Bung Karno: Pancasila adalah Pemberian Allah Ta’ala

Bung Karno: Pancasila adalah Pemberian Allah Ta'ala

Pecihitam.org – Merah dan putih, adalah warna sang pusaka bendera republik ini. Merah darahku, putih tulangku. Demikian dalam lirik lagu kebangsaan kita. Sang pusaka Merah-Putih sebagai bendera bangsa dan negara memiliki makna historis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Merah sebagai perlambang, bermakna Indonesia Raya dibangun di atas cucuran dan kubangan darah para pejuang. Putih bermakna tak berhingganya koyakan tulang dan daging yang tercabik dan patah demi memerdekakan bangsa dari kolonialisme.

Maka, jika di alam kemerdekaan ini ada individu bangsa yang menistakan Merah-Putih dengan tidak mewajibkan Upacara Bendera senin pagi di sekolahnya, sungguh sangat melukai nilai perjuangan para founding fathers.

Tak kalah bernilai dari Merah-Putih, adalah Pancasila. Pancasila bukan sekadar teks berisi lima butir sila. Pancasila bukan sekadar ujaran yang diucap tatkala seremonial upacara pengibaran bendera. Sebagai Dasar Negara, Pancasila memiliki “spirit” yang dalam dan menghidupi atmosfer keindonesiaan kita.

Bapak Pancasila kita, Bung Karno, pada peringatan hari lahirnya Pancasila ke-19 (1 Juni 1964) di Jakarta berpidato. Di mana dalam pidatonya itu beliau mengungkap beberapa hal mengenai Pancasila.

Baca Juga:  Pro Kontra Hukum Nikah Beda Agama dalam Islam

Pertama-tama Presiden Pertama kita itu mengurai singkat asal-muasal lahirnya Pancasila. Bung Karno berkisah apa yang beliau lakukan pada malam hari di mana esoknya akan menjawab pertanyaan tentang apa Dasar Negara Indonesia Merdeka.

“Saya keluar dari rumah Pegangsaan Timur 56. Saya keluar di malam yang sunyi itu dan saya menengadahkan wajah saya ke langit … pada saat itu dengan segenap kerendahan budi saya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa:

“Ya Allah, ya Rabbi, berikanlah petunjuk kepadaku. Berikanlah petunjuk apa yang besok pagi akan kukatakan, sebab Engkaulah ya Tuhanku, mengerti bahwa apa yang ditanyakan kepadaku oleh Ketua Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (BPUPK) itu bukan barang yang remeh, yaitu dasar daripada Indonesia Merdeka,” urai Bung Karno.

Apa yang diutarakan Bung Karno pada Peringatan Hari Lahir Pancasila ke-19 itu petanda bahwa Pancasila lahir tidak dengan kekeringan spirit Islam.

Baca Juga:  Ketika Mereka Masih Perdebatkan Islam dan Sistem Negara Bangsa

Sebagai seorang muslim, Bung Karno menggali Pancasila tidak semata-mata mengandalkan daya intelektualnya belaka. Pengakuan Bung Karno mengenai munajat doanya kepada Allah Ta’ala merupakan simbol bahwa Pancasila lahir sangat lekat dengan “ruh” Islam. Di mana laku berdo’a ialah simbol ketaatan beragama.

Bahkan kemudian Bung Karno menyatakan bahwa usai memanjatkan permohonan petunjuk kepada Allah Ta’ala, beliau merasa mendapat ilham.

“Sesudah aku mengucapkan do’a kepada Tuhan ini, saya merasa mendapat petunjuk. Saya merasa mendapat ilham. Ilham yang berkata: “Galilah apa yang hendak engkau jawabkan itu dari bumi Indonesia sendiri,” paparnya.

Uraian Bung Karno dalam deskripsi do’anya itu menyiratkan arti penting dari penggalian Pancasila. Setidaknya ada terminologi sangat Islamis di situ. Yakni “Allah”, “ilham”, dan “petunjuk” atau hidayah.

Ilustrasinya, Bung Karno ditanggungjawabi untuk membuat rumusan bagi Dasar Negara Indonesia Merdeka. Kemudian beliau bermunajat kepada Allah Ta’ala.

Atas munajatnya itu, Allah Ta’ala memberikan “ilham” di mana itu menjadi penuntun yang menunjukkan Bung Karno bagaimana harus menjawab pertanyaan Ketua Sidang BPUPKI.

Baca Juga:  Bekas Sujud Itu Kebaikan Perilaku, Kalau Jidat Hitam Itu Bekas Karpet

Term “Allah”, “ilham”, dan “petunjuk” memiliki makna penting bagi upaya Bung Karno merumuskan azas republik ini. Ketiga terma itu perlambang bahwa sesungguhnya Pancasila dari sejak masa “penggalian”-nya sudah sangat dinapasi oleh spirit Islam.

Dus, atas kerendahan hati dan kesadaran spiritualitas Bung Karno, ketika beliau dielu-elukan sebagai Pencetus Pancasila, beliau berkata:

“bahwa sebenarnya hasil, atau lebih tegas penggalian daripada Pancasila ini, Saudara-saudara, adalah pemberian Tuhan kepada saya.”

Wallahul muwaffiq.

Mutho AW

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *