Ketika Agama Dipolitisasi dan Kebenaran Dimonopoli Demi Tujuan Kekuasaan

politisasi agama

Pecihitam.org – Demi menggapai sebuah kekuasaan, dalam berpolitik tidak jarang kebenaran atas nama agama pun dimonopoli. Bukan sebuah kebenanran yang hakiki yang didapat, karenaa faktanya hanya akan mencatatkan torehan sejarah kelam dan pencorengan atas kemuliaan Islam yang Rahmatan lil Alamin. Buktinya adalah berikut ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kembali menengok sejarah kelam dalam politik di masa lampau. Menurut ulama dan juga sejarawan Imam at-Thabari, setelah dibunuh, jenazah Sayyidina Ustman bin Affan, khalifah ke-3 yang diangkat pada tahun 644 terpaksa “bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan”.

Ketika jenazah beliau disemayamkan, bahkan tak ada orang yang menshalati. Karena siapa saja dilarang menshalatinya. Jasad orang tua yang sudah berumur 83 tahun itu bahkan diludahi dan salah satu persendiannya di patahkan. Karena tak dapat dikuburkan di pemakaman Islam, akhirnya terpaksa jenazahnya dimakamkan di Hisy Kaukab, yaitu wilayah pekuburan Yahudi.

12 tahun kekhalifahan Sayyidina Utsman bin Affan berujung pada pembunuhan dirinya. Para pembunuhnya bukan orang Majusi, bukan pula orang yang murtad, namun orang Islam sendiri yang bersepakat memberontak pemerintahannya.

Kontestasi politik tidak berhenti disana. Bergantinya pemerintahan, pada tahun 661, setelah lima tahun memimpin, Ali bin Abi Thalib pun dibunuh dengan pedang beracun. Khalifah ke-4 itu akhirnya wafat setelah dua hari kesakitan.

Baca Juga:  Humor Gus Dur Tentang Agama Siapa yang Paling Dekat dengan Tuhan

Siapakah pembunuhnya ? Teryata bukan orang Yahudi atau orang kafir tetapi orang islam sendiri yang bernama Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi padahal ia dikenal pengetahuan agamanya luas, sangat taat dalam beribadah, ahli shalat, puasa, dan penghafal Al-Qur’an.

Karena telah membunuh khalifah Ali, sebagai hukumannnya ia juga mati ditebas pedang dan mayatnya dibakar. Kekerasan di balas kekerasan, nyawa dibalas nyawa. Tidak ada hukum yang beradab dalam kontek politik. Padahal islam tidak mengajarkan, namun politisasi agama punya dalil untuk melegalkan.

Pertanyaannya adalah, mengapa sampai orang islam membunuh Usman bin Affan yang jelas termasuk jajaran sahabat terbaik Rasulullah Saw dan beliau sendiri telah menjamin dia akan masuk surga.

Mengapa sampai orang Islam sendiri tega membunuh Ali bin Abi Thalib yang jelas masih kerabat Nabi dan juga menantu Nabi Muhammad Saw sendiri. Mengapa ?

Ternyata sumber masalahnya adalah politik kekuasaan. Ya, agama dipolitisasi demi tujuan kekuasaan. Mereka yang syahwat ingin berkuasa tega menebarkan fitnah dan ujaran kebencian terhadap penguasa. Tentu saja menggunakan dalil cocoklogi agama.

Akibatnya seperti halnya Abdurrahman bin Muljam Al-Muradi, karena tenggelam dalam fitnah Khawarij, ia menjadi pembunuh sodara Muslimnya sendiri.

Baca Juga:  Akal dalam Filsafat Islam dan Pembelajaran di Sekolah

Seagaimana sabda Rasulullah Saw, Khawarij adalah kaum yang banyak membaca Al-Qur’an namun tidak memahami apa yang dibaca. Bahkan memahaminya dengan pemahaman yang menyimpang dari kebenaran. Merekalah sebetulnya musuh islam. Musuh peradaban.

“Akan lahir kaum dari keturunan yang bisa membaca Al-Qur’an tetapi tidak melewati batas tenggorokan (tidak memahami substansi-substansi Al-Qur’an dan hanya hafal di Bibir saja). Mereka keluar dari Agama Islam seperti anak panah keluar dari hewan buruannya, mereka memerangi orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Jika aku menemui mereka niscaya aku akan memenggal leher mereka seperti halnya kaum ‘Ad (HR. Muslim)

Terbukti dalam sejarah, jika agama islam di politisir demi kekuasaan, yang terjadi adalah sebuah riwayat panjang tentang arus yang surut. Penyair muslim kelahiran India, Hussain Hali (1837-1914), menggambarkan bagaimana peradaban yang pernah jaya pada abad ke-8 itu akhirnya “tak memperoleh penghormatan dalam ilmu, tak menonjol dalam karya dan industri”.

Yang terjadi kemudian adalah umat Islam hanya sibuk dengan urusan langit dan lupa akan bumi yang mengharuskan bersaing mendapatkan kemakmuran dengan jerih, iktiar atas dasar ilmupengetahuan dan teknologi.

Baca Juga:  Menjinakkan Bola Liar Khilafah Hizbut Tahrir

Yang disebut dengan “masa keemasan Islam” adalah masa dimana kaum muslim berlomba-lomba dalam ilmu pengetahuan dan mengembangkan teknologi.

Sementara masa-masa dimana kaum muslim bergerombol-gerombol hanya untuk merebut kekuasaan, adalah masa-masa kelam sejarah mereka. Politisasi agama islam output-nya hanyalah kumpulan orang yang tak henti menyalahkan lawan politiknya.

Bisa kita lihat, saat ini politisasi Islam pun masih berlangsung. Agama masih jadi primadona sebagai jalan politik kekuasaan. Contohnya nyata, HTI yang notabene sudah dibubarkan oleh pemerintah, masih eksis mempromosikan idea Khilafahnya.

Bahkan mereka menggunakan segala cara untuk membenarkan tujuan politiknya. Termasuk ingin menggulingkan kekuasaan yang sah dan menancapkan sistem pemerintahan baru, Khilafah Islamiyah (versi Hizbut Tahrir tentunya).

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik