Pembubaran FPI dan Nasib Masa Depan Indonesia

Pembubaran FPI

Pecihitam.org Warga Indonesia — atau lebih tepatnya nitizennya — dalam satu pekan ini masih dihebohkan dengan perbincangan perihal pembubaran FPI (Front Pembela Islam). Sebagaimana diketahui, dasar pembubaran ormas yang berasaskan Islam ini adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat pemerintahan, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Informasi dan Informatika, Kapolri, Jaksa Agung dan BNPT.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

SKB ini terdiri dari tujuh poin yang secara substansi merupakan keputusan pembubaran, pelarangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut FPI. Dalam keputusan tersebut dituangkan juga sanksi tegas bagi yang melanggar, yakni berupa penghentian kegiatan yang tengah dilaksanakan. SKB ini ditandatangani oleh keenam pejabat tersebut dan mulai berlaku sejak 30 Desember 2020.

Lalu bagaimana dampak pembubaran FPI untuk masa depan Indonesia?

Ya, sebagian pihak menganggap bahwa pembubaran ini merupakan kado akhir tahun yang luar biasa membahana bagi Indonesia dan penduduknya. Setidaknya apa-apa yang menjadi ‘kendala bangsa’ selama satu dekade belakangan ini tidak ada, meski hanya sebatas nama dan legalitasnya saja, de jure. Karenanya, ruang gerak FPI (termasuk kegiatannya) akan terbatas.

Baca Juga:  Ilusi Penegakan Syariat Islam di Indonesia

Namun sebagian lain beranggapan bahwa pemerintah telah ‘mati-matian’ menyerang Islam di Indonesia. Membubarkan HTI dan FPI adalah di antara bentuk serangan maha dahsyat untuk mencapai tujuannya tersebut. Dan anggapan yang kedua ini sepertinya yang menjadi narasi yang dimainkan, seolah negara melarang adanya kritik pada pemerintah.

Anggapan ini muncul karena tokoh-tokoh besar mereka ‘dipolisikan’ oleh mereka yang menganggapnya melanggar hukum. Lagi-lagi, hal semacam ini sah-sah saja dilakukan di negara kita, negara hukum.

Tokoh-tokoh besar mereka secara hukum telah terbukti melakukan kesalahan, namun mereka yang fanatik menganggap tindakan para penegak hukum atau bahkan pemerintah adalah tindakan kriminalisasi ulama. Lagi, mereka menganggap bahwa penegak hukum, termasuk juga pemerintah berupaya menghancurkan Islam karenanya.

Tentu hal ini akan terus menerus hingga nanti, sampai kehendak Tuhan meniadakannya. Dari sini, sudahkah Anda melihat bagaimana masa depan Indonesia dengan atau tanpa dibubarkannya FPI?

Baca Juga:  HTI Dibubarkan FPI Tidak, Mengapa? Peneliti: Masih Dibutuhkan oleh Pemangku Kepentingan

Benar, kritik mengkritisi memang dibolehkan di negara kita, bahkan di seluruh negara demokrasi. Tidak salah tentunya jika kritik disampaikan dengan berdasar, konstruktif dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun hal tersebut hanya sebatas pada ‘furu’ dalam bernegara saja. Sementara untuk yang ‘ushul’, ketetapannya tidak dapat diganggu.

Ringkas penulis, jika seseorang menganggap tidak meratanya kesejahteraan masyarakat, tidak adilnya tatanan hukum dan terbelakangnya pendidikan masyarakat, yang dikritisi bukanlah ‘ushulnya’ melainkan tata kelola untuk mewujudkannya. Pancasila dan UUD 1945 tetap kokoh dan relevan.

HTI dan FPI sebagai organisasi yang sama-sama berasaskan Islam, sejatinya keduanya sangat sensitif. Seperti yang saya sampaikan di atas, tokoh-tokohnya diamankan karena melanggar hukum, pengikut fanatiknya mengklaim bahwa yang demikian bentuk kriminalisasi ulama dan memusuhi Islam.

Karenanya, tidak heran jika sebagian pihak menganggap bahwa pembubaran FPI merupakan ‘resep’ Indonesia damai. Setidaknya karena legalitas FPI sebagai organisasi telah sirna secara de jure, meski eksistensi gerakannya bisa jadi tetap ada, atau bahkan semakin ‘menggila’.

Baca Juga:  Salah Fikir (salafi) Tentang Syirik, Wahabi Habiskan Situs Sejarah Islam

Penulis memandang ini bukanlah akhir kegaduhan atau awal kedamaian, boleh jadi kebalikannya. Karenanya, kewaspadaan terhadap dampak buruk pembubaran organisasi ini harus tetap ada, bahkan ditingkatkan. Bukan hal mustahil jika HTI dan FPI akan bergabung dan melanjutkan pekerjaan besar yang harus diselesaikan.

Semoga Indonesia damai selalu. Masa depan baik untuk bangsa ini, keberagaman dan harapan-harapannya. Demikian tulisan mengenai pembubaran FPI dan nasib masa depan Indonesia. Semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawab.

Azis Arifin