Pecihitam.org\u2013<\/a> Qashar adalah meringkas jumlah rakaat shalat, misalnya Dzhuhur yang semula empat rakaat, kemudian dilakukan dengan dua rakaat. Sama halnya dengan jamak<\/a>, qashar merupakan salah satu rukhshah<\/em> (keringanan) yang diberikan pada mereka yang melakukan safar (perjalanan) dengan jarak minimal 120 KM berdasarkan pendapat mayoritas ulama. <\/p>\n\n\n\n Perbedaan antara jamak dan qashar adalah, kalau qashar merupakan rukhshah<\/em> yang khusus bagi mereka yang melakukan safar. Sementara jamak, menurut sebagian keterangan, ada beberapa kondisi lain yang memperbolehkan seseorang menjamak shalat.<\/p>\n\n\n\n Agar lebih terarah, tulisan ini fokus pada qashar shalat saat melakukan safar. Ada banyak ketentuan agar seseorang boleh mengqashar shalat, diantaranya adalah berkaitan dengan tujuan dari perjalanan itu.<\/p>\n\n\n\n Saya anggap urgen menulis tema ini, karena tak jarang pertanyaan, “Bolehkah Melakukan Qashar Ketika Melakukan Perjalanan Wisata?”.<\/em><\/p>\n\n\n\n Pertanyaan semacam ini timbul karena memang sebagian orang masih menginginkan penegasan tentang maksud \u0639\u062f\u0645<\/strong> \u0627\u0644\u0645\u0639\u0635\u064a\u0629<\/strong> (tidak ada motif maksiat) sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab Fiqih dasar.<\/p>\n\n\n\n Apakah frase itu bermakna luas, yang penting perjalanan tidak ada motif maksiatnya atau terbatas pada perjalanan yang bermanfaat, seperti menuntut ilmu, berdagang dan sebagainya, sementara perjalanan wisata sepertinya lebih pada senang-senang dan refreshing<\/em>?<\/p>\n\n\n\n Sebatas penulusuran saya dalam beberapa refrensi Fiqh, memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kebolehan hukum qashar shalat saat melakukan perjalanan wisata. Ada yang membolehkan, dan ini pendapat mayoritas serta mu’tamad<\/em>, namun ada juga yang berpendapat tidak boleh.<\/p>\n\n\n\n Pendapat yang membolehkan dengan alasan karena yang dimaksud dengan ‘adamul ma’shiyah<\/em> yang penting tidak berupa maksiat. Perjalanan dalam rangka ketaatan seperti menuntut ilmu membolehkan qashar. Atau perjalanan yang sifatnya mubah, ya seperti perjalanan wisata. Bahkan perjalanan untuk sesuatu yang makruh juga dibolehkan melakukakan qashar.<\/p>\n\n\n\n Berikut saya kutipkan pendapat dari Madzhab Syafi’i yang juga diikuti mayoritas ulama, tertuang dalam Nihayah al-Muhtaj<\/em>-nya Imam ar-Ramli.<\/p>\n\n\n\n \u0648\u0639\u062f\u0645 \u0627\u0644\u0645\u0639\u0635\u064a\u0629 \u0633\u0648\u0627\u0621 \u0623\u0643\u0627\u0646 \u0627\u0644\u0633\u0641\u0631 \u0637\u0627\u0639\u0629 \u0623\u0645 \u0645\u0643\u0631\u0648\u0647\u0627 \u0623\u0645 \u0645\u0628\u0627\u062d\u0627 \u0648\u0644\u0648 \u0633\u0641\u0631 \u0646\u0632\u0647\u0629<\/strong><\/p>\n\n\n\n