Jenis dan Syarat Asuransi yang Diperbolehkan dalam Islam

asuransi yang diperbolehkan dalam islam

Pecihitam.org Asuransi adalah suatu akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan sejumlah harta kepada nasabah atau kliennya (muamman) ketika terjadi musibah seperti kecelakaan, kebakaran atau lainnya sebagaimana disepakati dalam akad (transaksi).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam akad asuransi, nasabah membayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan kepada perusahaan asuransi di saat hidupnya. Sementara Perusahaan pada saatnya akan memberikan imbalan berupa uang atau ganti rugi barang.

Definisi Asuransi Menurut KUHP Pasal 246: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena: suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu.”

Asuransi yang konvensional dimana terjadi unsur gharar atau penipuan dan qimar atau perjudian bahkan riba itu haram. Sedangkan jenis asuransi yang didasarkan pada prinsip ta’awun atau tolong-menolong, memberikan rasa aman antar sesama, tidak merugikan satu pihak maka diperbolehkan. Transaksi dalam asuransi ini jelas, tidak ada unsur qimar dan bisa diwariskan ke ahli waris.

Berikut adalah jenis asuransi yang diperbolehkan dalam islam berdasarkan Keputusan Munas Alim Ulama Lampung, tahun 1992. Namun agar lebih mudah dipahami terlebih dahulu kita mengenal macam-macam asuransi dan sifatnya.

Daftar Pembahasan:

Macam-macam Asuransi

1. Asuransi kerugian

Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap yang mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa: Kehilangan nilai pakai atau Kekurangan nilainya atau Kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.

Baca Juga:  Betulkah Tidur Setelah Subuh Dilarang? Ini Ulasannya

Penanggung tidak harus membayarganti rugi kepada pihak tertanggung kalau selama jangka waktu perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.

2. Asuransi jiwa

Asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian asuransi.

Uang asuransi jiwa bisa kembali dengan catatan perjanjian yang dimaksud tidak termasuik perjanjian asuransi kecelakaan (yang masuk dalam asuransi kerugian) berdasarkan pasal I a Bab I Staatblad 1941 – 101).

Dalam asuransi jiwa (yang mengandung SAVING) penanggung akan tetap mengembalikan jumlah uang yang diperjanjikan, kepada tertanggung kalau tertanggung meninggal dalam massa berlaku perjanjian, atau pada saat berakhirnya jangka waktu perjanjian yang keperluannya suka rela.

3. Asuransi sosial

Asuransi sosial ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu: Asuransi kecelakaan lalu lintas (jasa raharja), Asuransi TASPEN, ASTEK. ASKES, ASABRI. Sifat asuransi sosial adalah dapat bersifat asuransi kerugian dan juga dapat bersifat asuransi jiwa.

Hukum Asuransi

1. Asuransi Sosial

Asuransi sosial yang diperbolehkan dalam islam dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

  1. Asuransi sosial tidak termasuk akad mu’awadlah, tetapi merupakan syirkah ta’awuniyah.
  2. Diselenggarakan oleh Pemerintah. Sehingga kalau ada ruginya ditanggung oleh Pemerintah, dan kalau ada untungnya dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
Baca Juga:  Amalan Ketika Mimpi Buruk, Bagaimana Mensikapinya?
2. Asuransi kerugian

Asuransi kerugian, yang diperbolehkan dalam islam dengan syarat apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

  1. Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan persyaratan bagi obyek-obyek yang menjadi agunan bank.
  2. Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari, karena terkait oleh ketentuan-ketentuan Pemerintah, seperti asuransi untuk barang-barang yang di impor dan diekspor.
3. Asuransi jiwa

Asuransi jiwa hukumnya haram kecuali apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  • Apabila asuransi jiwa tersebut mengandung unsur saving (tabungan).
  • Pada waktu menyerahkan uang premi, pihak tertanggung beniat untuk menabung untungnya pada pihak penanggung (perusahaan asuransi).
  • Pihak penanggung bemiat menyimpan uang tabungan milik pihak tertanggung dengan cara-cara yang dibenarkan/dihalalkan oleh syariat agama Islam.
  • Apabila sebelum jatuh tempo yang telah disepakati bersama antara pihak tertanggung dan pihak penanggung seperti yang telah disebutkan dalam polis (surat perjanjian), ternyata pihak tertanggung sangat memerlukan (keperluan yang bersifat darurat) uang tabungannva. Maka pihak tertanggung dapat mengambil atau menarik kemballi sejumlah uang simpanannya dari pihak penanggung dan pihak penanggung berkewajiban menyerahkan sejumlah uang tersebut kepadanya.

Apabila pada suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar uang premi, maka:

  1. Uang premi tersebut menjadi hutang yang dapat diangsur oleh pihak tertanggung pada waktu-waktu pembayaran uang premi berikutnya.
  2. Hubungan antara pihak tertanggung dan pihak penanggung dinyatakan tidak putus.
  3. Uang tabungan milik pihak tertanggung tidak dinyatakan hangus oleh pihak penanggung.
  4. Apabila sebelum jatuh tempo pihak tertanggung meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak untuk mengambil sejumlah uang simpanannya, sedang pihak penanggung berkewajiban mengembalikan sejumlah uang tersebut.
  • Para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya asuransi secara Islam.
  • Sebelum tercapainya cita-cita terwajudnya Asuransi Islam hendaknya sistem perasuransian yang ada sekarang ini diperbaiki dengan menghilangkan unsur-unsur yang terlarang, sehingga tidak bertentangan dengan tuntunan ajaran Islam.
Baca Juga:  Jangan Lupa! Inilah Amalan-amalan Sunnah di Bulan Rajab

Selain itu bagi siapapun yang ingin ikut serta dengan asuransi sebaiknya terlebih dahulu ditata niatnya. Niatkan bahwa saat anda memilih produk asuransi, maka di saat itulah anda sebenarnya sedang terjalin dalam sistem saling tolong-menolong dan gotong royong dalam menanggung beban sesama anggota peserta asuransi.

Anda tidak sedang bertaruh dan juga tidak sedang menabung. Ini adalah kunci utama pemahaman asuransi tersebut. Dengan begitu, anda akan terjauhkan dari asumsi gagal faham memandang asuransi sebagai maisir, qimar, gharar dan riba. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik