Sejauh Mana Hak Perempuan di Bidang Politik dalam Islam?

hak perempuan dalam politik

Pecihitam.orgIslam sebagai agama yang benar di sisi Allah Swt. sangat peduli terhadap kesejahteraan kaum perempuan, menghargai sifat mereka, dan menghormati mereka termasuk menghargai hak perempuan di bidang politik.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam buku Wanita dan Hak-haknya dalam Islam (1985), Murtadha Mutahhari menuliskan bahwa Islam tidak meyakini satu jenis hak, satu jenis kewajiban, dan satu jenis hukuman bagi kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam segala hal.

Islam memandang dua sisi dalam satu perangkat hak dan kewajiban serta mana hukuman yang lebih cocok bagi laki-laki dan satu perangkat lainnya, mana yang lebih sesuai bagi perempuan. Hasilnya, Islam pun mengambil sikap yang sama sehubungan dengan perempuan dan laki-laki, dan dalam hal-hal lain Islam mengambil sikap yang berbeda-beda.

Prinsip keadilan sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Keadilan yang diberikan Islam adalah berupa kesetaraan dan kesederajatan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepada kaum laki-laki dan kaum perempuan yang disesuaikan dengan tanggungjawabnya masing-masing, termasuk hak perempuan dalam bidang politik.

Ada empat poin yang membuktikan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi keadilan bagi kaum perempuan.

  • Pertama, Islam tidak memandang identik atau persis sama antara hak laki-laki dan perempuan.
  • Kedua, Islam tidak pernah menganut preferensi dan diskriminasi yang menguntungkan laki-laki dan merugikan perempuan.
  • Ketiga, Islam juga menggariskan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, tetapi tidak persis sama atau identik.
  • Keempat, Islam mengakui pentingnya kaum perempuan dalam kehidupan masyarakat dan pengaruhnya dalam kehidupan politik dan menghargai hak perempuan di bidang politik.
Baca Juga:  Menyampaikan Pesan Sejuk dalam Kejumudan Sosial Melalui Filsafat Dekonstruksi

Menurut Murtadha Muttahari, empat poin di ataslah yang membuat kaum perempuan telah diberikan hak-hak politik. Hal ini bertujuan untuk mencerminkan status mereka yang bermartabat, terhormat, dan mulia dalam Islam. Diantara hak-hak politik perempuan yang diberikan oleh Islam adalah hak untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat.

Hak perempuan di bidang politik bisa dipahami dari ayat al-Quran yang memerintahkan kepada kaum Muslim untuk bermusyawarah dalam memecahkan segala urusan mereka. Ada dua ayat yang memerintahkan umat Islam untuk melakukan musyawarah yakni dalam QS. al-Syura (42): 38 dan dalam QS. Ali ‘Imran (3): 159.

Selain itu, hak jihad juga diberikan oleh Islam kepada kaum perempuan sebagaimana hak tersebut juga diberikan juga kepada laki-laki. Menurut Sayyid Quthub, Allah Swt. memang tidak menjadikan jihad sebagai suatu kewajiban bagi kaum perempuan. Tapi, pada saat yang sama, Allah Swt. juga tidak melarang mereka untuk ikut serta dalam jihad dan terjun dalam beberapa pertempuran pada masa Nabi Muhammad Saw.

Baca Juga:  Sosok Khomeini dan Revolusi Islam Iran 1979 dalam Pandangan Gus Dur

Selanjutnya, tentang hak untuk menduduki jabatan penguasa bagi perempuan. Untuk hak ini, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ada yang membolehkan, ada juga sebagian yang melarang, bahkan ada juga yang mengharamkan sama sekali.

Ulama yang berpendapat bahwa perempuan tidak layak menduduki jabatan ini berasalan bahwa jabatan penguasa (kepala pemerintahan) dalam Islam berarti memikul tanggung jawab agama dan juga negara. Tanggungjawab tersebut berlaku untuk kepala negara, gubernur, komandan pasukan, dan lain-lain.

Jika dikulik berdasarkan prinsip pembagian tugas dan tanggung jawab, maka jabatan penguasa seperti ini secara kasat mata hanya dapat dipikul oleh laki-laki. Allah Swt. telah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kecenderungan fisik dan psikis yang berbeda untuk mempersiapkan mereka menjalankan peran yang berbeda namun sama pentingnya dalam masyarakat.

Satu hal yang patut digarisbawahi adalah bahwa jika perempuan memikul jabatan penguasa, maka ia dituntut untuk terus menerus melakukan perjalanan untuk menunaikan pembauran yang bebas dan interaksi sosial dalam waktu yang panjang dengan kaum laki-laki, dan ini dilarang dalam Islam.

Baca Juga:  Benarkah Penulisan Sejarah Terbentuk atas Kepentingan Politik Semata?

Zaman telah berubah dan seperti apa yang telah diungkapkan oleh Murtadha Muttahari, Islam sama sekali tidak melarang perempuan untuk menjadi pemimpin. Maka, keputusan sepenuhnya ada di tangan kita, apakah akan berinduk pada para ulama yang melarang atau berpedoman pada para ulama yang membolehkan.

Tak perlu diragukan lagi, Islam sangat menghargai hak-hak perempuan termasuk hak perempuan di bidang politik. Tugas umat Islam saat ini adalah menghargai para perempuan yang terjun di bidang politik, bukan malah menghakiminya dengan stigma dan prasangka.[]

Ayu Alfiah