Sejarah Penerimaan Asas Tunggal Pancasila, NU lah Organisasi Islam Pertama yang Menerima Ini

Sejarah Penerimaan Asas Tunggal Pancasila, NU lah Organisasi Islam Pertama yang Menerima Ini

Pecihitam.org- Pada tahun 1983, Orde Baru melalui rezim Soeharto pernah memberlakukan asas tunggal Pancasila. Konsepsi asas tunggal Pancasila ini meniscayakan agar seluruh organisasi sosial kemasyarakatan harus menempatkan Pancasila sebagai dasar organisasinya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terang saja, keputusan sepihak ini menuai beragam reaksi dari berbagai ormas. Sebagian besar ormas Islam banyak yang menolak kebijakan tersebut, karena mayoritas dari ormas ini menempatkan Islam sebagai dasar dan asas organisasi.

Dalam persoalan kebijakan asas tunggal ini, NU secara tegas menyatakan siap menerima asas tunggal pancasila. Dalam konteks ini, NU merupakan organisasi Islam pertama yang menerima berlakunya asas tunggal tersebut.

Gusdur adalah tokoh muda NU yang mendesain sikap politik NU. Dalam muktamar NU 1984 di Situbondo, diputuskan penerimaan Pancasila sebagai asa tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam muktamar yang memutuskan Gusdur sebagai Ketua Umum tanfidziyah tersebut juga menetapkan kembalinya NU pada khittah 26. Hal ini berarti NU menarik diri dari dunia politik praktis dan kembali menjadi organisasi sosial yang mengurusi masalah agama, dakwah dan sosial.

Baca Juga:  Beginilah Cara Santri NU Meneladani Rasulullah dalam Bernegara

Hal ini berbeda dengan beberapa organsasi Islam lainnya, Muhammadiyah misalnya yang harus melalui proses panjang dan perdebatan sengit dalam menyikapi kebijakan asas tunggal pancasila. Walaupun pada akhirnya Muhammadiyah sepakat dan mensetujui tentang asas tunggal pancasila sebagai dasar organisasi.

Penerimaan asas tunggal Pancasila menjadi bukti bahwa NU merupakan ormas yang memiliki sikap kebangsaan terhadap negara Indonesia. Sejak awal, NU beranggapan bahwa Pancasila adalah penjabaran dari nilai-nilai keislaman. Apabila nilai-nilai pancasila dilakukan secara baik, itu berarti nilai-nilai Islam telah dilaksanakan.

Secara lebih spesifik, argumentasi penerimaan asas tunggal Pancasila berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai mana yang tertuang dalam Keputusan Munas Alim Ulama NU No.11/MANU/1404/1983.

Pertama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Artinya Pancasila dalam konteks bernegara merupakan pandangan hidup, dan hal ini berbeda dengan ajaran agama.

Kedua, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila lain, mencerminkan nilai tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.

Baca Juga:  Islam Nusantara: Definisi, Sejarah Singkat dan Karakteristiknya

Pencantuman kata “esa” mengandung nilai dasar dalam tauhid. Hal ini menjadi sila pertama dalam Pancasila, sehingga Pancasila tidak bertentangan dengan prinsip tauhid.

Ketiga, bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah aqidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.

Pancasila merupakan prinsip dalam berhubungan dan berinteraksi sosial terhadap sesama manusia, dalam lingkup berbangsa dan bernegara. Melalui Pancasila, maka cara berakhlak sosial dapat terbangun melalui ide dasar budaya dan kearifan masyarakat.

Keempat, penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.

Pancasila merupakan payung yang akan mengayomi kebebasan dan menjalankan ajaran agama. Sehingga setiap orang dapat dilindungi dan dijamin haknya dalam melaksanakan ajaran agama.

Kelima, sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

Baca Juga:  Buya Hamka: Saya Qunut Subuh dan Ikut Maulid Setelah Baca 1000 Kitab

Beberapa argumen di atas secara formal menjadi legitimasi pilihan politik NU untuk menerima Pancasila secara sadar. Faktanya NU memahami pemahaman kebangsaan ini secara terbuka dan tidak terdistorsi oleh paham keagamaan yang radikal.

Menerima Pancasila, berarti menerima Indonesia sebagai konsep negara-bangsa di mana kita sebagai warga negara ini hidup. Meskipun dalam beberapa pengamatan lain, ada semacam tekanan dan resistensi kuasa dalam penerimaan asas tunggal ini. Namun yang jelas keputusan bulat tersebut dicetuskan dalam sebuah wahana permusyawaratan tertinggi organisasi, yakni melaui muktamar.

 

Mochamad Ari Irawan