Inilah Tiga Perkara yang Merusak Khusyuk dalam Shalat

perusak khusyuk dalam shalat

Pecihitam.org – Para ulama selalu menekankan kepada kita agar mengerjakan shalat secara khusyuk. Khusyuk adalah rahasia shalat dan intisari dalam shalat itu sendiri.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sehingga Allah memerintahkan untuk menjaga apa saja yang bisa membantu mencapai khusyuk dan senantiasa menjauhi segala hal yang dapat menghilangkan khusyuk.

Para fuqaha’ sepakat bahwa khusyuk bukanlah dari rukun shalat, sehingga khusyuk tidak menjadi tolok ukur sah tidaknya shalat seseorang. Meskipun ada satu pendapat dari Hujjatul Islam, al Imam al Ghazali bahwa khusyuk merupakan rukun shalat sehingga tidak sah shalat tanpa menghadirkan hatinya menuju khusyuk.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin berkata; “Para ulama menafsirkan arti khusyuk dalam shalat yaitu diamnya anggota badan yang disertai dengan ketenangan dalam hati. Dalam artian, menghadirkan hati dalam shalat dan menjadikan anggota badan tenang, maka tidak ada perbuatan sia-sia dan bermain-main dalam shalat. Dengan disertai hati yang hadir, berkosentrasi kepada Allah, maka pasti hamba tersebut akan meraih khusyuk dalam shalat dan hanya memusatkan pikirannya kepada Allah”.

Nabi sendiri juga memberikan tata cara agar shalat kita kerjakan menjadi khusyu, sehingga dapat memperoleh derajat shalat yang sempurna diterima oleh Allah.

Pertama, Nabi mencontohkan dalam sebuah hadis di bawah ini:

أَخْبَرَنِى عَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا حَضَرَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ

“Dari Anas bin Malik, disampaikan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: jika makan malam telah siap dan iqamah shalat telah dikumandangkan, maka mulailah dengan makan malam.” (HR. Muslim, no. 1269).

Hadis ini menggambarkan keadaan kita, ketika di hadapkan dengan hidangan yang telah siap santap. Sedangkan waktu shalat telah tiba. Dimana kita dianjurkan menikmati hidangan tersebut terlebih dahulu agar kita biar khusyuk dalam melaksanakan ibadah.

Baca Juga:  Hukum Solat Berjamaah Via Proyektor Perspektif Ulama Fiqih Klasik

Anjuran ini bersifat sunnah menurut mayoritas ulama. Sehingga dapat dipahami bahwa shalat di hadapan makanan yang telah siap hukumnya makruh. Dan segala hal yang dapat menjadikan seorang tidak khusyuk juga disunnahkan dilaksanakan terlebih dahulu.

Namun, hadis tersebut tidak menyebutkan bagaimana keadaan orang tersebut yang disunnahkan untuk makan terlebih dahulu, dan juga tidak memerinci tentang keadaan seperti apa yang lebih utama untuk makan terlebih dahulu dan shalat terlebih dahulu.

Dalam redaksi kitab Hasyiyah al Jamal dijelaskan keadaan yang lebih utama untuk memulai makan dahulu, bahkan juga dijelaskan bahwa ini termasuk udzur shalat berjama’ah dengan pertimbangan dapat menghilangkan khusyuk.

وَرُخِّصَ تَرْكُهَا أَيْ الْجَمَاعَةِ بِعُذْرٍ– الى أن قال – وَشِدَّةِ جُوعٍ وَشِدَّةِ عَطَشٍ بِقَيْدٍ زِدْته بِقَوْلِي بِحَضْرَةِ طَعَامٍ مَأْكُولٍ أَوْ مَشْرُوبٍ لِأَنَّهُمَا حِينَئِذٍ يُذْهِبَانِ الْخُشُوعَ وَلِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ”إذَا حَضَرَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ” وَلِخَبَرِ مُسْلِمٍ ” لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ “

“Dan diberi keringanan dalam meninggalkan shalat jamaah dengan adanya udzur sampai ucapan dan dalam keadaan sangat lapar dan haus, sedangkan di hadapannya terdapat makanan dan minuman, karena keduanya dapat menghilangkan kekhusyu’an, hal ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhori dan Muslim “jika makan malam telah siap dan iqamah telah dikumandangkan, maka mulailah dengan makan malam”. Dan riwayat Imam Muslim mengatakan “tidak sempurna shalat seseorang di hadapan makanan.” (Hasyiyatul Jamal Juz 4 halaman 424).

Ibarat di atas menjelaskan bahwa jika keadaan orang tersebut memang sangat lapar dan haus, sehingga ketika shalat seseorang tersebut merasa kelaparan dan kehausan yang membuat pikirannya tidak fokus terhadap shalatnya dan membuat hilang kekhusyuan. Bahkan kedaaan seperti ini (sangat lapar dan haus) termasuk udzur yang diperbolehkan untuk menunda shalat jamaah.

Baca Juga:  Menunda Shalat karena Kerja Bagaimanakah Hukumnya?

Namun dalam kitab Ihya Ulumiddin juga dijelaskan, ketika dirinya tidak ingin makan dan jika ia mengakhirkan makan tidak terjadi bahaya pada dirinya, maka yang lebih utama adalah mendahulukan shalat.

Sedangkan ketika dihadapannya ada makanan serta shalat telah dikumandangkan, dan makanannya akan menjadi dingin apabila ia mengakhirkan makan / dapat menggangu kosentrasi shalat, maka mendahulukan makan lebih utama (ketika tersisa waktu shalat yang lama).

Kedua, Nabi menjelaskan tata cara khusyuk dengan tidak menahan sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyah:

مُدَافَعَةُ أَحَدِ الأْخْبَثَيْنِ : وَمِثْلُهُمَا الرِّيحُ، فَإِنَّ ذَلِكَ عُذْرٌ يُبِيحُ التَّخَلُّفَ عَنِ الْجَمَاعَةِ ، قَالَتِ السَّيِّدَةُ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا : إنِّي سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول : لاَ صَلاَةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ ، وَلاَ هُوَ يُدَافِعُهُ الأْخْبَثَانِ، وَلأِنَّ الْقِيَامَ إِلَى الصَّلاَةِ مَعَ مُدَافَعَةِ أَحَدِ الأْخْبَثَيْنِ يُبْعِدُهُ عَنِ الْخُشُوعِ فِيهَا وَيَكُونُ مَشْغُولاً عَنْهَا.

“Menahan sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur, seperti kentut, karena hal itu merupakan udzur yang memperbolehkan untuk terlambat dari jama’ah, sayyidah A’isyah berkata: “sesungguhnya saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “tidak sempurna shalat seseorang di hadapan makanan, dan juga tidak sempurna shalat dengan menahan sesuatu dari qubul dan dubur, dan karena shalat dengan menahan sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur itu dapat menjauhkan dari khusyu’, dan seseorang itu akan tersibukkan dari hal tersebut.”

Ketiga, dalam melaksanakan shalat dianjurkan tidak menoleh. Hal ini dapat mengganggu seseorang dalam mencapai kekhusyu’an. Karena hal tersebut merupakan godaan syaitan semata.

Baca Juga:  Bersedekap yang Benar ketika Shalat Menurut 4 Madzhab

Sebagaimana keterangan hadis dalam kitab Shahih Bukhori no. 751:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ قَالَ حَدَّثَنَا أَشْعَثُ بْنُ سُلَيْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الِالْتِفَاتِ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ هُوَ اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ.

“Dari A’isyah, berkata: saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang perihal menoleh dalam sholat, lalu Rasulullah menjawab: “menoleh dalam shalat adalah godaan syaitan yang memalingkan seseorang dari shalatnya”. (HR. Bukhori. 751).

Di samping itu menoleh pada waktu shalat tanpa adanya hajat hukumnya makruh tanzih. Keterangan ini berdasarkan kitab Hasyiyah al Jamal juz 4 halaman 133 yang artinya:

“dan dimakruhkan menoleh dalam shalat dengan wajahnya, berdasarkan hadis dari Aisyah “saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam tentang perihal menoleh dalam shalat. Lalu Rasulullah menjawab: “menoleh dalam shalat adalah godaan syaitan yang memalingkan seseorang dari shalatnya.”

Sebenarnya masih banyak hal-hal yang dapat menghilangkan khusyuk dalam shalat. Namun, tiga hal diataslah yang paling sering terjadi atau dilakukan oleh kita.

Semoga Allah senantiasa memberikan kekhusyu’an untuk kita dalam menjalankan segala ibadah terutama shalat. Demikian semoga bermanfaat. Wallahu‘alam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *