Tradisi Mencium Tangan Kiai di Pesantren, Kebiasaan Orang Shaleh Sejak Zaman Nabi

tradisi mencium tangan kiai di pesantren

Pecihitam.org – Suatu ketika, saya ngobrol panjang dengan seorang teman, obrolan kami berkisar seputar pesantren dan beberapa tradisi yang ada di dalamnya. Ketika masuk ke pembahasan tradisi mencium tangan kiai, teman saya berpendapat bahwa tradisi cium tangan adalah sesuatu yang tidak layak, tidak manusiawi, dan dianggap representasi dari satu jenis perbudakan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Maklum, teman saya ini hampir tidak pernah mengenyam pendidikan ala pesantren. Sejak kecil, dia lebih banyak menghabiskan waktu dengan sekolah umum yang kurang ada sentuhan kepesantrenan.

Tapi apa boleh buat, pandangan yang kurang pas soal tradisi mencium tangan kiai ini harus saya luruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Biasanya, seseorang yang menolak tradisi-tradisi lama semacam cium tangan, sangat banyak terpengaruh oleh gagasan orang-orang Barat yang bercirikan bebas dan anti merendah di hadapan orang lain.

Pandangan seperti ini boleh jadi benar, tapi tidak selalu menunjuk pada ketetapan yang pasti perihal baik-buruknya.

Dengan kepala dingin, saya menjelaskan secara pelan-pelan kepadanya bahwa tradisi cium tangan kiai sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah perbudakan atau seolah-olah diri kita rendah dihadapan orang yang kita cium tanyannya, sama sekali tidak.

Baca Juga:  Subhanallah, Inilah Fakta yang Mengejutkan! Burung Tidak Bisa Terbang di Atas Ka'bah

Mencium tangan kiai bukan hanya tradisi yang ada di pesantren, tapi merupakan ajaran dan kesunahan yang sudah dilakukan sejak zaman Nabi.

Para ulama telah bersepakat bahwa mencium tangan kiai, guru, atau orang yang kita muliakan merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam agama. Sebab, perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka.

Baiknya, di bawah ini akan disebutkan beberapa riwayat hadits yang mendukung dalil kesunahan mencium tangan:

Dari Zari’ ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan, lalu mengecup tangan dan kaki Nabi Saw” (HR. Abu Dawud).

Dari Ibnu Jad’an ia berkata kepada Anas bin Malik, apakah engkau pernah memegang Nabi dengan tanganmu ini? Sahabat Anas berkata, “Ya”, lalu Ibnu Jad’an mencium tangan Anas tersebut” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Baca Juga:  Alhamdulillah; Makna Kata, Tafsir dan Keutamaannya dalam Hadis Nabi

Dari Jabir r.a sesungguhnya Umar mencium tangan Nabi” (HR. Ibnu al-Muqarri).

Dari Abi Malik al-Asyja’i berkata; saya berkata kepada Ibnu Abi Aufa, ulurkan tanganmu yang pernah engkau bai’at Rasul dengannya, maka ia mengulurkannya dan aku kemudian menciumnya” (HR. Ibnu Muqarri).

Berdasarkan hadits-hadits di atas, para ulama dari dulu hingga sekarang menetapkan status hukum bahwa mencium tangan guru, ulama, atau orang saleh, merupakan sebuah kesunahan yang harus dilakukan. Mereka adalah orang-orang yang kita hormati karena agama dan kemuliaannya.

Bahkan, imam Nawawi berpendapat bahwa mencium tangan seseorang karena zuhudnya, kebaikannya, ilmunya, atau kedudukannya dalam agama adalah perbuatan yang tidak dimakruhkan, bahkan hal tersebut disunahkan.

Senada dengan itu, imam al-Zaila’i berkata bahwa boleh mencium tangan seorang ulama dan orang yang wira’i karena berharap barakahnya.

Dari sinilah, tradisi mencium tangan kiai atau ulama menjadi semacam kebiasaan yang sangat mendarah daging di lingkungan pesantren, atau bahkan sangat berpengaruh dalam berperilaku antara murid dan guru di sekolah-sekolah.

Baca Juga:  Tata Cara Shalat Idul Adha 2020 dan Panduan Protokol Kesehatan saat COVID-19

Tradisi mencium tangan ini sudah menjadi ukuran sopan santun seorang murid kepada gurunya atau santri kepada kiainya. Santri yang tidak mau mencium tangan kiainya, ia akan dicap sebagai santri yang kurang ajar dan tidak punya sopan santun.

Dengan begitu, tidak ada alasan bagi siapapun untuk berpandangan bahwa mencium tangan adalah tradisi yang tidak baik atau ketinggalan zaman. Sebab akhlak atau perilaku yang dianggap baik, tidak pernah lekat oleh ruang dan waktu.

Bila ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami perubahan, maka akhlak adalah sesuatu yang hampir tidak pernah berubah dari waktu ke waktu.

Rohmatul Izad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *