Pecihitam.org<\/strong> – Kementerian Agama (Kemenag) belum lama ini merilis sebuah hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa mantan teroris mempercayakan sekolah negeri untuk anak-anaknya menimba ilmu atau di sekolah yang tak memiliki afiliasi dengan kelompok ekstrem.<\/p>\n\n\n\n “Sedikit dari kasus-kasus yang dikaji yang memperlihatkan kecenderungan mantan narapidana terorisme menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga pendidikan dengan orientasi keislaman Salafi atau Wahabi,” kata peneliti Balitbang Agama Jakarta di Jakarta, Mulyana, dikutip dari Ayobekasi, Jumat, 30 Agustus 2019. <\/p>\n\n\n\n Hasil penelitian itu, kata Mulyana, dilakukan oleh tim yang\nterdiri dari sembilan orang, yaitu Mulyana, Sumarsih Anwar, Nursalamah Siagian,\nIbnu Salman, Sapto Priyanto, Saimroh, Nur Alia, Neneng Habibah, dan Juju\nSaepudin. <\/p>\n\n\n\n \u201cDengan fakta bahwa mantan teroris itu mempercayakan\npendidikan anaknya di sekolah negeri menjadi penanda mereka secara perlahan\nsudah mau untuk menyatu dengan Indonesia dan meninggalkan jalan kekerasan,\u201d\nujarnya.<\/p>\n\n\n\n Lanjut ia mengatakan, deradikalisasi terjadi karena dukungan\ndan ikatan positif yang terjalin dengan keluarga. Penyesalan yang dikemukakan\nsebagian mantan narapidana terorisme adalah terkait dampak negatif keterlibatan\nmereka dalam aksi terorisme yang menimpa keluarganya.<\/p>\n\n\n\n “Dampak psikologis\nyang dirasakan orang-orang terdekat mereka, baik orang tua maupun anak-anak\nmereka, tampaknya menjadi penggerak utama pelaku meninggalkan jalan\nkekerasan,” terangnya.<\/p>\n\n\n\n \u201cHal itu sejalan dengan temuan studi Altier et al (2014)\nbahwa ikatan positif dengan anggota keluarga yang tidak memiliki pandangan\nekstrem dapat menyebabkan orang-orang radikal memikirkan ulang keyakinan\nmereka,\u201d tambahnya.<\/p>\n\n\n\n Penelitian itu, kata dia, dilakukan di sembilan lokasi di Jawa\nBarat dan Banten. <\/p>\n\n\n\n \u201cRiset dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif\nberupa studi kasus dengan sembilan narasumber mantan teroris,\u201d ujar Mulyana.<\/p>\n\n\n\n \u201cPengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara,\nobservasi dan studi dokumen,\u201d tambahnya.<\/p>\n\n\n\n Wawancara, kata\nMulyana, dilakukan terhadap keluarga, yaitu pasangan suami-istri dan anak dari\nmantan narapidana terorisme. <\/p>\n\n\n\n \u201cPengumpulan data lapangan dilakukan pada 5-9 Juli 2019 dan\n15-24 Juli 2019,\u201d terangnya.<\/p>\n\n\n\n Ia juga mengemukakan bahwa isu anak mantan teroris sekolah\ndi lembaga pendidikan negeri itu mengemuka dan penting diangkat. <\/p>\n\n\n\n Sekedar diketahui, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme\n(BNPT) pada Tahun 2018 menyebut ada 500 orang teroris yang ditahan dan jumlah\nanak mereka sebanyak 1.800 orang. Belum lagi anak-anak mantan narapidana\nterorisme yang telah selesai menjalani hukumannya, yang tidak terdata secara\nbaik. <\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":" Pecihitam.org – Kementerian Agama (Kemenag) belum lama ini merilis sebuah hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa mantan teroris mempercayakan sekolah negeri untuk anak-anaknya menimba ilmu atau di sekolah yang tak memiliki afiliasi dengan kelompok ekstrem. “Sedikit dari kasus-kasus yang dikaji yang memperlihatkan kecenderungan mantan narapidana terorisme menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga pendidikan dengan orientasi keislaman Salafi […]<\/p>\n","protected":false},"author":15,"featured_media":6893,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[2,3],"tags":[3558,47,25],"yoast_head":"\n