Kerancuan dan Kebingungan Salafi Wahabi dalam Memahami Bid’ah

Kerancuan dan Kebingungan Salafi Wahabi dalam Memahami Bid'ah

PeciHitam.org – Penggunakan Kaidah ‘Seandainya Baik Pasti Sahabat Sudah Melakukannya’ digunakan terbalik oleh kaum salafi wahabi. Bahwa dahulu digunakan oleh orang Musyrik untuk mengejek Islam ‘tidak benar’, namun sekarang digunakan untuk membid’ahkan orang Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kaidah tersebut hanya sebuah akal-akalan yang mana digunakan untuk mematahkan/ menyalahkan amaliah Muslim di Nusantara. Sederhananya, kaidah tersebut terlalu dipaksakan penggunaanya untuk menyalahkan amaliah Islam di Nusantara. Pun sebenarnya, amaliah di Nusantara memiliki landasan Normatif yang sangat kuat.

Kerancuan Kaidah

Kaidah ‘seandainya baik ….’ Diambil oleh golongan salafi wahabi dari Tafsir Ibnu Katsir untuk mengomentari surat al-Ahqaf ayat 11,

وَأَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَيَقُولُونَ فِي كُلِّ فِعْلٍ وَقَوْلٍ لَمْ يَثْبُتْ عَنِ الصَّحَابَةِ: هُوَ بِدْعَةٌ؛ لِأَنَّهُ لَوْ كَانَ خَيْرًا لسبقونا إليه، لأنهم لَمْ يَتْرُكُوا خَصْلَةً مِنْ خِصَالِ الْخَيْرِ إِلَّا وَقَدْ بَادَرُوا إِلَيْهَا

Artinya; “Adapun Ahlussunnah wal Jamaah maka mereka mengatakan tentang segala perbuatan dan ucapan yang tidak dilakukan oleh sahabat bahwa itu adalah bid’ah karena kalau memang baik tentu para sahabat sudah mendahului kita melakukannya sebab sesungguhnya mereka tidak meninggalkan sesuatu kebaikan pun kecuali langsung mengerjakannya.”

Sebagai sebuah Tafsir, pendapat Imam Ibnu Katsir dapat menjadi rujukan kuat  para kaum Ahlussunnah Wal Jamaah. Pun Muslim di Nusantara banyak mengkaji dan merujuk kepada kitab tafsir beliau.

Baca Juga:  Sebut Banyak Kampus Terpapar Wahabi, Said Aqil: Berpeluang Jadi Intoleran

Namun parahnya orang salafi wahabi melakukan politisasi dalil untuk membid’ahkan amalan Muslim di Nusantara dengan dalil tersebut.

Bantahan Kaidah ‘Seandainya Baik…’

Bantahan terhadap kaidah ‘Seandainya Baik….’ Untuk tidak digunakan sebagai generalisir adala sebagai berikut;

  1. Tidak akan ditemukan dalil al-Qur’an dan Hadits yang mendukung bahwa semua tindakan yang tidak dilakukan oleh Sahabat Bid’ah dan sesat. Masalahnya era modern sekarang, Muslim biasa merujuk kepada pendapat para Tabi’in, Tabi li tabiin dan tidak menjadi masalah, kecuali direcoki oleh salafi wahabi.
  2. Pun standar kebaikan bukan hanya merujuk kepada sahabat Nabi SAW sahaja, namun juga merujuk kepada 3 masa, yakni masa Rasulullah SAW, masa Sahabat dan Tabiin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW;

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Baca Juga:  Pantaskah Wahabi Diusir Dari Bumi Nusantara Ini?

Artinya; Manusia terbaik adalah manusia di masaku lalu yang setelah mereka lalu setelah mereka”. (HR. Bukhari – Muslim)

  1. Kerancuan generalisir dalil ‘Seandainya Baik ….’ Khas salafi wahabi menunjukan ketidak-pahaman terhadap sejarah Nabi SAW dan para Sahabat. Pun Nabi SAW tidak menunjuk pengganti sebagai khalifah, namun Abu Bakar melakukan demikian dengan menunjuk Umar bin Khattab.

Pendirian Baitul Mall (Kas Negara) pada masa pemerintahan Umar bin Khattab adalah baik, namun tidak dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq. Apakah ada tuduhan dari kaum Sunni bahwa Umar lebih utama dari Abu Bakar, tentunya tidak.

Umar bin Khattab-pun memerintahkan untuk menertibkan salat Tarawih dibelakang satu Imam, Ubay bin Ka’ab. Semua orang  Islam maklum bahwa Tarawih tersebut baik, namun kenapa Abu Bakar tidak melakukannya. Padahal ada dalil ‘لَوْ كَانَ خَيْرًا لسبقونا إليه’.

Dan Utsman bin Affan dalam rangka menstandarkan Al-Qur’an dalam sebuah Mushaf (terkenal dengan Mushaf Ustamani) membakar Mushaf milih sahabat lainnya.

Baca Juga:  Menyelipkan Nama Agama dalam Tindakan Kriminal? Kebiasaan!

Hal ini digunakan sebagai ikhtiar adanya satu standar Al-Qur’an dalam dunia Islam. Namun hal demikian tidak dilakukan oleh Abu Bakar atau Umar bin Khattab.

Maka generalisir kaum salafi wahabi dalam memahami لَوْ كَانَ خَيْرًا لسبقونا إليهadalah berasal dari klaim salah yang diteruskan. Kaidah ini berasal dari Ibnu Katsir, namun kemudian digunakan sebagai alat untuk membid’ahkan orang-orang Islam bahkan mengkafirkan orang Islam. (bersambung Bag III). Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq