Implikasi Ajaran Sunan Kalijaga Terhadap Tradisi Sekaten di Yogyakarta

Implikasi Ajaran Sunan Kalijaga Terhadap Tradisi Sekaten di Yogyakarta

Pecihitam.org – Kita ketahui bersama bahwa Islam berkembang pesat di pulau Jawa pada masa kerajaan Demak. Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa tersebut ternyata mempunyai dampak yang luar biasa terhadap masyarakat Nusantara khususnya di pulau Jawa.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Islam masuk di pulau Jawa melalui daerah pesisir dan ditandai dengan terdapatnya sebuah petilasan dari Syekh Jumadil Kubro yang ada di pesisir pantai utara ( Semarang ).

Strategi dakwah yang mengedepankan aspek keragaman, akulturasi budaya dengan Islam. Ternyata berdampak pada masyarakat Jawa. Keunikan dan kesakralan yang kemudian menjadi sebuah tradisi yang unik seperti musik gamelan, pewayangan, kidung, dan santra seni lainya. Membuat masyarakat berbondong-bondong masuk Islam dan belajaran tentang ajaran Islam.

Tidak hanya kesenian saja, namun dengan adanya percampuran para pedagang yang datang dari berbagai wilayah dan sosial budaya mereka, telah menyebabkan keragaman dan kemajemukan tersebut.

Percampuran ini terjadi, karena daerah pesisir dijadikan sebagai tempat persinggahan para pedagang, baik pedagang domestik maupun pedagang asing, termasuk pedagang dari Arab.

Selain kesenian, proses dakwah Islam juga melalui perdagangan. Pola kehidupan yang terbuka untuk menerima kedatangan para pedagang dari mancanegara pada masa awal kedatangan Islam di Indonesia, merupakan faktor dominan yang menyebabkan kehidupan masyarakat di daerah pesisir tampak dinamis dan maju.

Baca Juga:  Filosofi Tembang Sluku-sluku Batok Dakwah ala Sunan Kalijaga

Pada abad ke-14, peran walisongo sangat mendominasi dalam proses suksesnya dakwah Islam di pulau Jawa. Dimulai dari Raden Rahmat (Sunan Ampel), dan kemudian dilanjutkan oleh putra-putranya yang bernama Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Ajaran Islam yang santun dengan tidak menyampingkan tradisi yang sudah ada, menjadi salah satu senjata yang sangat ampun dalam penyebaran dakwahnya.

Raden Said (Sunan Kalijaga) putra dari adipati Tuban, menjadi salah satu sosok wali yang dapat dengan sempurna mengakulturasikan tradisi Jawa dengan ajaran Islam.

Sunan Kalijaga yang merupakan murid dari Sunan Bonang yang menguasi kesenian gamelan dan sastra. Terdengar oleh masyarakat Mataram dan kemudian banyak masyarakat mataram yang belajar ajaran Islam sekaligus kesenian gamelan.

Pengaruh ajaran Sunan Kalijaga terhadap Mataram Islam sangat besar. Seperti tradisi sekaten yang hingga saat ini tradisi tersebut terus dilakukan oleh mayarakat keraton Surakarta dan Yogyakarta.

Baca Juga:  Berbagai Gelar Raden Syahid: Lokajaya, Syaikh Melaya dan Sunan Kalijaga

Sekaten merupakan tradisi ekspresi musik gamelan. Tradisi ini pertama kali itu terjadi di Pulau Jawa. Hal ini, sebagai sarana penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Bonang.

Di masa lalu, setiap kali Sunan Bonang memaikan gamelan selalui diselingi dengan lagu-lagu yang berisi ajaran Islam. Setiap perubahan lagu dalam pukulan Gamelan diselingi dengan pengunjuk diminta membacaan syahadatain, yang pada akhirnya tradisi ini disebut ‘sekatenan’.

Tujuan dari acara sekaten adalah syahadatain (membaca dua kalimat syadat ). Sekaten juga dimainkan bertepatan dengan Grebek Maulud. Acara puncak dalam tradisi sekaten adalah pelepasan sepasang gunung dari Masjidil Agung setelah didoakan oleh ulama kerajaan.

Banyak orang berpikir bahwa siapa pun yang mendapat sedikit atau terlalu banyak makanan dari Gunungan akan mendapat berkah dalam hidupnya. Beberapa hari sebelum pembukaan sekaten, sebuah pesta rakyat diadakan.

Sekaten merupakan upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad yang dilakukan oleh keluaraga Istana di Yogyakarta. Selain itu maulud sekaten diadakan di Bulan Agung (dzulhijjah). Selama perayaan ini, dua gunungan diarak dari istana ke Lapangan Masjid Agung di Yogyakarta.

Baca Juga:  Kebatinan Kanjeng Sunan Kalijaga dalam Sebuah Karya Sastra Agung “Kidung Rumeksa Ing Wengi”

Jika kita melihat penjelasan di atas, sangat jelas bahwa ajaran walisongo khususnya Sunan Bonang dengan Sunan Kalijaga sangat berpengaruh besar terdapat hadirnya mataram Islam di Jawa. Khususnya dalam tradisi sekaten yang hingga sekarang masih bisa kita nikmati khususnya masyarakat Yogyakarta dan Surakarta.

M. Dani Habibi, M. Ag