Pecihitam.org<\/a><\/strong> – Tuan Guru Reteh bernama lengkap Syekh Abdurrahman bin Ya\u2019qub. Namanya dan nama orang tuanya tersebut bukanlah nama asli sejak dilahirkan, tetapi merupakan pergantian nama pasca kembali dari tanah suci. <\/p>\n\n\n\n Nama asli Abdurrahman adalah \u201cMansur\u201d, sedangkan nama ayahnya adalah \u201cRajab\u201d. Maka semestinya nama aslinya adalah Syekh Mansur bin Rajab, namun masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Syekh Abdurrahman bin Ya\u2019qub.<\/p>\n\n\n\n Tuan Guru Reteh dilahirkan di Desa Sungai Bangkar, Reteh, Indragiri Hilir, pada tanggal 12 Oktober 1912 M\/ 1 Dzulqaidah 1330 H. Sejak kecil Tuan Guru Reteh telah mendapat didikan agama dari sang ayah yang merupakan alumni institusi pendidikan Islam di Kedah, Malaysia. <\/p>\n\n\n\n Ayahnya ini termasuk pemuka Agama dan tokoh masyarakat yang berhasil membuka lahan perkebunan kelapa yang dinamai dengan namanya sendiri \u201cParit Rajab\u201d. <\/p>\n\n\n\n Karena faktor finansial ayahnya inilah mengantarkan sekeluarga ke tanah suci Mekah, sekaligus mengantarkan Tuan Guru muda untuk menuntut ilmu.<\/p>\n\n\n\n Sebelum ke Mekah, Tuan Guru Reteh sempat menimba ilmu di Teluk Dalam Sapat. Di tempat ini ia belajar kepada H. Zuhri dan H. Lahya. Dari dua orang gurunya ini ia belajar dasar-dasar Islam, seperti: al-Qur\u2019an, tafsir, hadits, tauhid, fiqih, bahkan ilmu falak. <\/p>\n\n\n\n Setelah bekal keilmuanya cukup, maka tahun 1927 M\/ 1345 H, ia bersama keluarganya berangkat ke tanah suci Mekah. Mekah ketika itu selain sebagai tujuan ibadah haji juga sebagai pusat pendidikan agama Islam.<\/p>\n\n\n\n Di Mekah Tuan Guru Reteh secara formal belajar di Madrasah al-Shaulatiyah. Madrasah ini didirikan oleh seorang wanita keturnan India. Ada banyak pelajar dan pengajar dari Nusantara mengabdikan ilmu di Madrasah ini. <\/p>\n\n\n\n Tuan Guru Reteh berhasil menyelesaikan pendidikan menengahnya di Madrasah al-Shaulatiyah dalam waktu tempuh 5 tahun, kemudian ia bersama rekan-rekannya ikut keluar dari institusi itu setelah terjadinya konflik internal tentang pelecehan penggunaan bahasa Melayu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n Tuan Guru Reteh akhirnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di Madrasah Dar al-Ulum al-Diniyah yang baru didirikan 1934. Di tempat ini, ia juga diberikan izin mengajar untuk Pendidikan Dasar. <\/p>\n\n\n\n Begitu pula di Masjidil Haram<\/a>, ia diperkenankan untuk membuka halaqah. Jadi, waktu Tuan Guru Reteh dihabiskan untuk belajar sekaligus mengajar di Mekah kurang lebih 12 tahun.<\/p>\n\n\n\n Ada banyak sekali guru-guru dari Tuan Guru Reteh, antara lain: Syekh Muhammad Ali al-Maliki (w. 1368 H), Sayid Hasan Masysyath (w. 1399 H), Sayid Muhsin al-Musawa (w. 1354 H), Syekh Umar Hamdan (w 1368 H), Syekh Said al-Yamani (w. 1352 H), Syekh Zubair al-Malawi, Syekh Muhammad Zen Bawean (w. 1426 H), Syekh Said Tungkal (w. 1405 H), Syekh Utsman Tungkal, Syekh Idris Jambi, Syekh Abdul Hamid Amuntai (w. 1370 H), termasuk juga Syekh Muhammad Yasin al-Fadani (w. 1410 H). <\/p>\n\n\n\n