Hukum Menggabungkan Pendapat Dua Mazhab dalam Ibadah, Bolehkah?

hukum menggabungkan dua mazhab

Pecihitam.org – Dalam hukum fiqh tentu saja ada banyak macam-macam pendapat dari para ulama yang berbeda-beda. Sehingga dalam pelaksanaannya pun kita harus yakin dengan satu madzhab yang kita anut.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tapi ada juga beberapa orang yang mencampur adukkan pendapat mazhab satu dengan mazhab yang lain (Talfiq). Sehinga setiap yang mereka perbuat seakan di benarkan semua. Lalu apakah hukum tafliq (menggabungkan pendapat dua mazhab atau lebih) ini di perbolehkan dalam hukum fiqh?

Secara bahasa talfiq berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud dengan talfiq secara syar’i adalah mencampur-adukkan atau menggaungkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut

Tafliq tidak di benarkan dalam fiqh, seperti yang di jelaskan Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitab Tanwir Al-Qulub, 397)

الخمس) عدالتلفيق بأن لا ييلفق في) ققضية واحدة ابتداءولادواما بينقولين يتو لد منهما حقيقة لا يقول بها صا حبهما ((تنويرالقلوب))

“Syarat kelima dari taqlid adalah tidak talfiq, yaitu mencampur antara dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan, dan seteerusnya yang nantinya dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyah yang tak pernah di katakan oleh orang berpendapat.” (Tanwir Al-Qulub 397).

Jadi, talfiq ialah menggabungkan pendapat dua mazhab atau lebih sebagai dasar hukum. Misalnya Ketika seorang berwudhu menggunakan pendapat madzhab syafi’i, dengan mengusap sebagian kepalanya yaitu kurang dari seperempat kepala.

Baca Juga:  Al-Quran Online, Samakah dengan Mushaf? Ini Penjelasannya

Kemudian ketika hendak sholat ia tidak sengaja menyentuh wanita tetapi ia langsung saja melaksanakan sholat dengan menganut madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyah tidak membatalkan wudhunya. Ini termasuk dalam perbuatan talfiq, karena ia menggabungkan pendapat dari dua madzhab tentang bab wudhu.

Sehingga perbuatan diatas tidak diakui sebagai pendapat dari kedua Imam tersebut. Karena Imam Syafi’i menghukumi batal wudhunya seseorang apabila menyentuh kulit seorang wanita yang bukan mahramnya. Sedangkan Imam Hanafi juga tidak membenarkan jika seseorang berwudhu hanya mengusap sebagian kepalanya saja.

Talfiq yang seperti inilah yang di larang oleh agama. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab I’anah Al-Thalibin:

ويمتنع التلفيق في مسئلة كأن قلد ما لكا في طهارة الكلب والشا فعي في بعض الرأس في صلاة واحدة .(اعا نة اطا لبين ج 1 ص 17)

“Talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam sucinya aanjing daan ikut Imam Syafii dalam bolehnya mengusap sebagian kepala untuk mengerjakan sholat”. (I’anah al-Thalibin juz , hal 17).

Baca Juga:  Doa Kepada Orang yang Sudah Meninggal Apakah Sampai?

Tujuan dari pelarangan tersebut ialah sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi tatabbu’ al-rukhash (mencari yang mudah), dan agar tidak memanjakan umat islam untuk mengambil yang ringan-ringannya saja. Sehingga tidak di buat main-main atau Tala’ub didalam hukum agama.

Sedangkan tujuan dari adanya talfiq ialah untuk memberikan kebebasan bagi umat islam dalam memilih madzhab yang diyakini dan dijadikan sebagai dasar hukum agar tidak menimbulkan salah paham bagi sebagian orang.

Talfiq bukan untuk membatasi kebebasan umat islam dalam bermadzhab, dan menghindari fanatisme terhadap madzhab tertentu. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya talfiq ini maka harus ada penetapan hukum dengan memilih salah satu madzhab dari madzahib al-arba’ah yang sesuai dengan keadaan atau kultur dari masyarakat.

Misalnya dalam urusan sholat, maka seluruh rangkaian rukun, syarat sah dan batalnya sholat ikut madzhab syafi’i tidak bercampur dengan madzhab yang lainnya. Sehingga membuat berantakan hukumnya.

Namun mengenai hukum talfiq ini sebagian ulama juga berbeda pendapat. Apabila hal itu dilakukan tanpa sengaja, maka jelas tidak dilarang. Karena ijma’ bahwa ia boleh mengamalkan fatwa dari mujtahid siapapun.

Apabila talfiq dilakukan sengaja, maka tidak sah. Karena bisa jadi ia jatuh dalam perbedaan nash-nash syariat yang ia tidak ketahui. Dan karena menjalankan pendapat baru tanpa ada fatwa merupakan tindakan yang didasari hawa nafsu. Itu bertentangan dengan prinsip beragama.

Baca Juga:  Hukum Wanita Bernyanyi Dan Aturan Yang Menyertainya

Sebagian ulama juga memberikan syarat penting dalam talfiq:

  1. Tidak bertentangan dengan ijma’ atau nash Al Quran dan sunnah.
  2. Tidak digunakan untuk membebaskan diri dari tanggungan beban (tidak untuk meringankan).

Namun, menurut madzhab Maliki, boleh taklid kepada setiap madzhab Islam yang mu’tamad (diakui), sekalipun talfiq, dalam keadaan darurat, hajat, lemah, maupun udzur. Karena talfiq tidak dilarang menurut Malikiyah, pun sebagian Hanafiyah, sebagaimana kebolehan mengambil pendapat paling ringan dari beberapa madzhab. Akan tetapi, talfiq harus didasari kebutuhan dan maslahat, bukan main-main atau mengikuti hawa nafsu.

Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik