Dalil Kebenaran Amaliah Tahlilan Untuk Orang Meninggal, Wahabi Wajib Baca!

Dalil Kebenaran Amaliah Tahlilan Untuk Orang Meninggal, Wahabi Wajib Baca!

PeciHitam.org – Dakwah dengan menggunakan media sosial sudah sangat umum digunakan oleh kaum Muslim di Indonesia. Tidak terkecuali orang salafi wahabi yang mempergunakan media meme atau limflet digital untuk menyebarkan narasi-narasi cacat khas mereka. Tentunya bumbunya adalah bid’ah, syirik dan sesat untuk meyakinkan pengikut Islam Newbie.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Narasi-narasi cacat salafi wahabi yang banyak bertebaran sering menyudutkan amaliah seperti mendoakan orang meninggal dengan alasan memberatkan keluarga almarhum. Atau acara tahlilan yang menjadi tersangka karena menjadikan beban keluarga menjadi lebih berat.

Bahwa dalam setiap nilai dalam komunitas sosial adalah kepantasan, dan agama memberikan serangkaian nilai sebagai standar kebenarannya. Berikut contoh narasi-narasi cacat salafi wahabi!

Narasi Tahlilan Slametan yang Bid’ah

Pergeseran argumentasi yang dibawa melalui narasi pemikiran terlihat ketika salafi wahabi tidak bisa membantah bahwa amaliah mendoakan orang meninggal memiliki dalil normatif.

Mereka menggeser perdebatan argumentasi dengan mempergunakan narasi yang disebarkan melalui jejaring media sosial.

Salah satu media sosial orang salafi wahabi yang bisa menjadi gambaran ajaran atas nama Narasi Cacat adalah akun Pustaka Sunnah diplatform Facebook. Bahwa dalam narasi yang dibangun adalah;

Baca Juga:  Nahdliyyin Senang Tahlilan, Ternyata Ini 4 Keistimewaan Membaca Tahlil

Bahwa Tahlilan (dan yang sejenisnya) terlarang karena menjadikan seorang keluarga mayyit terbebani dengan persiapan makan dan lain sebagainya.

Narasi yang dibangun oleh salafi wahabi bahwa kejadian tersebut nyata dan menjadi sebab keharaman dalam kerangka hukum besarnya.

Bahwa fakta bahwa shahibul mushibah menyediakan makan kepada tamu yang hadir kerumah mereka. Dan fakta yang diingkari oleh salafi wahabi, tamu yang datang tidak dengan tangan kosong.

Narasi-narasi cacat tersebut menjadikan sebagian Muslim menjadi antipasti dengan amaliah yang sebenarnya memiliki landasan valid dalam Islam. Bahwa tradisi saling memberi hadiah atau membawa oleh-oleh dalam segala kondisi ada dalam hadits Nabi SAW;

أنه قال: (تهادوا تحابوا)، وقد تكون أحياناً أفضل من الصدقة وقد تكون الصدقة أفضل منها

Artinya; “Bahwa Nabi bersabda; ‘Hendaklah kalian saling memberi hadiah, Niscaya kalian akan saling mencintai’. Terkadang memberi hadiah itu lebih baik dan terkadang sedekah itu lebih baik (pada keadaan tertentu)” (HR. Bukhari)

Narasi salafi dan wahabi dalam menuduh bid’ah Tahlilan Slametan adalah bentuk kebodohan ketika menganalisis sebuah ajaran.

Baca Juga:  Mengadakan Tahlilan dengan Uang Hutang, Bagaimanakah Hukumnya?

Jika semua dihantam dengan bid’ah maka tidak ada yang  tertinggal dari Islam selain kemunduruan kemasa lampau.

Kebenaran Amaliah Tahlilan, Slametan

Pun dalam tradisi masyarakat Nusantara, saling memberi hadiah atau menyuguhkan makanan dalam berbagai kesempatan sudah menjadi kebiasaan. Bahkan Ibnu Muflih Al-Maqdisi melarang manusia untuk meninggalkan budaya selama tidak bertentangan dengan ajaran Nilai Islam;

وَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي الْفُنُونِ لاَ يَنْبَغِي الْخُرُوجُ مِنْ عَادَاتِ النَّاسِ إلاَّ فِي الْحَرَام

Artinya; “Imam Ibnu ‘Aqil berkata dalam kitab al-Funun, “Tidak baik keluar dari tradisi masyarakat, kecuali tradisi yang haram

Dan sebenarnya memberikan makanan kepada tamu yang ikut mendoakan almarhum adalah bentuk penghormatan kepada tamu, dan memang seperti itu kepantasan di Nusantara. Pun Nabi SAW mengatakan;

أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ ، أَفَلَهَا أَجْرٌ ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ

Artinya; “Bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Nabi saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu saya meninggal dunia, dan tidak meninggalkan wasiat, dan aku menyangka bahwa seandainya beliau berwasiat, beliau akan memberikan sedekah. Apakah jika aku bersedekah atas nama ibu saya, beliau akan mendapatkan pahalanya?” Nabi saw. menjawab, “Iya.” (HR. Muslim)

Ajaran Islam yang tergambar dalam tradisi tahlilan atau slametan adalah shadaqah, ukhuwah Islamiyah, Guyub (Ash-Shulhu).

Maka nalar cacat salafi wahabi bahwa slametan, tahlilan Haram karena memberatkan hanya pendapat subyektif orang tidak suka. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq