Menjinakkan Bola Liar Khilafah Hizbut Tahrir

Menjinakkan Bola Liar Khilafah Hizbut Tahrir

Pecihitam.org – Beruntung Felix Siauw gencar propaganda khilafah hizbut tahrir di alam demokrasi dewasa ini. Jika saja sekarang masih era otoritarian Orde Baru, kemungkinan besar tidak hanya organisasi Felix yang dimatikan. Aktivis HTI seperti Ismail Yusanto dan Felix Siauw bisa-bisa masuk bui, bahkan bisa jadi tinggal nama.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Saya termasuk orang yang tidak sepakat jika Islam dijadikan ideologi. Cukuplah Islam sebagaimana asalnya, yakni agama wahyu. Jika Islam menjelma satu ideologi politik seperti apa yang HTI gemakan, saya pikir itu mempersempit Islam itu sendiri.

Sebagaimana wataknya, ideologi adalah hasil racikan para ideolog, yang kaku dan tentu menolak bentuk ideologi lain. Seperti ideologi komunisme bertentangan dengan kapitalisme.

Maka jika Islam sebagai agama wahyu dipaksakan jadi satu ideologi, ia jadi kaku. Ia otomatis bertentangan dengan ideologi di luar dirinya. Seperti HTI dengan ideologi islamnya otomatis bertentangan dengan Pancasila, ideologi negara-bangsa Indonesia.

HTI memang telah resmi jadi organisasi terlarang. Tapi seperti apa yang Gus Dur katakan ketika berbicara soal PKI dalam film dokumenter Grass Wave; siapa yang sanggup membunuh ideologi?

Ide khilafah Hizbut Tahrir masih akan terus ada selama orang-orangnya masih hidup dan dipropagandakan. Terlebih ideologi HTI diklaim sebagai bagian dari syariat Islam. Ini jauh lebih kuat ketimbang sebuah ideologi politik di luar ideologi politik satu agama (Islam). Sebab klaim ideologinya berangkat dari tafsir atas teks agama. Syahdan, khilafah ala HTI ini seolah jadi bagian dari keimanan oleh mereka yang mempercayainya.

Felix Siauw ikon HTI masih jadi propagandis populer dan digemari sebagian generasi muda Indonesia. Kepiawaian retorisnya mampu menyihir otak generasi penerus para pendiri bangsa dan negara ini. Di akun youtubnya ia masih tak patah ide untuk terus meraup suara dukungan bahwa khilafah adalah keniscayaan bagi persatuan umat Islam di dunia.

Kontra-wacana dan hujjah antitesa terhadap khilafah Felix memang telah banyak dikemukakan. Baik melalui buku teks ataupun artikel serta video. Tapi sifatnya masih tergolong belum efektif untuk meruntuhkan secara total segala sendi kelemahan ideologi politik Islam HTI.

Pada hari ini, 1 September 2019 diadakan satu Parade Ukhuwah di Solo. Acara yang menghadirkan aktivis HTI ini digagas oleh ormas Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS). Khilafah ala Hizbut Tahrir ternyata masih berpotensi diterima oleh sebagian muslim Indonesia. Wacana khilafah seolah jadi bola liar.

Jika menengok serambi-serambi akun twitter pendukung ideologi politik Islam HTI, banyak tagar seperti #WeWantKhilafah, #KhilafahWillBack, #HijrahMenujuIslamKaffah, dan #MomentumHijrahSyariahKaffah. Ini berarti aktivis HTI masih bergerak di bawah tanah. Mereka masih mengimani ideologi politik Islam HTI.

Sebetulnya banyak tokoh Islam moderat, baik dari Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama yang bersuara tentang lemahnya dalil teks Islam atas kewajiban khilafah bagi umat Islam. Namun, upaya-upaya tersebut tampak belum maksimal.

Menurut saya, agar khilafah ala Hizbut Tahrir ini tidak terus menerus jadi bola liar. Perlu ada upaya serius yang dilakukan oleh segenap elemen bangsa.

Usulan dari saya ialah ide khilafah ini harus dikuliti secara kritis ilmiah oleh lembaga pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi dan atau lembaga penelitian seperti LIPI bisa mengadakan diskusi ilmiah dengan mendatangkan aktivis HTI seperti Felix Siauw dan tokoh Islam moderat seperti Gus Nadirsyah Hosen. Acara ini digelar secara live dan bisa ditonton oleh segenap khalayak publik dari Sabang-Merauke.

Tujuannya agar kelemahan argumentasi khilafah HTI benar-benar dibuktikan secara ilmiah. Saya yakin tokoh NU seperti Gus Nadir sangat berkapasitas dalam hal itu. Sebagaimana kita ketahui beliau sangat intens menulis kritik atas ide khilafah dengan berdasar dalil-dalil ilmiah — kitab-kitab klasik, teks quran dan hadis.

Baca Juga:  Silaturahmi Secara Virtual: Trend Masa Kini yang Belum Ada di Zaman Nabi

Bagi saya ini jauh lebih efektif ketimbang membuat plang atau pamflet pelarangan. Dengan diskusi kritis ilmiah kita perangi HTI langsung ke akar soalnya. Ideologi bercokol di otak. Maka otak ideolognya yang harus dihantam.

Namun, jika telah berhasil diruntuhkan dengan kritik ilmiah tapi khilafah masih juga dipercaya sebagai bagian dari kewajiban umat Islam, berarti ini yang sakit bukan cuma otaknya, tapi juga hatinya.

Wallahul muwaffiq.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *