Kisah Ibnu Hajar al Asqalani Ingin Punya Anak Laki-laki

Kisah Ibnu Hajar al Asqalani

Pecihitam.org – Siapa yang tidak kenal dengan Ibnu Hajar al-‘Asqalani. Seorang ahli hadits dari mazhab Syafii yang terkemuka dan ulama yang terkenal produktif dengan banyak karya. Salah satu karyanya yang terkenal yaitu kitab Fathul Bari yang merupakan Syarah (penjelasan) paling detail dari kitab shahih Bukhari yang pernah dibuat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nama lengkapnya adalah Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar. Namun ia lebih dikenal sebagai Ibnu Hajar al-Asqalani, dikarenakan kemasyhuran nenek moyangnya yang berasal dari Ashkelon, Palestina.

Ibnu Hajar lahir di Mesir pada tahun 773 H/1372 M. Ayahnya wafat pada bulan Rajab 779 H ketika ia masih kecil, tepatnya saat Ibnu Hajar berusia enam tahun.

Ibnu Hajar memulai masa remajanya dengan menghafal al-Qur’an, dan dikatakan ia memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan yang sangat cepat. Karena itulah, pada usia sembilan tahun Ibnu Hajar sudah bisa menghafal seluruh isi al-Qur’an di bawah bimbingan Syekh Shadru ad-Din ash-Shafti.

Ibnu Hajar al Asqalani banyak berguru dengan ulama-ulama besar. Setelah cukup dewasa Ibnu Hajar al-Asqalani mengembara mencari ilmu hingga ke berbagai negeri yang termasuk wilayah Syam, Mesir, dan Hijaz.

Terbukti, beliau pernah pergi ke Mekah, Damaskus, Yaman, Alexandria, dan ke Qush (Afganistan) pada tahun 793 H, sampai ke daerah Sha’id di Mesir. Selain itu, ia juga mempelajari hadits dari ulama-ulama Haramain (Mekah dan Madinah), Baitul Maqdis (Palestina), Nablus (Palestina), Ramlah, dan Gaza.

Selain perjalanan menuntut ilmu, ada kisah menarik tentang Ibnu Hajar al Asqalani yang jarang dibahas. Yaitu mengenai pernikahannya dengan seorang putri ulama besar. Yang unik dari kisah ini adalah, dari pernikahannya dengan istrinya itu Ibnu Hajar hanya dikaruniai anak perempuan saja. Sedangkan ia ingin sekali punya anak laki-laki hingga akhirnya Ibnu Hajar menikah lagi. Seperti apa kisahnya? Simak ulasan berikut.

Baca Juga:  Kisah Nabi Sulaiman Gelar Selamatan dan Sedekah Laut

Ketika ayahnya meninggal dan Ibnu Hajar menjadi yatim, ada seorang ulama yang menjadikannya ia anak angkat. Namanya adalah Muhammad bin Ali Al-Qattan. Beliau mengetahui kecerdasan Ibnu Hajar hingga suatu hari memperkenalkannya pada seorang wanita bernama Uns binti Abdul Karim bin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Nastarawi yang merupakan putri ulama besar..

Uns dilahirkan pada tahun 780 H di Mesir. Ia berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya, Abdul Karim terkenal sebagai ulama fiqh pada masanya. Ibunya bernama Sarah binti Nasiruddin Muhammad bin Anas.

Banyak ulama yang memuji keluarga Uns. Lingkungan keluargnya sangat mayshur dengan keilmuannya dan kala itu mengangkat derajat Uns sebagai perempuan yang mulia pada masanya. Hal ini yang menjadikan Ibnu Al-Qattan tertarik untuk menjodohkan antara Ibnu Hajar dengan Uns.

Dalam kitab Nisa Min At-Tarikh dkisahkan, pernikahan berlangsung pada bulan Sya’ban tahun 798 H ketika Ibnu Hajar berusia 25 tahun dan Uns berusia 18 tahun.

Sebagai putri ulama besar, Ibnu Hajar sangat menghormati istrinya. Setiap ada suatu keputusan bahkan Ibnu Hajar selalu mempertimbangkan perasaan sang istri. Jika istri tidak sepakat pada suatu perkara maka ia enggan untuk melawan istrinya.

Bahkan begitu cintanya Ibnu Hajar dengan istrinya. Ia sering mengijazahkan hadis musalsal kepada sang istri. Salah satunya hadis musalsal dari sang guru Zainuddin Al-Iraqi. Beliau juga mengizinkan istrinya untuk menghadiri beberapa majlis ilmu.

Kekaguman kepada istrinya kian bertambah setiap hari. Istrinya sangat cerdas hingga terkenal sebagai ulama perempuan. Hari-harinya disibukkan dengan mengajarkan ilmu hadis yang dipelajarinya dari suami.

Dalam kitab Al-Dhau’ al-Lami Li Ahli al-Qarn at-Tasi’, Syamsuddin As-Sakhawi menyebutkan mengenai kisahnya berguru pada istri Ibnu Hajar. Ia pernah berguru dengan Uns dan mendapatkan ijazah 40 hadis dari 40 syaikh. As-Sakhawi membacakan hadis di depan Uns dengan kehadiran Ibnu Hajar disampingnya.

Setiap selesai pelajaran dan para murid menamatkan pembacaan hadis, Uns menghidangkan kue untuk para penduduk yang hadir. Inilah kebersamaan keluarga yang sangat indah.

Baca Juga:  Ketika Nabi Ngobrol Santai Tentang Tuhan dengan Orang Musyrik

Dari pernikahan ini Ibnu Hajar dikarunia lima putri. Anak pertama lahir tahun 802 H dan anak terakhir lahir pada tahun 817 H. Mereka adalah Zain Khatun, Farhah, Ghaliyah, Rabi’ah dan Fatimah.

Sebuah keluarga yang rapi karena istri yang terdidik dari keluarga ulama besar penuh kedisiplinan. Jarak antara satu anak dengan yang lain hampir rata sekitar tiga tahun.

Uns adalah sosok yang bukan hanya mencintai ilmu, namun juga sosok yang memiliki kecintaan dan kasih sayang pada keluarganya. Ibnu Hajar dan Uns istrinya kemudian menunaikan ibadah haji bersama pada tahun 834 H.

Sekian lama berlalu, Ibnu Hajar ingin sekali mempunyai anak laki-laki dan itu tidak mungkin dengan Uns karena denganya ia sudah mempunyai 5 anak peremuan. Sedangkan untuk menikah lagi Ibnu Hajar takut menyakiti perasaan istrinya. Namun beliau tak kehilangan akal.

Uns mempunyai budak yang cantik bernama Khans Turk. Suatu ketika Ibnu Hajar marah-marah pada budaknya karena dianggap tidak baik melayani kebutuhan pribadinya. Ibnu Hajar mengatakan pada istinya: “Jual budak ini, ia tidak baik dalam melayani.” Istrinya pun menyetujui dan meminta sang suami untuk mencari penjual dengan harga yang disepakati.

Ternyata kejadian tersebut rekayasa Ibnu Hajar. Dibelakang Uns, Ibnu Hajar meminta temannya yang juga ulama besar, Syekh Syamsuddin bin Dhiya Al-Hanbali untuk membeli Khans Turk dengan akad wakalah (perwakilan) dari Ibnu Hajar. Sehingga status Khans Turk kini menjadi milik Ibnu Hajar dan kemudian dinikahinya.

Ibnu Hajar menempatkan budak itu disuatu tempat. Setiap kali Ibnu Hajar hendak mengajar disempatkan untuk mendatangi tempat tersebut. Hingga suatu saat Khans Turk melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Badruddin. Akan tetapi lambat laun Uns mengetahui hal itu.

Ibnu Hajar sangat memperhatikan putra pertamanya karena pernikahan dengan Uns tidak dikarunia seorang putra. Ia kerap mengajak putranya untuk ikut dalam suatu majlis ilmu. Bahkan majlis Ibnu Hajar tidak akan dimulai kecuali putranya sudah duduk dalam majlis tersebut.

Baca Juga:  Kisah Ummu Mahjan, Marbot Masjid Perempuan di Masa Rasulullah Saw

Ibnu Hajar menginginkan putranya kelak menjadi ahli fiqh. Untuk merealisasikan itu, beliau kemudian mengarang kitab Bulughul Maram yang berisi acuan dalam dalil-dalil fiqh sebagai bentuk kasih sayang dan persembahan kepada putranya.

Pada bulan Jumadil Awwal tahun 852 H Ibnu Hajar mendapat musibah sakit. Sakit itu semakin parah hingga tujuh bulan lamanya. Uns merawat sang suami hingga ajal menjemput pada malam Sabtu 28 Dzuhijjah tahun 852 H.

Wafatnya membuat kesedihan orang-orang Mesir saat itu. Ketika jenazahnya hendak dishalati kemudian turun hujan membasahi bumi Mesir, padahal waktu itu bukan musim hujan. Ini menunjukkan betapa mulia kedudukan Ibnu Hajar.

Setelah wafatnya sang suami, Uns hidup sendiri dan tidak terpikir olehnya untuk menikah lagi. Ia menghabiskan akhir hayatnya selama 15 tahun untuk beribadah dan mencari ilmu. Tepat bulan Rabiul Awwal tahun 867 H ajal menjempunya. Saat itu Uns berumur 87 tahun.

Wafatnya ulama perempuan ini mengundang kesedihan masyarakat Mesir saat itu. Para ulama besar datang ikut serta menshalati jenazahnya. Beliau kemudian dimakamkan di Mesir.

Dalam kitab Rihlah, Ibnu Batutah diceritakan mengenai kondisi makamnya yang mana orang-orang silih berganti mendatangi makam ulama perempuan tersebut guna membacakan ayat-ayat Al-Qur’an waktu siang dan malam.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik