Pecihitam.org<\/strong> – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 649 \u2013 Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul \u201cKapan Sujud Orang yang Berada di Belakang Imam?\u201d Hadis dari Abdullah bin Yazid ini menjelaskan tatacara shalat Nabi saw. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 301-306.<\/p>\n\n\n\n \u062d\u064e\u062f\u064e\u0651\u062b\u064e\u0646\u064e\u0627 \u0645\u064f\u0633\u064e\u062f\u064e\u0651\u062f\u064c \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u062d\u064e\u062f\u064e\u0651\u062b\u064e\u0646\u064e\u0627 \u064a\u064e\u062d\u0652\u064a\u064e\u0649 \u0628\u0652\u0646\u064f \u0633\u064e\u0639\u0650\u064a\u062f\u064d \u0639\u064e\u0646\u0652 \u0633\u064f\u0641\u0652\u064a\u064e\u0627\u0646\u064e \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u062d\u064e\u062f\u064e\u0651\u062b\u064e\u0646\u0650\u064a \u0623\u064e\u0628\u064f\u0648 \u0625\u0650\u0633\u0652\u062d\u064e\u0627\u0642\u064e \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u062d\u064e\u062f\u064e\u0651\u062b\u064e\u0646\u0650\u064a \u0639\u064e\u0628\u0652\u062f\u064f \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u0650 \u0628\u0652\u0646\u064f \u064a\u064e\u0632\u0650\u064a\u062f\u064e \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u062d\u064e\u062f\u064e\u0651\u062b\u064e\u0646\u0650\u064a \u0627\u0644\u0652\u0628\u064e\u0631\u064e\u0627\u0621\u064f \u0648\u064e\u0647\u064f\u0648\u064e \u063a\u064e\u064a\u0652\u0631\u064f \u0643\u064e\u0630\u064f\u0648\u0628\u064d \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u0643\u064e\u0627\u0646\u064e \u0631\u064e\u0633\u064f\u0648\u0644\u064f \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u0650 \u0635\u064e\u0644\u064e\u0651\u0649 \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u064f \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650 \u0648\u064e\u0633\u064e\u0644\u064e\u0651\u0645\u064e \u0625\u0650\u0630\u064e\u0627 \u0642\u064e\u0627\u0644\u064e \u0633\u064e\u0645\u0650\u0639\u064e \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u064f \u0644\u0650\u0645\u064e\u0646\u0652 \u062d\u064e\u0645\u0650\u062f\u064e\u0647\u064f \u0644\u064e\u0645\u0652 \u064a\u064e\u062d\u0652\u0646\u0650 \u0623\u064e\u062d\u064e\u062f\u064c \u0645\u0650\u0646\u064e\u0651\u0627 \u0638\u064e\u0647\u0652\u0631\u064e\u0647\u064f \u062d\u064e\u062a\u064e\u0651\u0649 \u064a\u064e\u0642\u064e\u0639\u064e \u0627\u0644\u0646\u064e\u0651\u0628\u0650\u064a\u064f\u0651 \u0635\u064e\u0644\u064e\u0651\u0649 \u0627\u0644\u0644\u064e\u0651\u0647\u064f \u0639\u064e\u0644\u064e\u064a\u0652\u0647\u0650 \u0648\u064e\u0633\u064e\u0644\u064e\u0651\u0645\u064e \u0633\u064e\u0627\u062c\u0650\u062f\u064b\u0627 \u062b\u064f\u0645\u064e\u0651 \u0646\u064e\u0642\u064e\u0639\u064f \u0633\u064f\u062c\u064f\u0648\u062f\u064b\u0627 \u0628\u064e\u0639\u0652\u062f\u064e\u0647\u064f \u062d\u064e\u062f\u064e\u0651\u062b\u064e\u0646\u064e\u0627 \u0623\u064e\u0628\u064f\u0648 \u0646\u064f\u0639\u064e\u064a\u0652\u0645\u064d \u0639\u064e\u0646\u0652 \u0633\u064f\u0641\u0652\u064a\u064e\u0627\u0646\u064e \u0639\u064e\u0646\u0652 \u0623\u064e\u0628\u0650\u064a \u0625\u0650\u0633\u0652\u062d\u064e\u0627\u0642\u064e \u0646\u064e\u062d\u0652\u0648\u064e\u0647\u064f \u0628\u0650\u0647\u064e\u0630\u064e\u0627<\/strong><\/strong><\/p>\n\n\n\n Terjemahan: <\/strong>Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa’id] dari [Sufyan] berkata, telah menceritakan kepadaku [Abu Ishaq] berkata, telah menceritakan kepadaku [‘Abdullah bin Yazid] berkata, telah menceritakan kapadaku [Al Bara’] -dan ia bukanlah pendusta- ia berkata, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan ‘SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH’, tidak ada seorangpun dari kami yang membungkukkan punggungnya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam benar-benar (meletakkan kepalanya) bersimpuh dalam sujud, barulah setelah itu kami bersujud.” Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu’aim] dari [Sufyan] dari [Abu Ishaq] dengan hadits yang seperti ini.”<\/p>\n\n\n\n Keterangan Hadis: <\/strong>(Bab kapan sujud orang yang berada di belakang imam) yakni pada saat i’tidal (bangkit dari ruku) dan pada saat duduk di antara dua sujud.<\/p>\n\n\n\n \u0648\u064e\u0647\u064f\u0648\u064e \u063a\u064e\u064a\u0652\u0631 \u0643\u064e\u0630\u064f\u0648\u0628<\/strong> (dan dia bukan pendusta<\/em>) Secara lahiriah kalimat ini adalah perkataan Abdullah bin Zaid. Inilah yang dijadikan landasan Al Humaidi dalam kitabnya Al Jam’ serta penulis kitab Al Umdah. Akan tetapi Abbas Ad-Dauri meriwayatkan dalam kitabnya At-Tarikh dari Yahya bin Ma’in, bahwa kalimat “dan dia bukan pendusta” ditujukan kepada Abdullah bin Yazid (yakni perawi hadits ini dari Al Barra’) bukan ditujukan kepada Al Barra’, karena tidak boleh dikatakan kepada salah seorang sahabat Nabi SAW bahwa ia bukan pendusta. Maksudnya bahwa perkataan seperti ini hanya pantas ditujukan kepada mereka yang diragukan kualitas agamanya. Sementara semua sahabat adalah orang-orang yang baik agamanya sehingga tidak membutuhkan tazkiyah (pernyataan bahwa ia seorang yang baik agamanya). Namun perkataan Yahya bin Ma’in ditanggapi oleh Al Khaththabi, bahwa perkataan ini tidak berindikasi tuduhan atas perawi, bahkan ia hendak menetapkan hakikat kejujurannya.<\/p>\n\n\n\n Al Khaththabi melanjutkan, “Ucapan ini merupakan perkara yang biasa dikatakan mereka saat akan menekankan pengetahuan tentang perawi serta mengamalkan apa yang diriwayatkannya.” Abu Hurairah biasa mengatakan, “Aku mendengar kekasihku, yang jujur dan terpercaya.” Ibnu Mas’ud berkata, “Telah menceritakan kepadaku orang yang jujur lagi terpercaya.”<\/p>\n\n\n\n Al Qadhi Iyadh berkata, ”Mengucapkan perkataan ini kepada sahabat tidaklah dilarang, karena ucapan tersebut tidak dimaksudkan mengukuhkan kualitas agama para sahabat Nabi SAW, akan tetapi untuk mengukuhkan kedudukan hadits, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Al Barra’ yang bebas dari tuduhan dusta.<\/p>\n\n\n\n Hal yang serupa telah dikatakan Abu Muslim Al Khaulani, “Telah menceritakan kepadaku orang yang dicintai dan dipercaya.” Begitu pula Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairah, mereka biasa mengucapkan hal serupa terhadap Nabi SAW. Kemudian dia mengatakan, “Hal ini mereka katakan sebagai penegasan akan keautentikan hadits, bukan membebaskan perawi hadits dari tuduhan dusta. Di samping itu, perkataan Ibnu Ma’in bahwa pengukuhan kualitas agama Al Barra’ tidak dibutuhkan karena dia adalah seorang sahabat, tetapi tidak melakukan hal serupa terhadap Abdullah bin Zaid adalah tindakan yang tidak berdasar, karena Abdullah bin Zaid juga seorang sahabat” Demikian pendapat Al Qadhi Iyadh. Pendapat ini diikuti oleh Imam An-Nawawi.<\/p>\n\n\n\n Saya mengetahui bahwa pendapat itu dia ambil dari perkataan Al Khaththabi, hanya saja dia lebih memperluas seraya memberi tambahan di akhirnya. Tetapi tanggapan yang terakhir ini kurang tepat, karena Yahya bin Ma’in tidak memasukkan Abdullah bin Zaid dalam golongan sahabat Hal serupa dikemukakan pula oleh Mush’ab Az-Zubairi. Sementara Imam Ahmad, Abu Hatim serta Abu Daud tidak menentukan sikap dalam hal itu. Adapun pernyataan bahwa dia tergolong sahabat dikemukakan oleh Ibnu Al Barqi, Ad-Daruquthni serta sejumlah ulama lainnya.<\/p>\n\n\n\n Imam An-Nawawi berkata, “Makna hadits tersebut adalah; Al Barra’ telah menceritakan kepadaku, dimana dia bukan seorang yang dituduh berdusta. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempercayai apa\u00ad-apa yang aku kabarkan kepada kalian darinya”<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi salah seorang ulama muta’akhirin mengkritik hal ini, dia berkata, “Seakan-akan beliau tidak memiliki pengetahuan tentang ‘ilmu bayan’[1]<\/a> karena dalam hal ini terdapat perbedaan sangat Jclas antara perkataan ‘Fulan seorang yang jujur’ dengan perkataan ‘Fulan bukan pendusta’. Sebab kalimat pertama menetapkan sifat tersebut bagi pemiliknya, sementara kalimat kedua menafikan Jawabannya (pendusta). Dengan demikian, keduanya memiliki perbedaan.” Dia mengatakan pula, “Adapun rahasia dalam hal ini, bahwa menafikan lawan sifat merupakan jawaban bagi mereka yang menetapkannya. Hal ini berbeda dengan menetapkan sifat”<\/p>\n\n\n\n