Konsep Kebahagiaan dan Kesedihan Menurut Al-Kindi

Konsep Kebahagiaan dan Kesedihan Menurut Al-Kindi

PeciHitam.org – Kebahagiaan adalah cita-cita bagi setiap manusia, akan tetapi masih banyak manusia yang tidak mengerti arti kebahagiaan yang hakiki. Sehingga meskipun sudah berusaha untuk mencapai kebahagiaan, maka tetap saja kehidupannya diwarnai dengan kesedihan dan kegelisahan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kenyataan ini telah membuat banyak pemikir yang terpanggil untuk menawarkan gagasan-gagasanya guna mengatasi persoalan tersebut, salah satunya al-Kindi. Ada beberapa pendapat tentang Konsep Kebahagiaan dan Kesedihan Menurut Al-Kindi yang akan kita bahas disini, sebelum itu, kita akan mengulas sedikit mengenai siapa al-kindi.

Al-Kindi atau alkindus, nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’kub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Ismail al-Ash’ats ibn Qais al-Kindi. Ia populer dengan sebutan al-Kindi, yaitu dinisbatkan kepada Kindah, yakni suatu kabilah yang terkemukan pra-Islam yang merupakan dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman.

Ia lahir di Kufah, tahun 801 M dan wafat sekitar tahun 866 M. Ia lahir pada masa khalifah harun al-Rasyid (786-809 M) dari Dinasti Bani Abbas (750-1258 M). Al-Kindi lahir dari keluarga bangsawan, terpelajar, dan kaya.

Kebahagiaan dapat difahami sebagai keadaan atau perasaan senang, tenteram, dan terbebas darisemua yang sifatnya menyusahkan. Jika mengacu pada definisi diatas, maka dapat fahami bahwa ketentraman menjadi unsur yang sangat penting dalam kebahagiaan.

Baca Juga:  Ketika al-Kindi Menakwil al-Quran, Harmonisasi Filsafat dan Agama

Al-Kindi dalam karyanya yang berjudul al-Hilâh li Daf’ al-Ahzân (seni menepis kesedihan), al-Kindi berupaya menganalisis beberapa penyakit jiwa, di antaranya adalah kesedihan (al-huzn).

Menurutnya kesedihan adalah penyakit jiwa yang disebabkan karena hilangnya apa yang dicinta dan luputnya apa yang didamba. Untuk mengobati kesedihan, al-Kindi menawarkan pengobatan sebagai berikut.

Pertama, kesedihan karena hilangnya apa yang dicinta. Untuk mengobatinya, al-Kindi menganjurkan agar manusia memahami sifat dasar keberadaan makhluk di dunia yang fana ini. Dengan pemahaman yang sempurna sehingga melahirkan keyakinan bahwa apapun yang dicintai didunia ini pasti akan terpisah dan musnah.

Oleh karena itu manusia janganlah mengharapkan sesuatu apapun yang ada pada diri ini menjadi kekal abadi, karena hal itu sama dengan mengharap yang tak mungkin dan akan menimbulkan kesedihan.

Kedua, yaitu luputnya yang didamba bisa diatasi dengan mengembangkan sikap hidup yang sederhana, suka menerima (qanâ‘ah), menyesuaikan keinginan dengan kemampuan dan kemungkinan yang dimiliki, agar tidak lebih besar pengeluaran daripada penghasilan.

Al-Kindi menyatakan bahwa didunia ini tidak ada yang bersifat abadi, tidak ada sesuatu yang menjadi hak milik pribadi, yang ada hanya kepemilikan sementara. Manusia sering merasa memiliki dan menginginkan apa yang dimilikinya bersifat abadi, sehingga ketika apa yang dimiliki itu dan yang diinginkan hilang, manusia pasti mengalami kesedihan, jiwa manusia mengalami problem keguncangan.

Baca Juga:  Bolehkah Beribadah Mengharapkan Pahala? Ini Ayat al-Quran yang Menjawab Hal Tersebut

Berikut ini al-Kindi memberikan nasehat kepada orang-orang yang hidupnya diliputi rasa penderitaan dan kesusahan. Menurut al-Kindi, jika diperhatikan apa sebab timbulnya kesusahan pada kebanyakan orang, akan dijumpai bahwa sebabnya ada dua.

  • Pertama, karena orang kehilangan sesuatu yang dimilikinya.
  • Kedua, karena ia tidak berhasil memperoleh sesuatu yang ia inginkan yang sifatnya kebendaan.

Jika orang hidup menyandarkan kebahagaiaannya kepada memiliki, menguasai dan memperoleh kekayaan kebendaan, maka orang itu telah menyimpang dari jalan yang benar. Kebahagiaan sebenarnya terletak pada jiwa, tidak ada yang dimiliki oleh jiwa.

Semua yang bersifat kebendaan wataknya dapat mengalami perubahan dan hilang. Orang yang berakal seharusnya tidak menyandarkan kebahagiaan hidupnya dengan yang berubah dan hilang itu. Mungkin yang dirasakan paling indah di antara benda-benda yang mengalami perubahan dan hilang itu adalah permata dan mutiara, padahal itu semua tidak lebih hanyalah batu-batuan tanah dan kerang-kerang air. Jika barang-barang itu didudukkan pada kedudukan yang hakiki, orang akan berpendapat bahwa barang-barang seperti itu tidak patut menyebabkan kesusahan jika hilang.

Baca Juga:  Mengenal Warisan Budaya Literasi Syekh Mahfudz At-Tarmasi

Kebahagiaan sangat terkait dengan kesusilaan. Al-Kindi memandang kesusilaan sebagai prasyarat untuk tercapainya kebahagiaan, atau dapat dinyatakan dalam ungkapan “jadilah orang baik, maka engkau akan menjadi orang yang bahagia”.

Al-Kindi menegaskan, jika kita mendambakan kebahagiaan yang hakiki, maka wajiblah kita memiliki permata-permata dan mutiara-mutiara alam baka itu. Kita wajib memiliki kekayaan akaliah yang tidak akan mengalami kemusnahan, tidak binasa dan tidak dapat dirampas orang lain. di dalam pengetahuan terdapat kegembiraan dan kenikmatan. Itulah hidup yang kekal.

Begitulah gambaran mengenai Konsep Kebahagiaan dan Kesedihan Menurut Al-Kindi yang bisa kita ambil pelajaran darinya.

Mohammad Mufid Muwaffaq