Menilik Eksistensi Pesantren dari Santri Tradisional hingga Modern

eksistensi pesantren

Pecihitam.org – Pasca Pengesahan RUU Pesantren oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada (24/9/2019) yang menjadi kabar baik sekaligus hadiah bagi santri pesantren di seluruh pelosok Nusantara.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mengingat banyaknya lulusan pondok pesantren yang banyak tersebar di penjuru Nusantara ini. Banyaknya lulusan pesantren ini justru menjadi tantangan tersendiri untuk bersaing dengan lulusan non-pesantren.

Salah satunya, juga memiliki tantangan untuk menguasai bidang-bidang umum, seperti sains, politik, hukum, dan lain sebagainnya. Bukan hanya itu, sekarang teknologi sudah menjadikan dunia kedua bagi seluruh manusia, tentu saja jebolan pesantren seharusnya memiliki bekal yang matang untuk menghadapi berkembangan teknologi.

Pada dasarnya pendidikan pesantren memang sebagai basis gerakan santri Islam Tradisionalis yang sebagai mana telah menjadi rujukan selama ini. Secara genealogi kelahiran pondok pesantren memiliki kaitan erat dengan Islam Tradisionalis yang lahir ditengah gempuran kolonialisme Belanda.

Salah satu sistem pendidikan yang berbasis keagamaan dari dulu hingga sekarang, masih menjadi acuan dalam melakukan counter terhadap isu-isu ekstrimisme, eklusivisme, dan radikalisme. Memangnya ini sebuah tantang tersendiri untuk melawan faham-faham yang tidak sesuai dengan Islam Indonesia.

Jika kita menelisik dalam lembaga pesantren, kajian-kajian Islam yang moderat memiliki corak yang khas dan memiliki literatur kajian keislaman yang kuat. Pondok pesantren juga memiliki kekuatan dalam menyebarkan narasi besar Islam Toleran di Indonesia.

Baca Juga:  Dakwah Islam dan Kefasihan Beragama ala Pesantren Aswaja NU

Potret pesantren yang digambarkan Gus Dur (2010) dalam bukunya Menggerakkan Tradisi : Esai-Esai Pesantren tentang watak yang dimiliki santri lulusan pesantren memiliki beberapa corak, yaitu kaitannya dengan memandang eksistensi ilmu, penghormatan terhadap ilmu, dan keikhlasan yang tumbuh dalam diri santri.

Mengapa harus pesantren yang melakukan counter terhadap narasi kekerasan atas nama Agama ? Peran penting pesantren tentu saja tidak dapat ditanggalkan begitu saja.

Andil besar dimasa lalu menjadi tolak ukur penting untuk menjadikan pesantren sebagai garda terdepan dalam memerangi ideologi ekstrimis, radikalis hingga kelompok-kelompok yang memiliki narasi keislaman yang absolutis.

Islam Tradisionalis dan Eksistensi Pesantren

Pesantren Indonesia memiliki peran penting menjaga narasi keislaman di Indonesia. Dalam hal ini bisa dinilai sebagai narasi yang bagus untuk mengawal dan mempertahankan kondisi negara Indonesia saat ini.

Tentu saja, pesantren kaitannya erat dengan ormas islam, yang menjadi penggerak lembaga pendidikan ini. Jika dinilai memang keduanya memiliki peran yang sangat besar terhadap perkembangan pemahaman dalam bingkai keindonesian ini.

Namun, semakin kesini tantangan lain muncul dari berbagai pihak, dalam melihat isu kedepan terkait dengan tantangan modernitas dalam kaitannya peran pondok pesantren dan ormas Islam.

Baca Juga:  Penuh Makna, Ini Nasihat Seorang Kyai Sepuh Kepada Para Santri

Nahdlatul Ulama merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi masyakarat Islam yang memiliki paham moderat. Berangkat dari narasi kebangsaan yang kuat dan narasi Islam Toleran yang kuat sehingga dijadikan basis dan rujukan untuk mengembangkan lembaga pendidikan pesantren.

Kategorisasi santri modern dan tradisional yang dilakukan oleh Deliar Noer (1980) dalam Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942 yang pada awalnya terkategorisasi pada Muhammadiyah dan NU.

Hingga saat ini, kategorisasi ini masih berlaku untuk membedakan antara basis gerakan kultural dan modern. Kategorisasi ini tentu saja tidak terlepas dari lembaga pendidikan yang diantaranya berdiri dan lahir dari kedua ormas besar itu.

Dari masa ke masa, wacana Islam Tradisionalis yang selama ini menjadi kekuatan ideologis santri pesantren mulai sedikit demi sedikit terkikis dengan perkembangan zaman.

Pergesaran yang ada dalam tubuh ini tidak bersifat ancaman yang serius, namun justru semakin mudah dipelajari oleh sebagian kalangan. Perkembangan teknologi sekarang lebih memudahkan untuk melakukan counter dan membendung narasi kebencian yang ada di media.

Hal ini tentu saja menguatkan eksistensi pesantren dalam lingkup yang lebih besar dan menjaga paham kultural dalam tradisi pesantren. Tradisi pesantren memang selalu tidak lekang oleh waktu, selalu memiliki protret yang menarik untuk diteliti.

Baca Juga:  Gara gara Nabi Adam dan Kesalahan Terbesar Iblis

Ketegorisasi yang dilakukan Deliar Noer (1980) mencoba melihat perkembangan secara kultural dalam tubuh ideologi yang sudah lama digaungkan.

Kekuatan terbesar dalam pendidikan  pesantren saat ini selain, pola pengajaran dengan menggunakan materi kitab kuning, namun juga memiliki kekuatan pada pendidikan berbasis karakter.

Dengan demikian penulis kembali menegaskan bahwa lembaga pendidikan Islam pesantren memiliki basis literasi yang kuat dan menjadi elemen yang penting secara keberadaan dan eksistensinya.

Karena, santri jebolan pesantren memiliki corak pemikiran yang khas dengan narasi Islam Indonesia yang saat ini digalakkan.

Selain itu, santri pesantren harus andil dalam membingkai keberagaman yang ada di Indonesia, dan selalu merepresentasikan Islam Indonesia adalah Islam Toleran. Wallahua’lam bisshowab

Arief Azizy