Pecihitam.org<\/strong> – Dalam sejarah Islam tercatat bahwa Nabi Muhammad Saw hidup dalam suatu masyarakat yang begitu plural dan majemuk, termasuk plural dari sudut agama. <\/p>\n\n\n\n

Ketika Nabi berumur sebelas tahun, sang paman, Abu Thalib, membawanya ke Syam, di Syam itulah Nabi berjumpa dengan seorang pendeta Yahudi, dari pendeta ini diketahui bahwa Nabi pertama kali mendapat kesaksian tentang kenabiannya, bahwa kelak Muhammad akan menjadi seorang Nabi. <\/p>\n\n\n\n

Ini menunjukkan bahwa pengakuan kenabian terhadap Nabi Muhammad pertama kali justru diberikan oleh seorang pendeta dari kalangan Yahudi.<\/p>\n\n\n\n

Bahkan,\nketika Nabi Muhammad baru saja mendapatkan wahyu di Goa Hiro\u2019, sepulang dari\nGoa itu  Nabi sempat bingung apa gerangan\nyang terjadi pada dirinya. Maka, sang istri, Siti Khadijah, datang menjumpai\nAbu Bakar lalu Abu Bakar menemui seorang pendeta Kristen yang dikenal dengan\nnama Waraqah bin Naufal. Waraqah berkata, bahwa yang datang kepada Nabi\nMuhammad itu adalah \u201cannamusul akbar al-ladzi\nja\u2019a ila musa<\/em>\u201d yakni Malaikat Jibril yang dahulu juga datang kepada Nabi\nMusa as.<\/p>\n\n\n\n

Waraqah\npun melanjutkan, bahwa Muhammad adalah adalah seorang Nabi dari komunitas ini.\nLagi-lagi, yang memberikan kesaksian terhadap kenabian Muhammad adalah seorang\npendeta Kristen. <\/p>\n\n\n\n

Dengan\ndemikian, seharusnya sejarah seperti ini penting diketahui oleh publik Islam bahwa\npada mulanya agama Yahudi, Kristen, dan Islam tidak memandang ancaman terhadap\nkehadiran Nabi Muhammad, yakni seorang Nabi dari golongan atau masyarakat Arab Quraish.<\/p>\n\n\n\n

Nabi\nMuhammad adalah Nabi yang datang dari masyarakat Arab tapi kemudian diberi\njustifikasi dan dilegitimasi oleh orang-orang Yahudi dan Kristen. Selain itu, yang\njuga penting diketahui oleh publik Islam adalah keberadaan seorang perempuan di\nsekitar Nabi, yakni Maria al-Qibtia. Dia adalah seorang budak perempuan yang\ndimiliki oleh Nabi, dari Maria inilah Nabi memiliki seorang anak bernama\nIbrahim. <\/p>\n\n\n\n

Konon\nNabi Muhammad pernah bersabda, \u201cSeandaiknya\npintu kenabian masih dibuka, maka niscaya Ibrahimlah yang akan menjadi Nabi\nsetelahku<\/em>\u201d. Tapi sayang, Ibrahim meninggal dunia ketika masih berusia\nkecil.<\/p>\n\n\n\n

Hal\nlain yang juga penting diketahui adalah Sifia bintu Huyai, salah seorang istri\nNabi yang bapaknya adalah seorang pendeta besar agama Yahudi, yang artinya\npendeta ini memiliki pengaruh yang besar di lingkungan Yahudi. Meski begitu,\nSifia pada akhirnya memeluk Islam dan meninggalkan agama bapaknya.<\/p>\n\n\n\n

Dari\nberbagai penjelasan ini, saya ingin katakan bahwa agama Yahudi dan Kristen\nbukanlah agama yang asing bagi Nabi Muhammad. Nabi tumbuh dan besar di\nlingkungan masyarakat yang plural dari berbagai suku dan agama. Berbagai tokoh\nyang saya sebutkan tadi, merupakan orang-orang yang dekat dengan Nabi, dalam\narti bahwa Nabi sendiri secara individual bersentuhan secara langsung dengan\norang-orang non muslim. <\/p>\n\n\n\n

Umumnya, sejarah seperti ini masih banyak yang tidak diketahui oleh publik Islam, yang sekan-akan Nabi Muhammad terkesan hanya bergaul dengan orang-orang Islam saja. Padahal fakta sejarah menunjukkan bahwa Nabi Muhammad juga bergaul dengan orang-orang di luar Islam dalam suatu masyarakat yang majemuk.<\/p>\n\n\n\n

Karenanya, umat Islam dewasa ini tidak perlu merasa anti-pati atau alergi dengan komunitas non muslim<\/a><\/strong>, meski memiliki syariat dan akidah yang berbeda secara tajam, bukan berarti umat Islam harus menjauhi pemeluk agama lain. <\/p>\n\n\n\n

Apalagi bila ingin berbuat baik, tidak perlu pilih-pilih umat yang seagama, selama orang lain membutuhkan bantuan, betapapun mereka non muslim, maka umat Islam harus membantunya atas nama kemanusiaan dan tanpa pilih kasih.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Pecihitam.org – Dalam sejarah Islam tercatat bahwa Nabi Muhammad Saw hidup dalam suatu masyarakat yang begitu plural dan majemuk, termasuk plural dari sudut agama. Ketika Nabi berumur sebelas tahun, sang paman, Abu Thalib, membawanya ke Syam, di Syam itulah Nabi berjumpa dengan seorang pendeta Yahudi, dari pendeta ini diketahui bahwa Nabi pertama kali mendapat kesaksian […]<\/p>\n","protected":false},"author":13,"featured_media":8983,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[8],"tags":[4042,4043,343],"yoast_head":"\n