Moh Limo, Ajaran Dakwah Sunan Ampel yang Melekat Hingga Saat Ini

Moh Limo, Ajaran Dakwah Sunan Ampel yang Melekat Hingga Saat Ini

PeciHitam.org – Sunan Ampel atau Raden Rahmatullah merupakan putra dari Syaikh Ibrahim As-Samarkandi adalah tokoh Walisongo tertua yang berperan besar dalam penyebaran ajaran Islam di Nusantara, khususnya wilayah pulau Jawa. Sunan Ampel lahir sekitar tahun 1401 M, mengenai tanggal dan bulannya tidak ada data yang pasti.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Didirikannya Pesantren Ampel Denta ini digunakan oleh Sunan Ampel dalam mendidik kader-kader penyebar agama Islam. Kader-kader Sunan Ampel yang dimaksud antara lain seperti Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Drajat, Sunan Bonang, dan Raden Kusen.

Cara penyebaran lain yang digunakan ialah dengan cara menikahkan pendakwah Islam dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit. Sunan Ampel membentuk keluarga-keluarga muslim dalam suatu jaringan kekerabatan.

Hal inilah yang nantinya menjadi cikal-bakal dakwah Islam di berbagai daerah. Pola dakwah demikian mungkin masih dapat kita temui hingga saat ini di kalangan para Kiai Pesantren.

Sunan Ampel sendiri menikahi putri Arya Teja yang kala itu menjadi Bupati Tuban, yang juga merupakan cucu Arya Lembu Sura, Raja Surabaya yang muslim. Jejak dakwah Sunan Ampel tidak hanya di Surabaya dan Ibukota Majapahit saja melainkan meluas sampai ke luar pulau hingga daerah Sukadana di Kalimantan.

Baca Juga:  Membangun Karakter Islam Khas Indonesia dengan Tradisi Intelektual Ulama Nusantara

Momentum perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja Majapahit pada masa itu. Hal itu dimanfaatkan sebaik mungkin guna memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta.

Peran Sunan Ampel yang strategis ini memudahkannya dalam menyebarkan ajaran agama Islam secara luas dan dalam waktu yang terbilang singkat. Diakui atau tidak, Islam yang berkembang di pulau Jawa adalah Islam yang unik. Hal tersebut sedikit banyak merupakan perjuangan dakwah Sunan Ampel dan para penyebar Islam abad ke-15 dan ke-16.

Cara yang ditempuh oleh Sunan Ampel dalam waktu singkat mampu menyebarkan agama Islam pada masa tersebut salah satunya dengan membangun masjid sebagai pusat kekuatan umat.

Tercatat oleh H.J. De Graaf & Th.G.Th Pigeaud dalam bukunya yang berjudul Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram menyebutkan bahwa Raden Rahmat (Sunan Ampel) diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung bernama Arya Sena.

Baca Juga:  Misteri Dibalik Syair Kidung Wahyu Kolosebo Karya Sri Narendra Kalaseba

Penempatan Raden Rahmat di Surabaya, selain dilakukan secara resmi oleh Pecat Tandha di Terung juga disertai oleh keluarga-keluarga yang dipercayakan Kerajaan Majapahit untuk dipimpinnya.

Hal ini seolah mengadopsi jalan yang ditempuh oleh Rasulullah ketika beliau dan para sahabatnya hijrah ke Madinah. Salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid.

Dalam dakwahnya, ajaran Islam yang disebarkan oleh Sunan Ampel merupakan akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra Islam dengan Islam. Baik itu melalui pendekatan sosial, budaya, politik, ekonomi, mistik, kultus, ritual, tradisi keagamaan, maupun konsep-konsep sufisme yang khas, yang merefleksikan keragaman tradisi muslim secara keseluruhan.

Sunan Ampel mampu memformulasikan metode dakwahnya dengan amat kreatif. Betapa tidak, dengan memasukkan tradisi keagamaan muslim melalui pendekatan sufisme dengan cepat dapat diterima dan diserap oleh masyarakat yang dahulu menganut agama kapitayan maupun Hindu Buddha.

Ajaran Sunan Ampel yang terkenal dan masih melekat hingga sekarang adalah falsafah Moh Limo yang berarti tidak mau melakukan lima hal tercela. Moh Limo atau Kelima hal yang dihindari tersebut antara lain:

  1. Moh Main atau tidak mau berjudi,
  2. Moh Ngombe atau tidak mau minum arak atau mabuk-mabukkan,
  3. Moh Maling atau tidak mau mencuri,
  4. Moh Madat atau tidak mau menghisap candu, ganja dan lain-lain,
  5. Moh Madon atau tidak mau berzina/ main perempuan yang bukan istrinya.
Baca Juga:  Islam di Indonesia, Dari Membela Agama ke Membela Kemanusiaan

Demikian sekilas gambaran dakwah Sunan Ampel dalam menyebarkan agama Islam dengan ajaran Moh Limo. Semoga kita dapat meneruskan perjuangannya di masa sekarang ini dengan cara-cara yang baik. Seperti yang telah dicontohkan olehnya. Wallahu A’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq