Hukum Memelihara dan Memotong Jenggot Menurut 4 Madzhab Fiqih

hukum memotong jenggot

Pecihitam.org – Di kalangan bangsa tertentu, seperti bangsa Arab dan India, memelihara jenggot hingga terurai panjang adalah salah satu tradisi yang umum. Tradisi ini dianggap sebuah simbol kebanggaan, kemuliaan dan keperkasaan bagi lelaki yang memeliharanya. Namun di kalangan bangsa lain, memelihara jenggot bukan menjadi suatu tradisi atau kelaziman.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa jenggot identik dengan Islam. Sehingga ada kesan tidak sempurna keislaman seseorang bila tidak berjenggot. Karena mereka meyakini Nabi Muhammad SAW berjenggot dan kita harus menirunya. Pertanyaannya. bagi yang tidak suka atau mungkin tidak terbiasa, bagaimana hukum memotong jenggot tersebut? Apakah haram?

Secara umum, para ulama fiqh 4 madzhab sepakat bahwa memelihara jenggot adalah sebuah keutamaan (fadlilah) dan fitrah kaum lelaki (fithrah). Namun mereka berbeda pendapat mengenai hukum memelihara dan memotong jenggot.

Perbedaan pendapat tersebut dapat diperinci sebagai berikut:

1. Madzhab Hanafiyah

Mayoritas ulama madzhab Hanafi mewajibkan memelihara jenggot dan haram mencukurnya, terutama jenggot yang tumbuh pertama kali. Dalam Kitab Radd al-Muhtar ‘ala Dar al-Mukhtar, Ibnu Abidin menyatakan:

Baca Juga:  Khawariqul Adah: Fenomena di Luar Nalar, Apakah Suatu Kemuliaan atau Istidraj?

يَحْرُمُ عَلَى الرَّجُلِ قَطْعُ لِحْيَتِهِ

(Haram atas laki-laki memotong jenggotnya).

2. Madzhab Malikiyah

Ulama Malikiyah berbeda pendapat, ada yang menghukumi wajib dan ada yang menghukumi sunnah memelihara jenggot. Yang menghukumi wajib memelihara jenggot, otomatis mengharamkan mencukurnya. Sedangkan ulama yang menghukumi sunnah memelihara jenggot, memakruhkan mencukurnya. (lihat Hasyiah ad-Dasuqi ‘ala Syarh al-Kabir dan Al-Hafidz al-Iraqi dalam Tharh al-Tatsrib).

3. Madzhab Syafi’iyah

Ulama Syafi’iyah juga berbeda pendapat dalam menentukan hukum memelihara dan memotong jenggot. Namun pendapat yang paling kuat di kalangan Syafi’iyah adalah yang menghukumi sunnah memelihara dan makruh mencukurnya. Pendapat inilah yang dipegang mayoritas umat Islam Indonesia.

Kemakruhan mencukur jenggot, di antaranya dinyatakan oleh Imam al-Ghazali, an-Nawawi, al-Rafi’i, Zakariya al-Anshari, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Ramli, al-Khatib as-Syarbini, dan lainnya. Sedangkan keharaman mencukur jenggot, dinyatakan oleh as-Syafi’i, Ibnu al-Rifa’ah, al-Hulaimi, al-Qaffal as-Syasyi.

3. Mazdhab Hanabilah

Mayoritas ulama Hanabilah menghukumi wajib memelihara jenggot dan haram mencukurnya, seperti dikatakan Ibnu Muflih dalam Kitab al-Furu’:

Baca Juga:  Menjawab Tuduhan Hukum Puasa Rajab Adalah Bid'ah dan Sesat

وَيُعْفِي لِحْيَتَهُ ، وَفِي الْمَذْهَبِ مَا لَمْ يُسْتَهْجَنْ طُولُهَا وَيَحْرُمُ حَلْقُهَا

Dibiarkan jenggotnya, di dalam mazhab (Hanabilah) selama panjangnya jenggot tidak dikhawatirkan menyebabkan buruk dan haram mencukurnya.

Semua perbedaan pendapat di atas sebenarnya berpijak pada hadits yang sama, di antaranya:

أحفوا الشوارب وأعفوا اللحى

Artinya, “Potonglah kumismu dan biarkan jenggotmu panjang,” (HR Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan,

عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَه صحيح البخاري، 5442)

Dari Ibn Umar dari Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tampillah kalian berbeda dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis”. Dan ketika Ibn Umar melaksanakan haji atau umrah, beliau memegang jenggotnya, dan ia pun memotong bagian yang melebihi genggamannya” (Shahih al-Bukhari, 5442)

Walaupun hadits di atas menggunakan kata perintah (amar), bukan berarti menunjukkan kewajiban memanjangkan jenggot serta kewajiban mencukur kumis.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Membuka Al-Qur'an dengan Ludah? Ini Penjelasan Ulama

Mayoritas ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa perintah tersebut menunjukkan sunnah, dengan bukti Sahabat Ibnu Umar masih memotong jenggot yang melebihi genggamannya.

Disamping itu, perintah Nabi Muhammad SAW tersebut tidak murni urusan agama, tetapi juga terkait dengan kebiasaan atau adat istiadat. Dan telah kita maklumi, jika suatu perintah memiliki keterkaitan dengan tradisi, maka itu tidak menunjukkan kewajiban. Perintah tersebut bisa saja menunjukkan kesunahan atau ke-mubah-an.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik