Hakikat Ibadah yang Sesungguhnya dalam Ajaran Islam

hakikat ibadah

Pecihitam.org Biasanya, ibadah diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan manusia atas dasar patuh terhadap penciptanya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa yakni Allah Swt. Namun, benarkah hanya sebatas itu? Bagaimana hakikat ibadah yang sesungguhnya?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ibadah adalah rangkaian ritual yang dilakukan manusia dalam rangka pengabdian atau kepatuhan kepada sang Pencipta. Ibadah dalam Islam tidak hanya terbatas pada hubungan manusia dengan Allah Swt. semata, tapi juga ada hubungan antara manusia dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan alam.

Ada dua pembagian ibadah dalam Islam yakni ibadah mahdlah dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdlah adalah ibadah yang berhubungan dengan penjalanan syariat Islam yang terkandung dalam rukun Islam.

Contoh ibadah mahdhah adalah shalat, zakat, puasa dan haji. Sementara ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya. Ibadah ghairu mahdhah ini kemudian dikenal dengan ibadah muamalah.

Secara bahasa, ibadah dalam Islam diambil dari kata ta’abbud yang berarti menundukkan dan mematuhi dikatakan thariqun mu’abbad yakni jalan yang ditundukkan yang sering dilalui orang.

Dalam bahasa Arab, ibadah berasal dari kata abda’ yang berarti menghamba. Jadi, ibadah berarti meyakini bahwasanya dirinya hanyalah seorang hamba yang tidak memiliki keberdayaan apa-apa sehingga ibadah adalah bentuk taat dan hormat kepada Tuhan Nya.

Baca Juga:  Mengapa Shalat Tak Mampu Cegah Perbuatan Keji dan Munkar?

Hasbi Al-Shiddieqy pernah mengungkapkan bahwa menurut para ulama tauhid, ibadah adalah pengesaan Allah Swt. dan pengagungan-Nya dengan segala kepatuhan dan kerendahan diri kepada- Nya. Menurut ulama akhlak, ibadah adalah pengamalan segala kepatuhan kepada Allah Swt. secara badaniah dengan menegakkan syariah-Nya.

Sedangkan menurut ulama tasawuf, ibadah dalam Islam adalah perbuatan mukalaf yang berlawanan dengan hawa nafsunya untuk mengagungkan Tuhan-Nya. Sedangkan menurut ulama fikih, ibadah adalah segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai ridha Allah Swt. dengan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.

Hassan Saleh dalam buku Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer (2008) menuliskan bahwa menurut jumhur ulama, ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang disukai Allah Swt. dan yang diridhaiNya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang- terangan maupun diam- diam.

Dari beberapa pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa ibadah selain sebagai sikap diri yang pada mulanya hanya ada dalam hati juga diwujudkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan, sekaligus cermin ketaatan kepada Allah Swt.

Abu Abdillah Salman Farisy atau Salman Al-Farisi menyatakan bahwa hakikat ibadah sesungguhnya yaitu ketika seseorang diciptakan maka tidak semata- mata ada di dunia ini tanpa ada tujuan di balik penciptaannya tersebut Menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah makhluk Allah Swt. yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada- Nya.

Baca Juga:  Nasihat Kepada Penguasa, Jangan Halalkan Segala Cara!

Pernyataan Salman Al-Farisi Hal ini berakar pada dua firman Allah Swt. Sebagai berikut:

Pertama, Q.S. Al- Dzariyat [51]: 56

 وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

wa mā khalaqtul-jinna wal-insa illā liya’budụn

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Manusia diciptakan bukan sekadar untuk hidup mendiami dunia ini dan mengalami kematian tanpa adanya pertanggung jawaban kepada pencipta, melainkan manusia diciptakan oleh Allah Swt. untuk mengabdi kepada- Nya. Hal ini dijelaskan pula dalam Q.S. Al Bayyinah [98]: 5:

 وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

Wa mā umirū illā liya’budullāha mukhliṣīna lahud-dīna ḥunafā`a wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yu`tuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Selain dua ayat di atas, masih banyak lagi ayat yang menjelaskan bahwasanya tujuan utama manusia diciptakan di bumi ini untuk beribadah hanya kepada Allah Swt. Sementara tujuan yang lainnya adalah sebagai pelengkap atas tujuan utama di atas.

Baca Juga:  Wahai Para Isteri, Perbaikilah Akhlakmu Agar Tidak Menjadi 10 Wanita Ahli Neraka

Lantas, bagaimana jika tujuan manusia hidup manusia dipersembahkan hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. semata? Bagaimana manusia bisa menjalankan kehidupannya sebagai makhluk sosial?

Kita mesti menggarisbawahi bahwa hakikat ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya terbatas dalam bentuk shalat, puasa ataupun membaca Al-Qur’an. Seperti yang telah dijelaskan di atas, ibadah juga mempunyai arti segala sesuatu yang disukai Allah Swt. dan yang diridhai olehNya baik berupa perkataan atau perbuatan, baik terang-terangan atau diam-diam.[]

Ayu Alfiah