Hukum Menimbun Barang (Masker) di Tengah Wabah Virus Corona

hukum menimbun barang

Pecihitam.org – Baru-baru ini setelah dunia digegerkan dengan munculnya wabah virus Corona yang cepat sekali menyebar, penjualan masker meningkat sangat drastis. Bahkan dimana-mana terjadi kelangkaan stok masker tidak terkecuali di Indonesia.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ditengah kelangkaan ini, ada beberapa pihak spekulan nakal yang akhirnya sengaja menimbun masker untuk kemudian dijual lagi dengan harga yang sangat mahal. Lantas bagaimana pandangan islam tentang hukum menimbun barang dagangan untuk dijual kembali agar memperoleh keuntungan besar?

Mayoritas ulama sepakat bahwa hukum menimbun barang (ihtikar) adalah perbuatan yang haram. Syaikh Zainudin al-Malibari di dalam kitab Fathul Mu’in, mendefinisikan ihtikar sebagai berikut;

الِاحْتِكَارُ هو إمساك ما اشتراه في وقت الغلاء – لا الرخص – ليبيعه بأكثر عند اشتداد حاجة أهل محله أو غيرهم إليه

“Ihtikar adalah menahan (menimbun) barang yang dibelinya di waktu harga mahal, bukan di waktu harga murah, dengan tujuan untuk dijual lebih tinggi ketika penduduk setempat atau lainnya sangat membutuhkan.”

Penimbunan barang memberikan dampak yang sangat terasa terhadap harga komoditas tersebut. Sebagaimana hukum pasar, ketika suatu permintaan meningkat sedangkan komoditas yang beredar di pasar lebih sedikit maka harganya pasti lebih tinggi.

Baca Juga:  Siapakah yang Dimaksud Ulil Amri? Inilah Pendapat Para Ulama

Hukum menimbun barang (ihtikar) adalah dilarang (haram) dan tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Baik ulama dari mazhab Hanafiyah, ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah (misalnya al-Khathib al-Syirbiniy dalam karyanya Mughnil Muhtâj atau as-Syiraziy dalam karyanya al-Muhaddzab dan syarahnya yaitu kitab al-Majmu’ an-Nawawi juga Zainuddin al-Malibbariy dalam Fathul Mu’în dan Syarahnya yaitu kitab I’ânatut Thâlibîn karya Muhammad Syatha ad-Dimyathiy), maupun ulama Hanabilah misalnya Ibnu Qudamah dalam karyanya al-Mughni.

Adapun landasan dalil yang para ulama tersebut adalah beberapa hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya hadits riwayat Umar bin Khattab ra. di mana Nabi Saw bersabda ;

الجالب مرزوق والمحتكر ملعون

“Orang yang mendatangkan (makanan) akan dilimpahkan rezekinya, sementara penimbun akan dilaknat.”

Selain itu hadits yang diriwayatkan melalui Mu’ammar al-‘Adwiy:

لا يحتكر الا خاطئ

“Tidak akan menimbun barang, kecuali orang yang berbuat salah.”

Kemudian, hadits yang diriwayatkan melalui Ibn Umar:

من احتكر طعاماً أربعين ليلة، فقد برئ من الله ، وبرئ الله منه

“Siapa menimbun makanan selama 40 malam, maka ia tidak menghiraukan Allah, dan Allah tidak menghiraukannya.”

Hadits yang diriwayatkan melalui Abu Hurairah ra :

Baca Juga:  Wudhu dengan Segelas Air dan Cara Menghindari Air Musta'mal

مَنْ احْتَكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَهُوَ خَاطِئٌ

“Siapa menimbun barang dengan tujuan agar bisa lebih mahal jika dijual kepada umat Islam, maka dia telah berbuat salah.”

Hadits riwayat Ibnu Majah, dan sanadnya hasan menurut Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani:

من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه الله بالجذام والإفلاس” رواه ابن ماجة وإسناده حسن

“Siapa yang suka menimbun makanan orang-orang Islam, maka Allah akan mengutuknya dengan penyakit kusta dan kebangkrutan.” (HR Ibnu Majah, sanad hadit ini hasan)

Alasan hukum haramnya menimbun barang yang digunakan oleh para ulama adalah adanya dampak negatif (al-madlarrah), di mana dalam menimbun ada praktik-praktik yang menyengsarakan orang lain.

Hal tersebut jelas tidak sejalan sama sekali dengan tujuan syari’at Islam yaitu menciptakan kemaslahatan (tahqiq al-mashalih) dengan langkah mendatangkan kemanfaatan (jalbul manfa’ah) dan membuang kesengsaraan (daf’ul madlarrah).

Apalagi jika diperhatikan perbuatan menimbun barang jelas dilakukan orang untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri diatas penderitaan orang lain. Selain itu para ulama juga berpendapat, bahwa yang haram ditimbun bukan hanya komoditi makanan pokok saja, melainkan juga komoditi yang jika hal tersebut sulit didapatkan maka bisa menyebabkan kesengsaraan bagi orang banyak.

Baca Juga:  Bolehkah Wudhu dengan Air yang Terciprati Air Musta’mal?

Bahkan ulama Malikiyah berpendapat bahwa haramnya menimbun tidak hanya pada bahan pokok saja melainkan semua barang. Dan dalam kitab Fathul Mu’in yang dinukil dari al-Ghazali diistilahkan dengan “ma yu’in ‘alaih” yaitu setiap komoditi atau barang yang dibutuhkan.

Dengan demikian, ulah orang-orang yang menimbun masker ditenggah kelangkaan dan kebutuhan masyarakat sebab wabah penyakit seperti sekarang ini jelas haram hukumnya. Wallahua’lam bisshawab.

*Dikutip dari Lembaga Bahtsul Masail PBNU dengan beberapa penyesuaian narasi.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik