu.<\/p>\n\n\n\n Pada kata pengantar Albani di atas perhatikan kalimat :<\/p>\n\n\n\n \u0641\u0645\u0627 \u0643\u0627\u0646 \u062b\u0627\u0628\u062a\u0627 \u0645\u0646\u0647\u0627 \u0639\u0645\u0644 \u0628\u0647 \u0648\u0639\u0636 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0627\u0644\u0646\u0648\u0627\u062c\u0630, \u0648\u0627\u0644\u0627 \u062a\u0631\u0643\u0647 \u2026<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201c\u2026apabila hal tersebut (komentar dariku) ada, maka barulah ia mengamalkan hadits tersebut dan menggigit gerahamnya.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Seharusnya, apabila memang albani merasa mumpuni di bidang hadits, tentunya tidak akan menuliskannya dengan tata bahasa yang kacau seperti diatas.<\/p>\n\n\n\n Syaikh Hasan bin Ali al Saqqaf (seorang sayyid keturunan Husein ra) dalam Tanaqudhat al Albani al Wadhihat meluruskan kesalahan fatal Albani. salah satunya pada kalimat tersebut. Syaikh Hasan mengatakan,<\/p>\n\n\n\n \u0627\u0644\u0635\u062d\u064a\u062d \u0627\u0646 \u064a\u0642\u0648\u0644: \u0625\u0639\u0645\u0644 \u0628\u0647 \u0648\u0639\u0636 \u0639\u0644\u064a\u0647 \u0628\u0627\u0644\u0646\u0648\u0627\u062c\u0630. \u0648\u0642\u062f \u0623\u062e\u0637\u0623 \u0641\u0649 \u0627\u0644\u062a\u0639\u0628\u064a\u0631 \u0644\u0636\u0639\u0641\u0647 \u0641\u0649 \u0627\u0644\u0644\u063a\u0629<\/strong><\/p>\n\n\n\n \u201cKalimat yang benar seharusnya berbunyi: \u201cI\u2019mal bihi wa \u2018adhdhu \u2018alaihi bi an nawajidz\u201d<\/strong>.<\/em> \u201cAmalkanlah dan gigitlah dengan gerahammu kuat-kuat. Dan sungguh ia telah salah di dalam mengungkapkan kalimat itu dikarenakan lemahnya ia di dalam berbahasa arab.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Jika diperhatikan statement Albani diatas juga bisa disimpulkan bahwa dia dengan beraninya melarang umat muslim untuk mengamalkan hadits-hadits shahih dari para imam muhaddits asli Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dll\u2026 kecuali hadits itu dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Albani.<\/p>\n\n\n\n Jika belum adalabel dishahihkan oleh Albani<\/strong>, maka hadits-hadits tersebut harus ditinggalkan?<\/p>\n\n\n\n Apabila sebuah hadits tidak ada \u201cembel-embel\u201d dishahihkan oleh Albani maka hadits tersebut diragukan keshahihannya? Meskipun hadits tersebut tercantum di dalam Kutibus As Sittah (6 kitab pokok hadist: 2 sahih Bukhari, Muslim dan 4 kitab sunnan)?<\/p>\n\n\n\n Pertanyaannya, seberapa alim kapasitas keilmuan Albani hingga merasa lebih hebat daripada ulama-ulama muhaddits asli? Sedangkan para ulama ahli hadits yang mu\u2019tabar tersebut masa kehidupannya jauh lebih dekat dengan masa Rasulullah Saw, sementara masa kehidupan Albani di abad 20 Masehi.<\/p>\n\n\n\n Sungguh luar biasa, seorang yang belajar hanya dari perpustakaan dan otodidak dapat melakukan hal seperti itu?<\/p>\n\n\n\n Padahal para muhaddits salaf asli bersepakat bahwa sesungguhnya keahlian \u201cMentashih dan Mentadh\u2019ifkan\u201d suatu hadits itu, adalah tugas para hafidz (ulama yang hafal sekurang-kurangnya 100rb hadits).<\/p>\n\n\n\n Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar Asqallani<\/strong><\/a> setidaknya ada tiga syarat bagi \u201cPentashih dan Pentadh\u2019if\u201d hadits :<\/p>\n\n\n\n Lebih parahnya, ketidaksesuaian Albani dengan syarat-syarat yang telah dijadikan standar oleh para ulama salaf, ternyata secara serampangan ia berani menyalahkan Imamul Muhadditsin, yaitu Imam Bukhari. Bahkan Albani berani meragukan keislaman dan keimanan Imam Bukhari<\/strong><\/a>.<\/p>\n\n\n\n Ketika Imam Bukhari mentakwili ayat mutasyabihat yaitu Firman Allah \u0643\u064f\u0644\u0651\u064f \u0634\u064e\u064a\u0652\u0621\u064d \u0647\u064e\u0627\u0644\u0650\u0643\u064c \u0625\u0650\u0644\u0651\u064e\u0627 \u0648\u064e\u062c\u0652\u0647\u064e\u0647<\/strong> yang artinya: \u201cSegala sesuatu akan hancur kecuali wajah-N<\/em>ya\u201d. Berkata Imam Bukhari: \u201dMakna (lafadz wajah-Nya) adalah mulkuhu (kerajaan\/kekuasaan Allah)\u201d<\/p>\n\n\n\n Ternyata Albani dengan keras berkata \u0647\u0630\u0627 \u0644\u0627 \u064a\u0642\u0648\u0644\u0647 \u0645\u0633\u0644\u0645 \u0645\u0624\u0645\u0646<\/strong> yang artinya: “Ini sepatutnya tidak dituturkan oleh seorang muslim yang beriman”.<\/p>\n\n\n\n Ucapan Albani ini sama saja mempunyai makna pengkafiran terhadap Imam Bukhari<\/p>\n\n\n\n