Era Dakwah 2.0 Islam Marah atau Islam Ramah?

Dakwah Islam yang ramah sebagai konsep atau sebagai bentuk aktifitas, kini telah memasuki seluruh ruang lingkup kehidupan manusia. Seluruh aspek kehidupan tidak mungkin dilepaskan dari sudut pandang dakwah itu sendiri. Sorang da’I harus mampu mengembangkan diri dan memiliki bekal yang mumpuni tentang pemahaman agama Islam itu sendiri sebelum terjun langsung di dunia dakwah. Sebab menjadi subjek dakwah bukanlah hal yang mudah, karena harus dibarengi dengan pandangan-pandangan keagaaman yang bersifat universal. Hal yang sangat fundamental dalam kegiatan dakwah seorang da’I adalah materi dakwah, sehingga apa yang disampaikan mampu memberikan informasi keagamaan kepada para objek dakwahnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Seiring perkembangan zaman, materi dakwah yang disampaikan adalah bersumber dari ajaran Islam itu sendiri yang harus diimplementasikan kepada setiap pemeluknya baik yang berkaitan dengan masalah keimanan, ibadah, atau muamalah. Bentuk penyampaian materi dakwah tidak hanya yang berkaitan dengan masalah hablumminallah saja, tetapi juga hablumminannas yaitu hubungan manusia dengan sesame manusia. Dalam era dakwah 2.0, peralihan dakwah yang dulu hanya dilakukan melalui mimbar atau pengajian saja, kini sarana dakwah yang dapat digunakan bagi seorang da’I adalah media sosial. Dakwah melalui media sosial ini salah satu inovasi terbaru dalam syiar agama Islaam kepada masyarakat dan memberikan kemudahan kepada da’I  dalam melebarkan sayap-sayap dakwah itu sendiri. Media sosial sebagai sarana dakwah merupakan sebuah kesempatan dan tantangan bagi para da’I untuk mengembangkan dan memperluas cakrawala dakwah.

Baca Juga:  Pojok Gusdurian UINAM #9 “Era dakwah 2.0 : Islam Ramah atau Islam Marah?"

Apabila diperhatikan, dalam komunikasi dakwah melalui media sosial mensyaratkan adanya interaksi sosial antara da’I sebagai komunikator dan tidak bertemu langsung , tetapi proses interaksi di dunia maya terjadi. Boleh jadi interaksi sosialnya secara simbolik. Tetapi proses imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati dalam komunikasi dakwah melalui media sosial itu terjadi. Pemanfaatan media sosial sebagai media dakwah tentu akan memberikan penambahan media dakwah dalam menyiarkan kegiatan dakwah, selain pemanfaatan yang mudah dan tidak memerlukan biaya yang sangat besar dalam menjalankannya, maka tentu media sosial ini akan semakin diminati sebagai media dakwah. Tapi yang menjadi hal penting disini tentang bagaiamana da’I tersebut mampu memberikan sajian informasi dakwah yang bersifat ramah bukan dengan memberikan informasi yang bersifat provokatif, sehingga menimbulkan permasalahan baru yang dapat membingungkan umat. Para pendakwah tentunya akan semakin mudah dalam menyiarkan ajaran dakwah kepada masyarakat melalui media sosial yang tidak dibatasi oleh daerah dan kawasan tertentu.

Baca Juga:  Islam di Indonesia, Dari Membela Agama ke Membela Kemanusiaan

Tentu saja, memanfaatkan media sosial sebagai media dakwah akan semakin membuka jalan dalam menyampaikan informasi keagamaan dalam jangkauan yang tidak terbatas, tentu hal ini harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh para da’I dalam menyampaikan dakwahnya. Jangan sampai dengan perkembangan teknologi tetapi tidak bisa dimanfaatkan untuk menyampikan  kebaikan dan kebenaran kepada orang-orang yang membutuhkannya. Sehingga, sejatinya para da’I  mampu menjadi khairunnas anfa’uhum linnas di tengah-tengah masyarakat dengan memberikan dakwah yang sejuk sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan tokoh-tokoh Islam itu sendiri tanpa menimbulkan kembali problem dalam masyarakat yang membutuhkan dakwah.

Penulis: Muammar Tauhid, S. Sos., (Koordinator Dakwah PW IPNU Sulsel)