Pojok Gusdurian UINAM #9 “Era dakwah 2.0 : Islam Ramah atau Islam Marah?”

Gusdurian Makassar kembali gelar Pojok GUSDURian UINAM #9 “Era dakwah 2.0 : Islam Ramah atau Islam Marah?” Pada Rabu, 14 September 2022 di Pelataran Masjid UINAM. narasumber dalam kegiatan ini Muammar Tauhid, Koordinator Dakwah PW IPNU (Pengurus Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) Sulawesi Selatan dan didampingi oleh moderator Andi Anugrah Pasegeri yang juga merupakan kader IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) Sulawesi Selatan.

“Di era digital ini dakwah menjadi lebih mudah dilakukan karena tidak mesti dilakukan di mimbar masjid, cukup dengan media sosial kita sudah bisa berdakwah.” Ucap Anugrah untuk memulai diskusi.

Senada dengan itu, Muammar yang merupakan mahasiswa pascasarjana UINAM, menjelaskan mengenai bagaimana sebenarnya era dakwah 2.0 dan indikator apa yang membedakan dengan era sebelumnya.

“Dalam beberapa artikel yang saya temukan, era dakwah 2.0 ini diawali dengan perkembangan dakwah yang berawal dari dakwah masjid ke masjid hingga dakwah via media elektronik. Era dakwah 2.0 ini pun dimulai pasca wafatnya da’i sejuta umat, KH Zainuddin MZ.” jelasnya.

Baca Juga:  PMII Rayon Dakwah Gelar MAPABA

Selain ditandai dengan perubahan sarana berdakwah, era dakwah 2.0 ini pun ditandai bermunculannya para da’i yang bermodalkan belajar agama secara instan.

“Perkembangan dakwah saat ini memiliki sisi positif dan negatif, positifnya orang lebih mudah dalam mengakses informasi dan pengetahuan mengenai agama, tapi sisi negatifnya jika tidak diimbangi ilmu yang cukup maka akan menimbulkan pemahaman yang keliru dan berujung pada fanatisme satu golongan.” lanjutnya.

Mendengar penjelasan panjang dari pemateri, andes, salah satu yang peserta pojok menanggapi hal yang sampaikan. Menurutnya, era dakwah 2.0 ini seharusnya dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki pemahaman agama yang ramah, bukan yang marah.

“Sebenarnya, jika era dakwah 2.0 ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh para santri yang memiliki kapasitas pemahaman islam yang sejuk dan membawa nilai kemanusiaan, maka ini bisa sedikit mengurangi pemahaman agama yang suka mengkafirkan. Karena, sekarang yang berkembang adalah pemahaman yang demikian, narasi kedamaian kalah dalam media sosial.” katanya.

Baca Juga:  4 Fakta Lora Fadil, Anak Kiai yang Bawa Tiga Istri ke Senayan

Sebelum mengakhiri pemaparannya, Muammar berpesan kepada para da’i agar lebih instens dalam menyebarkan nilai-nilai islam yang ramah.

“Sebagai seorang da’i perlu kita kedepankan sikap tasamuh atau tenggang rasa, agar dakwah kita lebih diterima oleh banyak kalangan dan tidak menyinggung perasaan orang. Jangan hanya menceritakan persoalan neraka terus, seakan-akan islam isinya neraka dan siksaan saja.” pungkasnya.

Pada sesi akhir diskusi, Andi Anugrah menyampaikan terima kasih terhadap antusias peserta dalam diskusi kali ini, ia juga menjelaskan bahwa pojok gusdurian kampus ini akan rutin dilakukan setiap minggunya.

“Pojok Gusdurian Kampus merupakan salah satu gebrakan yang diinisiasi oleh para penggerak gusdurian makassar sebagai media mengkampanyekan nilai-nilai kemanusiaan, kegiatan ini akan dilakukan secara rutin dibeberapa kampus yang ada di Makassar” tutupnya.

Baca Juga:  Ekosufisme dan Ingatan Kita Untuk Merawat Alam

Kontributor: Andi Muhammad Muslim, Penggerak Komunitas GUSDURian Makassar

Redaksi