Benarkah Khilafah Merupakan Solusi bagi Umat Islam? Baca dulu!

khilafah solusi umat islam

Pecihitam.org – Ide pembentukan kembali Negara Khilafah di prakarsai oleh Hasan al-Banna dengan membentuk gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir pada tahun 1928. Gerakan ini awalnya dimaksudkan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, tetapi kemudian tumbuh menjadi gerakan politik. Gerakan tersebut telah menyebar di seluruh dunia termasuk juga Indonesia

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selain Ikhwanul Muslimin gerakan lain yang juga ingin mendirikan khilafah adalah Hizbut Tahir yang dipelopori oleh Syekh Taqiyuddin an Nabhani. Di Indonesia sendiri Hizbut Tahrir mengembangkan sayapnya dengan menyebut dirinya sebagai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun gerakan ini akhirnya mendapat pro dan kontra terhadap isu yang di bawa oleh gerakan tersebut.

Menurut HTI, masalah utama yang menimpa kaum muslimin saat ini di sebabkan tidak di terapkannya hukum-hukum islam. Dan Khilafah Islamiyah adalah satu-satunya wadah dan solusi yang mampu menjamin penerapan sistem dan hukum-hukum islam sepenuhnya bagi umat.

Mengingat bahwa banyak sekali problema yang terjadi dalam sistem pemerintahan di negara-negara Islam, seperti Indonesia salah satunya. Lalu benarkah sistem pemerintahan khilafah adalah solusi bagi umat islam?

Khilafah menurut Ibnu Khaldun adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di seluruh dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan membawa dakwa Islam ke seluruh dunia. Yang pada intinya khilafah merupakan bentuk dari kepemimpinan umum yang mengurusi semua perkara baik dari agama sampai kenegaraan, sebagai wakil dari Nabi Muhammad Saw.

Sistem khilafah memulai puncak kejayaannya sejak zaman Al-Khulafaur Al-Rasyidin sampai Masa Turki Utsmani. Dan setelah itu pemerintahan Islam mulai mengalami kemunduran dengan runtuhnya dinasti Turki Usmani.

Dari sisi sejarah tumbangnya sistim khilafah Usmani disebabkan oleh berbagai faktor. Ada yang mengatakan sebagian sultan Turki Utsmani yang melalaikan urusan kenegaraan serta kepentingan dalam perjuangan umat islam dan lebih memilih untuk bersenang-senang di atas kekuasaan mereka.

Baca Juga:  Berhijab yang Destruktif dan Kebebasan dalam Berbusana

Adapun faktor-faktor lain yaang menyebabkan kemunduran Khilafah Turki Utsmani, yaitu perekonomian yang semakin melemah, adanya pengaruh barat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, melemahnya sosial dan moral, kebiasaan pungli oleh orang-orang yang ingin memiliki jabatan, pemimpin yang lemah serta kecintaanya pada dunia yang suka bermewah-mewahan.

Setelah Turki Utsmani mengalami kehancuran, kemudian di lanjutkan oleh Musthofa Kemal yang menghapus posisi khalifah dengan menggantinya menjadi presiden. Ada yang mengatakan bahwa Musthofa Kemal ini juga salah satu orang yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Turki Usmani karena konspirasinya dengan negara barat untuk meruntuhkan Kesultanan Turki tersebut.

Adapun dasar hukum yang akhirnya di gunakan oleh sebagian ulama yang mengatakan wajibnya berdirinya khilafah dalam pengertian imamah (kepemimpinan) yaitu Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan alasan logika. Namun, sebenarnya dalam Al-Qur’an pun tidak menjelaskan secara jelas mengenai wajibnya pemerintahan khilafah, misalnya seperti dalam QS.An-Nisa ayat 59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kami. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

“Siapa saja yang datang kepada kamu sekalian, sedangkan urusan kalian di tangani (di atur) oleh seorang Khalifah, kemudian dia hendak memecah belah umat, maka perangilah dia.” (HR. Muslim)

Kedua dalil tersebut sering digunakan untuk menguatkan argumentasi khilafah mereka. Padahal jika dikaji kembali dalil tersebut hanya menjelaskan tentang pentingnya mengangkat seorang pemimpin dan fingsinya berkenaan dengan urusan umat amar ma’ruf nahi munkar yang hukumnya wajib, sehingga dapat di laksanakan dengan mudah dengan hadirnya seorang pemimpin. Sehingga tidak terjadi perselisihan , pertentangan, kedzaliman dan permusuhan yang di buat oleh manusia.

Baca Juga:  Sikapi ASN Pendukung Khilafah, Menag: Kalau Nggak Bisa Berubah Keluar dari Negara Ini!

Menurut para pemikir politik Islam, dalam konteks perumusan teori terkait pembentukan negara dan pemerintahan islam ini menilai, bahwa keterbatasan manusia untuk saling bekerja sama sehingga dapat memenuhi keanekaragaman kebutuhan mereka saat ini menjadi kendala dalam pembentukan sistem pemerintahan Islam itu sendiri.

Kehadiran HTI yang menggerakkan wacana mendirikan kembali khilafah Islamiyah secara garis besar adalah untuk melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Dengan mengajak umat muslim untuk kembali hidup secara Islami dalam Daulah Islamiyah di mana seluruh kegiatan kehidupannya oleh aturan Islam.

Menyikapi hal ini tentu saja Nahdlatul Ulama sebagai organisasi islam yang besar ikut angkat bicara, dan mengungkapkan bahwa gerakan HTI merupakan gerakan transnasional sehingga dapat menghancurkan ideologi negara Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Selain itu Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dan Al-Qaeda merupakan bagian dari gerakan politik dunia yang tidak memiliki akar budaya, visi kebangsaan dan visi keumatan Indonesia.

Dalam pandangan KH. Said Aqil Siradj, ketua PBNU “Negara khilafah bukanlah solusi terhadap persoalan bangsa. Konsep negara Indonesia menurutnya jauh lebih baik di bandingkan dengan negara-negara islam lain termasuk negara Islam di Timur Tengah. Karena Indonesia saat ini dengan komitmen amanah keagamaan dan komitmen kebangsaan membuatnya tak mudah untuk di pecah belah oleh pihak lain. Justru Negara-negara di Timur Tengah akhirnya hancur karena tidak memperhatikan komitmen kebangsaan . Bila Indonesia berubah menjadi khilafah, maka di khawatirkan Indonesia akan hancur.”

Baca Juga:  Relasi Tafsir Al-Qur’an dalam Politik di Era Orde Baru

Pendapat KH Said Aqil Siradj ini sejalan dengan KH. Hasyim Muzadi dan Gus Dur yang menganggap bahwa ide Khilafah yang bersifat transnasional ini tidak logis dan rasional sebab secara historis nabi tidak pernah mendirikan negara Islam. Nabi justru membuat piagam Madinah sebagai kesepakatan yang menjadi dasar hukum untuk mengatur hubungan antar bangsa yang berbeda suku, ras dan agama sehingga dapat hidup rukun dan harmonis.

Setelah Rasulullah Saw wafat pun tidak di temukan model pemerintahan yang bersifat baku. Bahkan umat Islaam pernah di pimpin dalam sistem Khilafah, Imarah dan kesultanan yang jumlahnya cukup banyak. Selain itu, pemerintahan Islam yang pernah terjadi banyak pertumpahan darah sesama Muslim sendiri.

Islam bersifat universal sehingga ia sangat fleksibel dalam perubahan zaman, masa serta situasi dalam masyarakat. Sehingga sistem Khilafah bukanlah solusi bagi umat Islam dalam menghadapi problema yang terjadi saat ini.

Sebab dalam syariat hanya menyebutkan bahwa di wajibkan adanya seorang pemimpin, untuk menjaga persatuan umat dan dapat melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar dengan mudah. Yang paling penting adalah pemimpin yang jujur, adil dan melayani masyarakat dengan baik. Wallahua’lam

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik