Gus Baha: Ciri Ahlussunnah Wal Jamaah Itu Sanad Ilmunya Jelas

ciri ahlussunnah wal jamaah

Pecihitam.org – Dalam pengajiannya gus Baha ( KH. Ahmad Bahauddin Nursalim ) menerangkan tentang ciri Ahlussunnah Wal Jamaah dizaman akhir. Ciri Ahli Sunnah dizaman akhir itu, dalam aqidah menganut Abu Hasan Al-Asyaari dan menganut Imam Abu Mansur Al Maturidi. Dalam fiqih mengikuti salah satu mazhab 4 yaitu: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii atau Imam Ahmad bin Hambal. Dan dalam tasawuf mengikuti salah satu mazhab antara Abbul Qosim Al-Juanidi atau Imam Ghozali. Mengapa menjadi definisi begitu? Karena, dulu firqoh di arab banyak yang menentang. “Itu pengertian apa?” nabi tidak pernah menjelaskan begitu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kalian jangan terjebak dengan ucapan mereka, bahwa nabi tidak pernah mengeluarkan definisi tentang ciri Ahlussunnah Wal Jamaah seperti itu. Ya tentu nabi tidak akan mengatakan seperti itu, karena di zaman nabi belum ada imam Ghozali, belum ada Abbul Qosim Al Junaidi.

Tapi kita percaya dengan definisi seperti itu. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Aswaja itu, orang yang seperti di katakana Nabi:

“Ma ana alaihil yauma wa ashabi.” Yaitu “orang yang mengikuti perilaku saya dan mengikuti para sahabat saya.”

Itu teks yang disampaikan Nabi. Lalu kenapa kita harus menyebut nama imam-imam kita dan sanad kita? Karena kalau kita tidak menyebut sanad, akan muncul pertanyaan.

“Kamu ko bisa tahu sahabat melakukan itu kata siapa?” jawabnya “Kata guru saya.” Kita kan tidak bisa langusng mengatakan “kata Nabi.”

Baca Juga:  Najwa Shihab Kaget Dengar Pengakuan Gus Baha Tak Punya WA

Kata Nabi itu yang meriwayatkan siapa? Contoh Imam Bukhori. Imam Bukhori itu siapa? Beliau itu muridnya Imam Syafii. Karena Imam Bukhori itu periodenya setelah Imam Syafii. Saya hafal sanadnya Imam Bukhori sampai ke Rasulullah. Dan saya ( gus Baha ) punya sanad sampai Imam Bukhori.

Misalkan kalian ditanya, “kamu tahu Amerika?”
Terus kamu jawab “Tahu.”
“Ko bisa tahu Amerika?
Dan kamu jawab “lihat di TV.”
Televisi saja kamu jadikan sanad ko Imam Syafii tidak jadi sanad.

Misalkan lagi. “Kamu ko tahu kalau ketua DPR tersangka?”
“Kata TV”.
Sanadmu dari mana?
“Kan dari TV.”
Dan misal kamu bilang “Tahu sendiri” itu tidak mungkin, kan tidak mungkin kamu tahu sendiri ketika ada sidang di KPK.

Contoh lagi, misalkan kamu ditanya suatu hal, terus kamu jawab “Nabi itu berkata gini, jadi tak perlu ulama, harus ke Nabi saja langsung.
Lha kamu ko tahu kalau nabi bilang seperti itu kata siapa?. Apa kamu mau jawab lewat mimpi? Akhirnya mau tidak mau kamu harus menyebutkan guru.

Makanya ada tradisi menyebut sanad, atau disebut juga menyebut ulama. Tapi orang-orang sekarang juga kadang bodoh. Ada orang yang bilang gak usah lewat ulama, yang penting langsung ke Nabi. Ulama bisa salah, kalau Nabi kan tidak bisa salah.

Lha kamu itu ko bisa bilang kalau Nabi tidak bisa salah kata siapa? jawabmu pasti “kata ulama atau kata guru.” Padahal katanya tidak percaya ulama?
Makanya kalau bodoh jangan kebangetan. Apalagi sudah bodoh ngajak-ngajak lagi. Dan saya juga heran dengan orang model seperti itu. Bodoh ko bisa seperti itu sanadnya gimana.

Baca Juga:  Jangan Ngaku Sunni Kalau Belum Kenali Tokoh-Tokoh dan Ajaran Tasawuf Sunni

Itulah mengapa, masyur di dalam ilmu thariqah dan ilmu hakikat pepatah yang bilang begini:
“Laula Murobbi Lamma arofna robbi, wa laulal ulama lamma arofnal ambiya”
“Umpama tidak ada yang mendidikku tentu kita tidak tahu Tuhanku itu siapa, Dan umpama tidak ada ulama tentu kita tidak tahu para Nabi”

Kita mengetahui Tuhan karena ada yang mengajari. Kamu tidak mungkin bisa mengetahui Tuhan secara langsung. Tapi diajari guru, bahwa Allah itu wujud, qidam baqa dst. Anehnya kadang dikenalkan oleh gurunya terus lama-lama sombong, mlah mbantah gurunya. Tapi itu sekedar sombong saja, hakikatnya tetap saja mengetahui Allah itu lewat guru.

Misalnya lagi kamu tahu Nabi lewat saya. Saya ( gus Baha ) itu muridnya Kyai Maimoen, Kyai Maimoen muridnya Kyai Zubair, Kyai Zubair muridnya Kyai Faqih Maskumambang, Kyai Faqih muridnya Kyai Mahfudh Tremas, Kyai Mahfudh itu murid Sayyid Abu Bakar Satos yang mengarang kitab I’anatut Tholibin, beliau muridnya Sayyid Zaini Dahlan, muridnya Syekh Ustman Addimyati terus sampai ke Imam Syafii. Nah Imam Syafii muridnya Imam Malik yang punya guru Ibnu Sihab Azzuhri punya guru Imam Nafi’ punya guru Abdullah bin Umar yang bertemu Rasulullah SAW.

Baca Juga:  Menyikapi Khilafiyah dalam Islam Ala Ahlussunnah Wal Jamaah

Kamu harus hafal sanad, kalau tidak hafal ya nitip saja tidak apa-apa. Pokoknya kata Gus Baha begitu saja. Lah iyaa gampang saja kan lebih gampang sudah ada yang ahli. Tanya saja selesai.

Kemudian agar klaim tentang Nabi tidak bias, maka buatlah kriteria siapa sanadnya yang paling akurat tentang tauhid. Kita menyebut Abu Hasan Al Asyari dan Abu Mansyur Al Maturibi. Siapa yang paling akurat dalam sanad Ilmu Tasawuf. Kita menyebut Abbul Qosim Al-Junaidi dan Imam Ghozali. Siapa yang paling akurat dalam sanad fiqih. Kita menyebut Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ibnu Hambal, ini sesuai periode. Karena Imam Syafii itu lahir ketika hari wafatnya Abu Hanifah. Yang jelas tahunnya sama. Sehingga kita harus nyebut Abu Hanifah dulu karena lebih senior. Wallahu’alam Bisshawab.

(Di tulis dan diterjemahkan dari kajian rutin KH. Ahmad Bahauddin Nursalim)

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *