PBNU: Pancasila Tidak Boleh Diatur UU yang Lebih Rendah

Pecihitam.org – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Sirodj, menanggapi soal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Ia menegaskan bahwa Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm, hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum, yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945 tidak butuh penafsiran lewat pembentukan RUU HIP.

“Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit  dari penjabaran yang sudah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 beserta situasi batin yang menyertai rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945,” kata Kiai Said, dikutip dari Mediaindonesia.com, Selasa, 16 Juni 2020.

Menurutnya, sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan, Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

Baca Juga:  Tanggapi Demonstrasi George Floyd, PBNU: Kegagalan Trump Pimpin AS

Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang, kata Kiai Said, akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan.

“Tidak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus,” tegasnya.

Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm, kata Kiai Said, merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional.

“Kesalahan yang terjadi di masa lampau terkait monopoli tafsir atas Pancasila tidak boleh terulang lagi,” tuturnya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa RUU HIP dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik.

“Anyaman kebangsaan yang sudah dengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa koyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis,” ujarnya.

Baca Juga:  Ustaz Abdul Somad Mundur dari PNS UIN Suska Riau, Ada Apa?

Dikatakan Kiai Said, jika dirasakan ada masalah mendasar terkait pembangunan nasional di bidang demokrasi politik Pancasila, maka jalan keluarnya adalah reformasi paket undang-undang bidang politik (legislative review).

“Begitu pula jika ada masalah terkait dengan haluan pembangunan ekonomi nasional, yang dirasakan menyimpang dari jiwa demokrasi ekonomi Pancasila, maka yang perlu dipersiapkan adalah RUU Sistem Perekonomian Nasional sebagai undang-undang payung (umbrella act) yang secara jelas dimandatkan oleh Pasal 33 ayat (5) UUD 1945,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Kiai Said juga menyampaikan bahwa di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19, Indonesia tidak perlu menambah beban sosial dengan memercikkan riak-riak politik yang dapat menimbulkan krisis politik, memecah belah keutuhan bangsa, dan mengoyak persatuan nasional.

Baca Juga:  Soal Persekusi Muslim Uighur, PBNU: Islam Sudah Berkembang Baik di China

“Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional,” pungkasnya.

Muhammad Fahri