Dari Ceramah Gus Muwaffiq hingga Tantangan Beragama Saat Ini

tantangan beragama

Pecihitam.org – Beberapa hari ini ramai publik memperbincangkan tentang tuduhan menghina Nabi Muhammad SAW oleh Gus Muwafiq. Tuduhan yang disarangkan kepada Gus Muwafiq pun muncul dari kelompok-kelompok atau oknum yang tidak bertanggung jawab.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dengan cepat, tuduhan itu dijawab dengan lugas dan disikapi dengan ramah oleh Gus Muwafiq sebagai bahan pengingat apabila terdapat kesalahan dalam menyampaikan dakwahnya.

Permasalahan ini ditambah semakin runyam dengan berbagai tuduhan miring yang menjadikan semakin memanas. Setidaknya, klarifikasi yang dilakukan oleh Gus Muwafiq merupakan bentuk dari ke khilafan sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan.

Menurut saya, kesalahan Gus Muwafiq ini hanya dibesar-besarkan saja dan hanya karena sentimen beragama dari kelompok sebelah yang kerapkali selalu mensalah-salahkan kita.

Gambaran dalam beberapa kasus yang dituduhkan “penista agama” ini menjadi tidak adil jika logika tidak mau disalahkan, tapi suka mensalahkan yang bukan bagian dari kelompoknya ini terus dipakai.

Alhasil, yang terjadi adalah banyak yang menghujat Gus Muwafiq dari kelompok kadrun-kadrun yang tidak bertanggung jawab itu.

Menurut saya, beberapa kelompok ini menjadi sangat arogan sekali ketika menggunakan istilah “penista agama”. Padahal, hanya karena kesalahan sedikit dari penyampaian dakwah Gus Muwafiq yang menjelaskan kehidupan masa kecil Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga:  Menjinakkan Bola Liar Khilafah Hizbut Tahrir

Jika kita menilik kembali sejarah masa kecil Nabi Muhammad SAW memang tidak ada yang bisa menceritakan secara utuh sejarah beliau. Dari potongan video dakwah Gus Muwafiq itulah yang memicu adanya kelompok yang tidak terima dan menganggap ceramah Gus Muwafiq ini memecah belah umat dan menistakan agama.

Bahkan, karena gesekan kelompok-kelompok garis keras ini menuntut keadilan banyak menggunakan perilaku anarkis. Sempat terjadi gesekan kelompok fanatik di Solo.

Yang terjadi massa ormas terlibat bentrokan di depan Kantor Nahdlatul Ulama (NU) Solo (6/12/19). Sekelompok itu awalnya melakukan demonstrasi, lama-lama gesekan emosi menjadi semakin memanas.

Kelakuan seperti ini tidak lain adalah oknum yang ingin membuat panas saja kondisi masyarakat saat ini. Tak heran jika kelompok semacam DSKS (Dewan Syariah Kota Surakarta) dan FUIS (Forum Umat Islam Surakarta) menjadi kelompok yang menebar ketakutan di wilayah Surakarta dan sekitarnya.

Baca Juga:  Menjawab Dugaan Miring Tradisi Berdiri Saat Pembacaan Maulid Nabi

Tidak segan-segan mereka juga pernah membubarkan beberapa kajian yang menurut kelompok mereka menyimpang dari Islam. Nah, perbuatan semacam ini menjadi ancaman yang serius bagi kita semua, sebagai umat beragam yang selalu menimbang perbuatan dengan jalan tengah. Perbuatan kelompok yang mengatasnamakan pembela Islam ini selalu berjalan tidak relevan dengan ajaran Islam.

Pasalnya, perkembangan ajaran Islam yang masuk ke Indonesia dengan jalan damai dan tidak arogan. Namun, dengan adanya kelompok tersebut selalu menyeret-nyeret Islam dengan teriakan “Allahu Akbar”.

Sungguh riskan memang, apabila pergerakan kelompok-kelompok ini terus berkembang dan diberikan jalan mulus, justru malah mengahncurkan citra Islam. Padahal kita hidup beragama ini tidak menunjukkan bahwa kita itu Islam banget dan bahkan lebih Islami, itu adalah hal yang egosentris sekali.

Melalui pena Gus Mus dalam buku yang bertajuk Saleh Sosial Saleh Ritual kita kembali diingatkan oleh Gus Mus tentang cara beragama kita yang kekanak-kanakan.

Sebagai bukti bahwa, banyaknya kelompok yang dengan mudah menyalahkan perbuatan kelompok lain dan hal semacam ini adalah perilaku yang primitif, tidaklain adalah ndeso.

Baca Juga:  Belajar Islam Ramah ala Indonesia di Era Millenial

Dalam pena Gus Mus kita beragama agak mulai tekstualis sekali dan bahkan sangat konservatis terhadap kecenderungan beragama. Melihat orang yang berbeda saja, seperti melihat musuh yang harus diperangi, yang harus dilawan, yang harus dibinasakan, yang harus diberangus, bahkan jika perlu tanpa sisa sama sekali.

Hal ini menjadi tamparan keras bagi kita bersama dalam hidup bersama dan sudah seharusnya tanpa mementingkan egoisme kelompok. Kerapkali egoisme kelompok menjadi bagian dari kasus intoleransi membabi buta perkara yang lain, tidak melihat kondisi masyarakat saat ini.

Egoisme tidak menjadi solusi dan jalan terakhir dalam menjawab tantangan beragama, Justru yang menjawab adalah nalar beragama kita yang selalu tunduk dengan emosi. Wallahu’alam bisshowab

Arief Azizy