Ramadhan di Krapyak

ramadhan di krapyak

Pecihitam.org – Krapyak merupakan daerah di Yogykarta. Letaknya di dusun Krapyak Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.  Disana terdapat sebuah Pondok Pesantren Krapyak, lembaga pendidikan agama Islam yang mencetak santri-santri menjadi seorang ulama, cendikiawan muslim. Aktifitas keagamaan menjadi nafas kehidupan di pesantren. Suara mengaji setiap paginya, dan hilir mudik santrinya menjadi latar belakang di Krapyak.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ramadhan menjadi bulan yang merindukan bagi seluruh santri. Kegiatan Pekan Kegiatan Ramadhan (PKR) menjadi identitas pada seluruh santri Krapyak. Kegiatan tersebut telah mengakar dan menyatu dan telah menjadi kalender tahunan. 

Pesantren Krapyak yang kini dikenal dengan Pesantren Al-Munawwir. Nama itu diberikan sebagai penghormatan kepada jasa pendiri pesantren ini, Kiai Munnawir. Jumlah Pondok Pesantren Al-Munnawir Krapyak ini sekitar 1. 4000 orang yang terbagi di beberapa kompleks. 

Pesantren Al-Quran

Al-Quran menjadi identitas di pesantren. Pendirinya Kiai Munnawir Abdul Rosyad merupakan mahaguru sanad Al-Quran di Indonesia. Ulama-ulama Al-Quran tak terhintung merupakan alumnus pesantren Krapyak.

Salah satu Antropolog asal Amerika Mark R. Woodward dalam menulisnya dalam Islam Jawa. Ia menyebut bahwa pesantren Krapyak mempunyai andil dalam mendidik santri di Yogyakarta.

Ramadhan merupakan bulan Al-Quran. Pesantren ini mempunyai tradisi untuk melanjutkan warisan yang didirikan muasis ini. Diantaranya, sholat terawih dengan mengkhatamkan 30 Juz. Kegiatan itu telah turun menurun hingga sampai saat ini dilanjutkan oleh Imam Terawih Kh. Hamid Abdul Qodir Munnawir.

Dulu, ketika Allahurmayarham Kiai Najib Abdul Qodir masih menjadi pengasuh. Kegiatan Terawih langsung beliau yang memimpin. Targetnya, dalam sholat terawih satu bulan khatam dua kali. Pertama, 20 hari di Bulan Ramadhan. Kedua, 10 hari di Bulan Ramadhan.

Baca Juga:  Apakah Berdoa Keselamatan Termasuk Sikap Menentang Qadha? Begini Penjelasannya

Kegiatan itu dimulai seperti biasanya, setelah sholat Isya. Imam langsung memulai diikuti oleh jamaahnya yang seluruh santri Krapyak. Masjid Al-Munawwir yang menampung 3 lantai dibagi menjadi dua bagian. Jamaah laki-laki dan Jamaah Perempuan. Ketika Ramadhan tiba, semuanya penuh hingga meluber ke beranda masjid.

Jamaah bukan hanya santri yang mukim, tetapi terdiri santri kalong dari beberapa daerah yang ingin tabarukkan Al-Quran di Pesantren Krapyak. Belum lagi, aktifitas di masyarakat sekitar yang selalu partisipatif mengikuti sholat Terawih.

Ketika, beliau Allahurmayarham Kiai Najib Abdul Qodir masih menjadi Imam. Suara fasih, lantang ketika membacakan lantunan ayat suci Al-Quran. Itulah menjadi magnet untuk setiap santri untuk mengikuti rangkaian kegiatan sholat terawih di Masjid Al-Munnawir. 

Itulah, menjadi pembeda. Kini, Kiai Najib telah tiada dan digantikan oleh adiknya Kiai Hamid Abdulqodir yang menjadi penerus warisan sanad Al-Quran  yang masih tetap dijaga. 

Penutupnya, ketika rangkaian terawih itu dengan pembacaan doa Khatmil Quran dan ceramah yang diisi oleh salah satu ustad di pesantren itu. Biasanya, seluruh santri dan masyarakat berbondong-bondong hadir untuk mengamini dari pengasuh Pondok Kprayak.

Tak jarang, para santri atau masyarakat membawa air yang ditaruh di dekat pengimaman. Mereka yakin bahwa air doa itu memberikan khasiat untuk menyembuhkan penyakit. 

Baca Juga:  Warga Badui Mualaf Isi Ramadhan dengan Pengajian Rutin dan Tausiah

Di sore hari, para santri menyibukkan untuk talaqqi Al-Quran. Kegiatan tallaqi merupakan belajar secara langsung yang berhadapan dengan guru. Metode ini sering disebut sebagai Mustafahah yang berarti belajar dari mulut ke mulut, atau makna mudahnya belajar Al-Quran, dengan memperhatikan gerak bibir guru untuk mendapatkan pengucapan makhrujul huruf dengan benar dari guru yang mengajarnya.

Para santri dengan Al-Quran mendengarkan secara seksama setiap Kiai melafalkan isi bacaan. Mereka memperhatikan hukum bacaan Al-Quran. Tak jarang para santri membawa pensil dari asrama masing-masing. Harapannya, agar kembali melafalkan dengan baik dan benar seperti yang dituntunkan oleh Kiai yang mengajar.

Tempatnya, di aula Pesantren Krapyak. Disiarkan melalui Sound Pesantren, maka suara terjelas hingga masuk di asrama-asrama. Para santri yang tidak mendapatkan tempat di Aula, maka biasanya hanya menyimak di asrama atau di beranda masjid. Kegiatan itu berlangsung 20 hari sesuai dengan program kegiatan ramadhan yang tertera dalam jadwal.

Setelah khatam, biasanya Kiai membacakan doa Khatmil Quran. Pasca itu biasanya santri buka bersama dengan mayoran atau makan bersama. Medianya adalah nampan yang terdiri dari beberapa lauk pauk yang telah disiapkan. Satu nampan terdiri dari beberapa santri. Canda tawa setiap santri menambah nikmatnya sajian berbuka puasa.

Pengajian Bandongan

Selain pengajian Al-Quran berbagai macam pengajian kitab kuning yang diselenggarakan di pesantren Krapyak. Beberapa komplek yang diafiliasi di pesantren turut menyelengarakan kegiatan ini. Jenis kitabnya beraneka ragam. Mulai dari kitab fiqh, aklak hingga tasawuf. Santri yang mengaji dan mengkaji mereka bebas memilih sesuai minat dan ia mengkajinya.

Baca Juga:  Menag: Surat Edaran Soal Ramadhan Bisa Diabaikan Jika Wabah Corona Telah Berhenti

Di era begitu global ini, sarana akses dengan internet dengan mudah. Fiturnya Live Streaming dimanfaatkan untuk bisa mempermudah mengkaji beberapa kajian kitab kuning yang dijadwalkan. Di musim pandemi Covid-19 ini menjadi tantangan hambatan tersendiri. Pesantren Krapyak membatasi kegiatan yang melibatkan banyak jumlah yang banyak. Pengajian tidak sebanyak seperti masa normal. 

 Krapyak di musim Ramadhan begitulah cara santri menyambutnya. Pengajian menjadi ruh utama dalam pesantren. Kegiatan khataman Al-Quran hingga pengajian kitab kuning menyambutnya kedatangan pesantren. Ada yang rindu yang menjadi kenangan di pesantren ini. Mereka semuanya mengikuti Ramadhan dengan penuh cinta, bahagia di pesantren yang sekarang bernama: Pesantren Al-Munawwir. (*)

Penulis: Atho’ilah Aly Najamudin (Mahasiswa Pascasarjana UGM, Pengurus Pondok Pesantren Al-Kandiyas)

Redaksi