Secara Kultural Nahdlatul Ulama meneladani konsep dakwah santun dan menghormati tradisi budaya sebagai sunnatullah. <\/em>Tidak seperti golongan wahabi salafi <\/em>yang menempatkan tradisi budaya sebagai musuh islam. Sebuah kemustahilan jika Islam dapat bersatu dengan tradisi dan budaya Nusantara, apalagi dihubungkan dengan bid\u2019ah, <\/em>kesesatan dan syirik.<\/em><\/p>\n

Semangat dakwah Kultural ala Nahdlatul Ulama dipahami sebagai pengakomodasian nilai Islam dalam wadah kebudayaan. Bahwa kumpul-kumpul <\/em>adalah kebiasaan penduduk di Nusantara, maka diisi dengan nilai Islam berupa membaca surat-surat pilihan bersama-sama. Jika dibiarkan begitu saja, kumpul-kumpul <\/em>akan sangat berisiko terjerumus kepada perjudian, mabuk-mabukan dan lain-lain.<\/p>\n

Tradisi lain yang eksis di Nusantara adalah kebiasaan untuk slametan <\/em>atau membuat makanan yang dipersembahkan kepada arwah leluhur. Tentunya hal tersebut sangat bertentangan dengan konsep tauhid <\/em>dalam Islam.<\/p>\n

Dakwah Walisongo mencoba merubah pola slametan <\/em>untuk arwah leluhur, diganti dengan acara doa bersama dan ditutup menggunakan shadaqah <\/em>makanan siap santap.<\/p>\n

Slametan <\/em>tetap eksis sebagai Istilah, namun isinya sama sekali tidak mengandung kesyirikan. Kaidah fikih yang berlaku dalam konsep dakwah ini adalah,<\/p>\n

\u0645\u0627 \u0644\u0627 \u064a\u062f\u0631\u0643 \u0643\u0644\u0647 \u0644\u0627 \u064a\u062a\u0631\u0643 \u0643\u0644\u0647\u00a0<\/strong><\/p>\n

Artinya; \u2018apa yang tidak bisa dikerjakan dengan sempurna atau ideal, maka jangan sampai sama sekali tidak melakukan\u2019<\/em><\/p>\n

Aplikasi dari kaidah Ushul Fikih di atas adalah ketika tidak bisa sempurna atau ideal maka jangan sama sekali tidak melakukan. Jika dakwah Islam tidak bisa ideal sesuai Rasulullah SAW maka jangan sampai meninggalkan obyek dakwah dengan hanya meninggalkan luka dijuluki ahlu bid\u2019ah, syirik <\/em>atau sesat.<\/p>\n

Sedangkan golongan salafi wahabi <\/em>sangat getol menuduhkan panah permusuhan kepada Muslim Nusantara dengan menyebut ahlu bid\u2019ah.<\/em> Tradisi Islam Nusantara merupakan bentuk akomodasi dan renungan panjang Walisongo guna mentauhidkan Nusantara.<\/p>\n

Namun golongan purifikasi <\/em>ala wahabi salafi <\/em>dengan congkaknya menuduh bid\u2019ah, kafir, syirik <\/em>Muslim yang berislam dengan media tradisi budaya. Nilai Islam apa yang diperjuangkan oleh salafi wahabi <\/em>ketika hanya menggolongkan orang sudah Muslim sebagai Ahlu Bid\u2019ah, Syirik, Sesat <\/em>bahkan Kafir<\/em>?<\/p>\n

Ash-Shawabu Minallah<\/em><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

PeciHitam.org – Tidak akan bisa\u00a0 dipungkiri bahwa perkembangnya Islam di Nusantara tidak terlepas dari sentuhan dakwah santun ala Walisongo. Dewan dakwah ini menggunakan pendekatan budaya dan tradisi untuk menginternalisasi atau membumikan nilai-nilai Islam. Pola membumikan Islam dengan sangat halus yang dilakukan oleh Walisongo menjadikan Islam berterima dengan sangat pesat. Tanpa terasa, pendudukan Nusantara khususnya di […]<\/p>\n","protected":false},"author":40,"featured_media":61594,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[13],"tags":[12364],"yoast_head":"\n