Gerakan dan Simbolisasi Ideologi Islam Radikal Dibalik Liwa dan Rayah

Liwa dan Rayah

Pecihitam.org – Pergerekan Islam di Indonesia muncul karena dilatarbelakangi oleh kegelisahannya, karena  pemerintahan menggunakan sistem demokrasi dan idiologi Pancasila.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sistem dan ideologi tersebut merupakan salah satu sistem dan ideologi yang tidak sesuai dengan sistem khilafah dan syari’at Islam (setidaknya menurut HTI). Sehingga kelompok Hizbut Tahrir Indonesia muncul dengan membawa ideologi dan sistem pemerinahan Khilafah Islamiyah.

Hizbut Tahrir didirikan Taqiyuddin al-Nabhani pada tahun 1953. Kemudian jika dilihat dari latar belakang hadirnya Hizbut Tahrir sebagai sebuah alat untuk dijadikan kendaraan politik yang berkedok Islami.

Selain itu, melihat pemimpin-pemimpin negara yang Islam namun tidak membawa sistem pemerintahan yang islami, maka Taqiyuddin al-Nabhani melakukan aktivitas politiknya dengan ormas Hizbut Tahrir.

Sejak al-Nabhani memproklamirkan Hizbut Tahrir sebagai sebuah partai politik pembebasan, dengan visi dan misi memperjuangkan kemenangan Islam melalui pembentukan khilafah Islam, partai ini kemudian berkembang pesat hampir ke seluruh dunia dan dogmanya terkenal mulai dari Yordania di Timur Tengah, Inggris, Australia hingga ke pelosok Indonesia dan menjadi Hizbut Tahrir Indonesia.  

Baca Juga:  Hei Para Pejuang Khilafah, Selesaikan Aja Dulu Khilafiyah di Antara Kalian!

Hizbut Tahrir memang organisasi Islam, akan tetapi sayangnya ormas tersebut mempunyai visi dan misi politik didalamnya. Tujuan besar dalam perjuangannya adalah merubah sebuah idiologi Pancasila dan mengganti sistem pemerintahan menjadi sistem khilafah.

Inilah yang menjadi permasalahan besar yang hingga saat ini masih mereka lakukan. Menanggapi hal demikian, maka pemerintah mendirikan Badan Penasehat Ideologi Pancasila ( BPIP ). Yang salah satu progaramnya yaitu membina dan meneguhkan Pancasila sebagai ideologi yang final di Indonesia.

Hizbut Tahrir Indonesia hingga saat ini masih berjalan dan bergerak secara masif. Meskipun sudah dibubarkan, namun peregrakan ormas HTI ini, menjelma mengikuti alur ormas-ormas lain yang senada dengannya. Seperti Front Pembela Islam ( FPI ).

Saat ini, ormas tersebut mencoba menyusup kedalam sendi-sendi masyarakat untuk memberikan sebuah informasi dan mengajak masyarakat untuk menjahui sistem dan idiologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai cara yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir untuk mengalihkan perhatian masyarakat. Seperti membuat sebuah bendera yang bertulisan Laa illaaha illaa Allah Muhammad Rasul Allah. Mungkin masayrakat di pedesaan contohnya melihat simbol bendera tersebut sangat islami. Namun dibalik keislamian tersebut terdapat misi dan visi terselubung yakni tegaknya syaria’at Islam di Indonesia.

Baca Juga:  Awasi Aktivitas HTI, Pemerintah Buka Posko Pengaduan 24 Jam

Jika kita lihat lebih dekat bendera liwa dan rayah yang bertulisan dalam bendera HTI memang tertulis kalimat tauhid, akan tetapi di dalamnya mempunyai makna yang berkaitan dengan politik.

Gerakan politik dalam bingkai keagamaan seperti bendera HTI memang bukan tergolong dalam politik praktis. Akan tetapi HTI adalah politik idiologis berwajah Islam yang mempunyai tujuan dalam berpolitik.

Hal tersebut dapat kita lihat dalam visi dan misi dalam ormas HTI memang sangat membahayakan, lebih-lebih jika diterapkan di Indonesia. Karena visi dan misi Hizbut Tahrir bisa berbenturan dengan idiologi Pancasila yang sudah menjadi idiologi dalam persatuan dan kesatuan, keragaman suku, bahasa, ras, budaya dan agama.

Baca Juga:  Adanya Cacat Matan dan Sanad dalam Argumentasi Khilafah HTI (Bag III)

Oleh sebab itu, jika visi dan misi HTI diterapkan dan menjadi acuan dalam proses berbangsa dan bernegara, maka yang terjadi adalah perpecahan dan kehanjuran di negeri ini. Maka dengan  hal ini, pentingnya kita untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai banyaknya simbol-simbol kegamaan yang menjadi alat untuk berpolitik seperti bendera liwa dan rayah.

M. Dani Habibi, M. Ag