Makna dan Filosofi Garwo (Sigarane Nyowo) dalam Istilah Jawa Menurut Kalam Ulama

Filosofi Garwo

Pecihitam.org – Garwo ungkapan ini adalah filosofi menurut budaya Jawa yakni sebutan kehormatan bagi seorang istri (Kamus Besar Bahasa Indonesia). “Garwo” sering diakronimkan sebagai kependekan dari kata “sigaraning nyawa” alias “belahan nyawa” atau “belahan jiwa” sang suami. Ini menandakan garwo sarat akan filosofi dan makna yang mendalam terhadap ikatan pernikahan antara dua anak Adam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hal ini ternyata selaras dengan hadits Nabi Saw, An-nisa-u saqa-iqu ar-rijaal. “Sesungguhnya perempuan (istri) itu adalah saudara kandung bagi laki-laki (suaminya)”

Almaghfurllah KH. Maimoen Zubair pernah berpesan, “Di dalam Al Qur’an itu tertulis ﻧﺴﺎﺅﻛﻢ ﺣﺮﺙ ﻟﻜﻢ. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam. Maka seberapa bagus bibit tetapi kalau tanah dan ladangnya tidak bagus, maka tidak akan menghasilkan padi yg bagus pula”. (Al-Baqarah Ayat 223)

Mbah Moen kemudian menyarankan konsep bagaimana sebaiknya mencari istri:

Dawuh mbah Moen, “Nek milih bojo iku sing ora patiyo ngerti dunyo, mergo sepiro anakmu sholeh, sepiro sholehahe ibune”.

Baca Juga:  Mana yang Harus Diutamakan, Berhaji atau Membantu Kerabat?

Artinya: “Jika memilih istri sebaiknya (wanita yg) tidak begitu suka dunia, karena seberapa sholeh anakmu tergantung dari seberapa sholeh ibunya”.

Beliau kemudian mengambil i’tibar dari kisah para sahabat Nabi Saw bahwa, “Sahabat Abbas dahulu mempunyai istri yang tidak suka berdandan, hingga sahabat Abbas malu jika keluar rumah bersama istrinya. Tapi beliau memiliki anak yang sangat alim sekali, yaitu Abdullah bin Abbas”.

“Sayyidina Husain (cucu Rosulullah Saw) mempunyai istri dari putri Raja Rustam (Raja Persia). Namun meski berasal dari putri raja, setelah menjadi istri Sayyidina Husain sudah tidak begitu suka dunia. Itu sebabnya beliau memiliki putra bernama Ali Zainal Abidin bin Husain, keturunan Rosulullah Saw yang paling alim”, demikian pesan mbah Moen

Tidak cukup sampai disitu, Mbah Maimoen juga memberikan bukti real betapa pentingnya peranan garwo (istri) di zaman sekarang ini. Beliau bercerita bahwa para kiai dari Sarang bisa alim seperti itu, sebab para mbah perempuannya dulu suka berpuasa.

Baca Juga:  Sikap Khalifah Umar Ketika Negaranya Menangani Bencana Alam

Beliau juga memberikan contoh ulama besar Mekkah berdarah Padang Sumatra Barat bernama Abu Al-Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani, bergelar “Almusnid Dunya” (ulama ahli sanad dunia) karena keahliannya dalam hal ilmu periwayatan hadist.

Mbah Maimoen dawuh, “Syekh Yasin Al Fadani itu mempunyai istri yang pandai dalam berdagang. Mereka memiliki dua putra, yang satu ahli dalam bangunan, yang satunya bekerja dalam bidang transportasi. Semua anaknya tidak ada yang meneruskan dakwah Syekh Yasin”.

Lantas apa hubungannya?

Mbah Moen lantas memberikan kesimpulan bahwa, “Intine iso nduwe anak alim, iku nek istrine ora patiyo ngurusi dunyo lan khidmah poll karo suamine. Nek kowe milih bojo seng pinter dunyo, kowe sing kudu wani tirakat. Nek ora wani tirakat, yo lurune bojo sing ahli dzikir, kowene sing mikir dunyo alias kerjo”.

“Intinya untuk memiliki anak yg alim, jika istrinya tidak begitu mengurusi masalah dunia dan totalitas berkhidmah (patuh) kepada suaminya. Jika kamu memilih istri yang pandai mengurus masalah dunia, berarti kamu harus kuat untuk tirakat. Jika kamu tidak kuat tirakat, ya carilah istri yang ahi dalam berdzikir, kamu yg berpikir masalah dunia alias bekerja”.

Baca Juga:  Iblis, Makhluk Pembangkang: Apakah Ia dari Bangsa Jin atau Malaikat?

Senada seirama dengan beliau, KH. Muhammad Anwar Manshur Lirboyo pun pernah berpesan:

“Carilah wanita yang memiliki nasab baik, karena itu akan mempengaruhi nasib yang baik pula. Tapi andai kata jodohmu bukanlah orang yang memiliki nasab, maka buatlah nasab sendiri dan bangun nasib dengan nasab yg kamu bangun”.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik